Mohon tunggu...
Jeniffer AvrillyaWibisono
Jeniffer AvrillyaWibisono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum

Seorang Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Chapter II: Menuju Pajak Karbon Sebagai Kebijakan Publik yang Aplikatif

20 Mei 2024   22:28 Diperbarui: 21 Mei 2024   01:39 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menemukan titik ekuilibrium antara permasalahan lingkungan dalam hal ini adalah perubahan iklim tanpa mendisrupsi perekonomian memang menjadi diskurus yang menarik bagi kalangan akademisi. 

Negara-negara di dunia saat ini tengah mencari jawaban terhadap bagaimana untuk menangani permasalahan perubahan iklim dibarengi dengan kebijakan yang diterima oleh politisi sebagai pemangku kebijakan dan penyerap aspirasi rakyat, serta bagi bisnis itu sendiri. 

Merujuk pada Sustainable Development Goals (SDGs) Poin ke 13 yaitu Perubahan Iklim, Indonesia telah berkomitmen untuk mengintegrasikan tindakan antisipasi perubahan iklim ke dalam kebijakan strategi dan perencanaan nasional. 

Mengingat bahwa Indonesia merupakan penghasil karbon terbesar keempat di dunia maka Indonesia juga bertanggung jawab dalam menurunkan emisi karbon tersebut. 

Namun, dana untuk melakukan mitigasi perubahan iklim membutuhkan dana yang tidak sedikit. Nyatanya kemampuan ABPN untuk menangani pendanaan yang dibutuhkan untuk mitigasi tersebut hanya dapat menutupi 34% dari total keseluruhan pendanaan yang dibutuhkan.

Pajak karbon sebagai kebijakan publik lantas menjadi jalan keluar untuk mendorong perusahaan dan masyarakat dalam menggunakan energi baru dan terbarukan, sekaligus dapat menjadi sarana untuk menambah pemasukan negara sesuai dengan fungsi pemungutan pajak yakni fungsi regulerend. 

Adapun fungsi dari pajak karbon sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya adalah untuk mengatasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat dari perusahaan pencemar. 

Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebijakan pajak karbon dapat menjadi kebijakan yang mampu untuk menjawab problematika dilematis yang tengah dihadapi. Hal ini tak lepas dari bagaimana seharusnya peraturan diciptakan dan dilaksanakan. 

Secara umum, politik memang bertujuan untuk menentukan peraturan yang dapat diterima dengan baik oleh sebagian besar warga negara dan untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan bersama yang harmonis. Oleh karena itu, kebijakan pajak karbon harus mampu untuk diterima bagi seluruh kalangan masyarakat dan politisi itu sendiri. 

Untuk mengakomodasi masalah tersebut, UNECE (UNITED NATIONS ECONOMIC COMMISSION FOR EUROPE, 2015) melalui publikasinya memberikan beberapa atribut yang harus dimiliki oleh sebuah kebijakan agar dapat memberikan kontribusi bagi perubahan iklim dan mampu diimplementasikan dengan baik. Adapun atribut tersebut adalah sebagai berikut:

a. Outcomes yang signifikan: kebijakan tersebut harus mampu untuk mengurangi permintaan energi yang besar dan memberikan keuntungan yang terukur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun