Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sama-sama Sunat, Mengapa Sunat Perempuan Melanggar Hak Asasi dan Berbahaya?

6 Februari 2022   11:00 Diperbarui: 6 Februari 2022   15:50 13724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Indonesia, sunat perempuan melanggar UUD 1945 dan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, di mana setiap orang berhak menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi, paksaan, dan/atau kekerasan.

Muncul pertanyaan selanjutnya, jika sudah diatur oleh hukum internasional dan UU di Indonesia, mengapa praktik ini masih langgeng dilakukan?

Inkonsistensi sikap pemerintah atas sunat perempuan menyebabkan banyak kebingungan dan pro kontra di masyarakat. 

Mereka yang pro dibalik alasan sosial budaya yang turun temurun dan perintah agama menjadikan praktik yang berbahaya ini semakin dianggap wajar dan perlu dilakukan oleh masyarakat Indonesia.

Para pemimpin agama di Indonesia juga mengambil posisi yang berbeda-beda, dimana banyak mereka yang mempromosikannya, menganggapnya sebagai tidak relevan lagi, ataupun ikut berkontribusi dalam menghapus praktik ini.

Hingga sekarang, pemerintah pusat yang diwakilkan oleh Kementerian PPPA menunjukkan ketidaksetujuan dan juga komitmen serius untuk mencegah terjadinya praktik sunat perempuan. Hal ini diperkuat dengan dibentuknya roadmap dan rencana aksi pencegahan dengan target hingga tahun 2030.

Namun terdapat satu hal yang kurang dari peraturan yang dibuat oleh pemerintah, yaitu: sanksi. Pemerintah seharusnya membuat regulasi pelarangan praktik sunat perempuan yang disertai dengan pemberian sanksi yang menghukum siapa saja yang melakukan praktik sunat perempuan.

Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi Convention on Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW). Dengan meratifikasi perjanjian ini, bukan hanya kepada masyarakat Indonesia, pemerintah memiliki komitmen internasional untuk memberantas praktik-praktik yang mendiskriminasi perempuan.

Bersama dengan pemerintah, para pemimpin agama, otoritas lokal seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tenaga medis, hingga anggota masyarakat dapat menjadi advokat yang efektif di lingkungan sekitarnya untuk menghentikan praktik yang melanggar hak asasi dan berbahaya untuk kesehatan psikologis dan fisik perempuan ini.

Sumber: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun