Mohon tunggu...
Jenner Sihombing
Jenner Sihombing Mohon Tunggu... -

jenner sihombing, lahir di takengon, aceh tengah pada tanggal 19 nopember 1972 dan saat ini berkerja sebagai pns di kementerian keuangan republik indonesia, suka menulis :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Samuel

12 November 2016   11:50 Diperbarui: 12 November 2016   12:56 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Belajar tentang kehidupan ini tidak selalu harus dengan tokoh terkenal atau  orang penting, tapi bisa juga dengan orang-orang sederhana di sekeliling kita yang menjalani pekerjaannya dengan ikhlas, apa adanya namun penuh semangat. Bisa jadi mereka ini adalah guru kehidupan yang sedang menyamar bagi kita"

--------

Setiap pagi ketika melintas di perempatan lampu merah Jl. Abdullah Lubis dan Jl.K.H.Wahid Hasyim, tak lupa membeli sebuah koran harian pagi di Kota Medan, yang memiliki   tagline : “Spirit Baru Sumatera Utara”. Sebuah koran ringan 24 halaman dengan harga super murah cuma Rp 1.000,- saja. Belinya tidak perlu turun dari kendaraan, cukup menurunkan kaca mobil setengah, penjualnya akan segera menghampiri, dan transaksipun akan berlangsung dengan cepat dan damai.

Menarik mengamati si penjual koran ini. Selalu semangat, ramah dan selalu gembira. Sudah lama saya dan tukang koran ini “berkenalan’’, dulu dia masih masih berjualan koran di perempatan lampu merah Jl.Sei Serayu dan Jl.Darussalam, tapi sejak lampu merah di sana tak hidup lagi alias rusak makanya dia pindah ke tempat yang baru ini. Bagi penjual koran di perempatan, adalah malapetaka bila lampu merah mati atau tidak berfungsi, karena mobil-mobil tidak akan berehenti dan berlalu dengan cepat, sehingga tidak ada kesempatan bagi mereka untuk menawarkan korannya bagi yang melintas. Berbeda bila lampu merahnya berfungsi, ketika kendaraan berhenti saat lampu berwarna merah disitulah penjual koran berkesempatan menawarkan korannya.

Samuel namanya. Dia tidak bersekolah lagi, dulu bersekolah sampai kelas 2 SD saja. Dalam sehari dia bisa menjual korannya paling sedikit 60 eksemplar, kalau lagi nasib baik bisa sampai 100 koran laku, dari satu koran yang laku dia dapat bagian Rp 300,- sedang sisanya menjadi milik agen koran. Jadi dalam sehari dia mendapat sekitar Rp 18.000,- sampai Rp 30.000,-

Pagi-pagi jam 05.00 Wib dia sudah harus berada di kantor koran untuk mengambil koran yang akan dijual hari itu. Karena sudah berjualan lama, dia bisa ambil koran tapi bayar belakangan. Bagi dia, “fasilitas’’ seperti itu suatu hal yang mewah dan sangat membantu.

Samuel tinggal dengan Ibu-nya dan empat saudara lainnya di rumah sewa. Bapaknya sudah lama meninggal. Adik-adiknya masih bersekolah. Samuel-lah yang membiayai sekolah adik-adiknya. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Ibunya mengumpuli barang bekas di rumah untuk dijual kembali ke pedagang pengepul. Di Medan biasa disebut botot.

Samuel berjualan di perempatan sampai jam setengah sepuluh pagi setiap harinya. Untuk koran yang tidak laku, dapat dia kembalikan ke agen. Biasanya dia langsung pulang untuk membantu Ibunya mengumpuli barang bekas. Sekali-sekali ada lagi pekerjaan sampingan membantu tukang las di bengkel yang lumayan jauh dari rumahnya di Jl. Denai. Upahnya Rp 50.000,- untuk setengah hari kerja. Upah yang sangat lumayan buat seorang Samuel. Tapi pekerjaan di bengkel ini tidak selalu ada, hanya sekali-sekali.

Hari-hari Samuel adalah jalan sunyi yang berliku.

 

Medan, Nopember 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun