Penelitian Siwook  & Daeyong terkait pengaruh Tax Treaty terhadap Foreign Direct Investment (FDI hereafter). Dimana membandingkan beberapa penelitian terdahulu dengan pengambilan sample data FDI untuk 78 negara periode 2007-2018.
FDI merupakan investasi langsung dari pihak luar (asing) kedalam Negeri, baik dilakukan secara personal atau oleh sebuah perusahaan. Dapat dikatakan FDI sebagai salah satu alat dalam sistem ekonomi global, namun investasinya tidak dilakukan melalui bursa saham namun secara langsung.
Pada dasarnya hasil penelitian terdahulu mengatakan bahwa Tax Treaty tidak memiliki impact positif terhadap FDI. Dikatakan skema tax treaty tidak efektif untuk meningkatkan investasi asing kedalam negeri bahkan secara gamblang dikatakan oleh Davis (2003) yang tercantum dalam penelian Siwook & Daeyong bahwa tax treaty tidak meningkatkan investasi asing sama sekali. Namun penelitian Neumayer (2007) menyatakan bahwa Tax Treaty memiliki pengaruh terhadap FDI pada negara-negara berkembang, walaupun hanya pada perusahaan-perusahaan level menengah. Beda lagi ketika Kumar dan Millimet (2018), menyatakan bahwa pengaruh tax treaty terhadap FDI dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas terkait treaty. Terakhir Siwook dan Daeyong menyatakan bahwa dengan sample data yang digunakan, ditemukan adanya pengaruh yang positif untuk negara-negara non OECD, dan tidak memiliki impact yang signifikan terhadap negara OECD, atau dapat dikatakan berpengaruh positif namun tidak signifikan.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang menjadi pendukung penelitian. Tax Treaty antara negara berbeda-beda bentuk agreement-nya, sehingga hal ini menjadi salah satu penyebab perbedaan hasil penelitian. Kerangka perjanjian yang berbeda akan menghasilkan impact yang berbeda pula. Di Indonesia, Tax treaty mempengaruhi FDI walaupun hanya untuk beberapa kalangan saja.
Selain itu, praktik tax treaty mendistorsi aktivitas ekonomi global yang mengakibatkan tidak efisiennya pengalokasian sumber daya, dimana terlihat dari ketidakselarasan jumlah sumber aliran FDI dengan besaran PDB ekonomi suatu negara. Misalnya negara-negara sumber FDI ke negara-negara yang subtansi ekonominya tidak besar, alokasi sumber daya yang tidak efisien juga diperlihatkan dari konsentrasi nya penempatan harta tak berwujud di negara tertentu.
Kemudian disamping itu, fokus FDI adalah lasting interest (kepentingan abadi), dimana hubungan investor asing dan perusahaan terjadi dalam jangka panjang. Sehingga pengaruh tax treaty akan terlihat signifikan terhadap invenstasi jangka panjang. Bagi negara berkembang ini adalah salah satu efek positif bagi peningkatan negaranya dan berharap dengan adanya tax treaty akan mendorong meningkatnya FDI. Akan tetapi beberapa studi membuktikan bahwa jaringan tax treaty hanya dimanfaatkan untuk penghindaran pajak dan justru merugikan negara-negara mitra.
Ada beberapa faktor selain tax treaty untuk meningkatkan FDI di Indonesia khususnya. Misalnya PDBM (Produk Domestik Bruto Mitra), semakin besar ukuran ekonomi suatu negara  maka akan semakin besar pula peningkatan investasinya. Meningkatnya FDI tentu akan meningkatkan penerimaan negara disisi pajak, untuk itu salah satu cara lain untuk meningkatkan FDI adalah dengan penurunan tarif pajak terhadap penghasilan atas modal, misalnya Dividen, branch profit, capital gain. Hal ini akan berdampak positif terhadap FDI
Tujuan awal diberlakukan adanya tax treaty adalah untuk mencegah pemajakan ganda dengan cara membatasi hak pemajakan dari negara sumber atas penghasilan yang diperoleh di wilayah yurisdiksinya. Sehingga dengan adanya tax treaty dapat mencegah timbulnya efek negatif berupa distorsi dalam perdagangan internasional.
Sebaiknya tax treaties lebih berfokus terhadap mekanisme untuk meminilisasi terjadinya penggelapan pajak dari pada meningkatkan investasi asing (FDI), agar tidak menggerus penerimaan negara dari sisi pajak.
Sumber :
https://ddtc.co.id/books/Perjanjian-Penghindaran-Pajak-Berganda/mobile/index.html#p=690