Mohon tunggu...
Jeni Lovita
Jeni Lovita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya suka membaca banyak hal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Orientalisme Pada Pandangan Islam di Indonesia

15 Desember 2023   08:27 Diperbarui: 15 Desember 2023   08:30 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A.Sejarah Perkembangan dan Penyebaran Islam di Indonesia

 awal mula masuknya Islam ke Indonesia dapat dikatakan berbeda dibandingkan dengan yang lainnya. Islam masuk ke Indonesia secara damai tanpa adanya peperangan. Tidak seperti di belahan dunia lainnya, Islam datang dengan cara menginvasi daerah tersebut. Contohnya saja saat Islam masuk ke Persia, Mesir, Afrika Utara, maupun ke Andalusia. Ada beberapa teori tentang masuknya Islam ke Indonesia yang berkenaan dengan masa datang, negeri asal, dan juga siapa yang membawa agama Islam itu. Teori pertama adalah Teori India yang dikemukakan oleh Pijnappel, seorang sarjana Belanda. Ia berpendapat bahwa Islam dibawa oleh orang-orang yang datang dari wilayah Gujarat dan Malabar, yang mana dua wilayah ini dihuni oleh Imigran asal Timur Tengah. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Azra bahwasannya "He (Pijnappel) attributes the origin Of Islam in the Archipelago to the Gujarat and Malabar region, holding that it is the Shafi'I Arabs who had migrated to and live in regions who later Brought Islam to the Archipelago".

Kemudian teori ini direvisi oleh Snouck Hurgronje. Ia berpendapat bahwasannya agama Islam masuk ke Nusantara melalui perantara para pedagang Arab yang bermukim di sekitar India Selatan. Adapun Moquette menyimpukan bahwa Islam menyebar ke Nusantara melalui Gujarat. Hal ini disebabkan oleh penemuan dua batu nisan yang memiliki ciri dan rupa yang mirip dengan batu nisan di wilayah Gujarat. Akan tetapi, pendapat Moquette ini dibantah oleh Fatimi. Ia berependapat bahwa bentuk batu nisan pada dua makam tersebut sangat berbeda dengan bentuk batu nisa yang terdapat di wilayah Gujarat. Batu Nisan di dua tempat tersebut lebih mirip dengan batu nisan dari wilayah Bengali. Dengan alasan ini, ia menyimpulkan bahwa Islam masuk ke nusantara melalui Bengali.

Pendapat ini kemudian dibantah oeh Marrison. Ia berepndapat bahwa Gujarat maupun Bengali bukanlah dua wilayah asal agama Islam. Oleh karena dua wilayah tersebut berada dalam pengaruh kerajaan Hindu yang sangat kuat sehingga tidak memungkinkan agama Islam dapat menyebar luas dari wilayah-wilayah tersebut. Ia berepdapat bahwa Islam masuk ke Nusantara melalui wilayah Coromandel dan Malabar. Pendapat ini didasari oleh kesamaan mazhab yang digunakan oleh kaum muslimin di Nusantara dan di dua tempat tersebut.

B.Sejarah Perkembangan Orientalisme di Islam

Penyebab langsung munculnya orientalis atau ahli ketimuran adalah adanya sutudi-studi yang dilakukan oleh ilmuan Barat tentang ketimuran baik berupa sastra, sejarah, adat-istiadat, politik, lingkungan, maupun agama di Timur Asia termasuk Islam. Minat orang Barat untuk meneliti masalah-masalah ketimuran sudah berlangsung sejak abad pertengahan. Mereka malahirkan sejumlah karya-karya yang menyangkut masalah ketimuran. Dalam rentang waktu antara abad pertengahan sampai abad ini, secara garis besar orientalisme dapat dibagi tiga periode, yaitu (1) masa sebelum meletusnya perang salib di saat umat Islam berada dalam zaman keemasannya (650-1250); (2) masa perang salib sampai masa pencerahan di Eropa; dan (3) munculnya Masa Pencerahan di Eropa sampai sekarang.

Pada zaman keemasan dunia Islam, negeri-negeri Islam, khususnya Baghdad dan Andalusia (Spanyol) menjadi pusat peradaban dan ilmu pengetahun. Bangsa-bangsa Eropa yang menjadi penduduk asli Andalusia meggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasi dan adat istiadat Arab dalam kehidupan sehari-hari. Mereka menuntut ilmu di perguran-perguruan Tinggi Arab. Sejarah mencatat bahwa di antara raja-raja Spanyol yang non muslim ada yang hanya mengenal huruf Arab (misalnya, Peter I (w. 1140, raja Aragon). Raja Alfonso IV mencetak uang dengan huruf Arab. Hal ini sama dengan di Sicilia, Raja normandia, Ronger I menjadikan istananya sebagai tempat para filosof, dokter-dokter, dan ahli Islam lainnya dalam berbagai ilmu pengetahuan. Keadaan ini berlanjut sampai Ronger II. Dimana pakaian kebesarannya digunakan pakaian Arab, bahkan gerejanya dihiasi dengan ukiran Arab. Wanita kristen Sicilia meniru wanita Islam dalam berbusana.

C.Pengaruh Orientalisme di Indonesia

Pandangan masyarakat terhadap Orientalisme selalu menuai pro dan kontra, di Indonesia juga mengakami hal yang sama bahwa orintalis dipandang negative oleh sebagian orang karena mereka merongrong akidah keislaman. Di Indonesia menurut saya ada sedikit ketakutan yang luar biasa terhadap kajian keislaman di luar mainstream, para akademisi maupun intelektual yang memiliki pandangan berbeda tentang permasalahan keagamaan akan mudah sekali di cap sebagai orang liberal, dan tentu dikaitkan dengan antek-antek barat. Nah, ini yang disebut sebagai orientalis masa sekarang di Indonesia. Terlepas dari pandangan negative terhadap mereka sebetulnya banyak sekali sumbangsih pemikiran keislaman dalam memandang suatu permasalahan. Kita tentu sadar bahwa selama ini kita hanya merasa besar dan benar sendiri tanpa ada kajian akademis kritis yang menjadikan kita yakin atas kebenaran karena sebuah penggalian mendalam.

Rasa kepercayaan kita tentu tidak akan berubah dengan adanya kajian kritis terhadap islam, tapi kita akan berupaya menggali apa benar pendapat/temuan yang ditemukan oleh orientalis. Banyak kontribusi orientalis yang dunia keislaman, diantaranya dengan kajian mereka menjadikan islam kaya akan literature. Selain kaya dari kuantitasnya kita juga mendapat tambahan dari aspek metodologis yang mereka gunakan dalam mengkaji islam. Dengan adanya orientalis umat islam juga diuntungkan dengan banyaknya institusi-institusi yang mengkaji islam, ini bisa menjadi motivasi bagi umat islam untuk bisa mendirikan institusi semacam itu, tidak hanya barat yang melakukan kajian tentang islam.

Menilik dampak yang ditimbulkan oleh hasil kajian ketiga orientalist atas masyarakat Indonesia yang kemudian diterjemahkan oleh penguasa Kompeni Belanda dalam bentuk kebijakan, dapat ditelusuri dari beberapa segi. Namun dalam tulisan ini hanya melihat dampaknya dari sisi kebudayaan Islam, politik, hukum, dan sosial budaya. Dari sisi kebudayaan Islam, nampak ketiga orientalis itu menafikan peran Islam dalam membentuk budaya masyarakat Indonesia pada awalnya. Rafles dalam buku The History of Java menekankan bahwa budaya Hindu-Budha-lah yang menjadi pioner, menjadi dasar terbentuknya kebudayaan masyarakat Indonesia, sementara budaya Islam tidak memiliki peran sama sekali. Menurut Rafles, budaya Islam adalah budaya asing, sama dengan budaya asing lainnya, yang tidak memiliki pengaruh apa-apa dalam membentuk budaya Indonesia. Pemikiran seperti ini, tentu saja memiliki pengaruh yang besar pada masyarakat Indonesia, karena menancapkan keragu-raguan dalam diri umat Islam serta memutarbalikkan fakta yang sesungguhnya terjadi. Akibat pemikiran yang seperti itu, banyak kalangan masyarakat yang masih memegang teguh perilaku budaya Hindu-Budha jaman dulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun