Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menengok Kondisi para Pencari Suaka yang Tersesat di Indonesia, "bak Buah Simalakama"

20 Juni 2021   09:00 Diperbarui: 9 April 2022   06:48 2104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga yang menolak penempatan para pencari suaka di gedung eks Kodim Kalideres, Jakarta Barat | Foto diambil dari Kompas/Jimmy Ramadhan

Apakah Anda pernah mencoba Nasi Goreng Kebon Sirih yang terletak di Jalan Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat? Jika pernah, mungkin Anda kebingungan melihat lingkungan sekitar yang tidak akan pernah Anda temukan di penjual nasi goreng dimana pun. 

Saya kerap melihat di media sosial unggahan netizen yang kebingungan, "siapa kumpulan orang ini? Mengapa mereka tidur disini?". 

Anda dapat menemukan puluhan tenda camping lengkap dengan kebutuhan sehari-hari disana. Tidak jarang juga puluhan hingga ratusan orang duduk ngemper atau terbaring menunggu waktu berlalu di trotoar beralaskan tikar. Bahkan terkadang juga diadakan demonstrasi. 

Mereka adalah para pencari suaka yang melarikan diri dari konflik dan penganiayaan yang terjadi di negara asalnya dengan harapan menemukan tempat perlindungan dan kehidupan baru yang lebih baik. 

Mereka disana pun bukanlah tanpa sebab. Mereka sedang menunggu keputusan untuk diberangkatkan ke negara yang menerima pengungsi di depan kantor United Nations of High Commisioner for Refugees (UNCHR) Jakarta yang berada di Menara Ravindo, Jakarta Pusat. Hidup seadanya bahkan serba kekurangan, para pencari suaka bagaikan tersesat di Indonesia sambil mencari jalan keluar ke negara yang mau menerimanya.

Terdapat perbedaan antara pencari suaka dengan pengungsi. Pencari suaka adalah mereka yang masih dalam proses permohonan, sedangkan pengungsi adalah mereka yang sudah disahkan statusnya sebagai pengungsi oleh UNHCR. 

Hari ini, tepat 20 Juni, seluruh dunia serentak memperingati World Refugee Day atau Hari Pengungsi Sedunia. Hal ini ditetapkan sejak tahun 2001 dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat akan keadaan para pengungsi. Lewat tulisan ini, saya akan mengajak Anda untuk menengok sejenak kondisi para pengungsi yang 'tersesat' di Indonesia. 

Para pencari suaka terpaksa harus tinggal di trotoar jalanan Menteng sambil menunggu keputusan statusnya | Foto diambil dari Kompas/Gary Lotulong
Para pencari suaka terpaksa harus tinggal di trotoar jalanan Menteng sambil menunggu keputusan statusnya | Foto diambil dari Kompas/Gary Lotulong

Menegok kondisi para pencari suaka

Yang pertama, mengapa saya menyebut para pencari suaka ini tersesat? Dan mengapa mereka yang meminta pertolongan ini rela tidur di depan kantor UNCHR?

Indonesia adalah salah satu negara yang tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Karena hal ini, Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk menerima, menampung, dan memberikan hak-hak individual dari para pencari suaka yang datang ke Indonesia. 

Walaupun begitu, Indonesia tetap memberikan perlindungan dan juga bantuan kebutuhan dengan catatan Indonesia tidak selamanya menjadi tuan rumah atau destinasi terakhir para pencari suaka. 

Hal ini pun dilakukan bukan karena kewajiban, murni karena kemanusiaan Indonesia sebagai negara transit.

Dari data terakhir pada tahun 2020, setidaknya sekitar 79,5 juta orang dari berbagai negara terpaksa mengungsi dan sepertiganya adalah anak-anak. Sedangkan di Indonesia, tercatat oleh UNHCR sebanyak 13.743 orang pengungsi yang pernah dan sedang dibantu oleh pemerintah Indonesia. Kebanyakan dari mereka berasal dari Afghanistan. 

Kemudian, apa tujuan mereka membangun tenda-tenda, ngemper, hingga berdemonstrasi di depan kantor UNHCR? UNHCR sebagai organisasi dari PBB yang fokus dalam permasalahan pengungsi memiliki kewajiban untuk membantu para pengungsi, salah satunya adalah dengan melakukan screening dan mencari negara tujuan. 

Screening dilakukan guna memastikan apakah warga asing yang datang ke Indonesia benar merupakan pengungsi dari negara yang sedang berkonflik. Hal ini dilakukan karena terkadang ada dari mereka yang melarikan diri karena motif ekonomi. 

Mereka yang lolos proses wawancara akan diberikan status sebagai pengungsi dan akan mendapatkan perlindungan dari UNHCR. Karena tidak bisa tinggal di Indonesia, UNHCR akan mencarikan negara-negara yang meratifikasi konvensi yang siap menerima para pengungsi tersebut. 

Pencari suaka yang belum mendapatkan kepastian soal statusnya akhirnya harus hidup seadanya sambil menunggu kabar dari UNHCR. Banyak dari mereka yang bahkan harus menunggu dari 3 hingga 10 tahun untuk diterima di negara tujuannya. 

Putus asa, tinggal di depan kantor UNHCR bermodalkan tenda camping hingga demonstrasi pun dilakukan. Dikutip dari BBC (25/04/21), sebanyak 13 orang pencari suaka dari Afghanistan di Indonesia tewas karena bunuh diri setelah bertahun-tahun menunggu kepastian yang tak kunjung datang. 

Berdasarkan hukum Indonesia, para pencari suaka tidak diperbolehkan untuk bekerja, tidak mendapatkan akses dukungan sosial dari pemerintah, dan tidak dapat diterima di sebagian besar sekolah maupun universitas umum. 

Warga yang menolak penempatan para pencari suaka di gedung eks Kodim Kalideres, Jakarta Barat | Foto diambil dari Kompas/Jimmy Ramadhan
Warga yang menolak penempatan para pencari suaka di gedung eks Kodim Kalideres, Jakarta Barat | Foto diambil dari Kompas/Jimmy Ramadhan

Kebanyakan dari pencari suaka tinggal di kamp pengungsi sulit mendapatkan akses pendidikan, layanan kesehatan, bahkan untuk makanan sehari-hari sekalipun. Salah satu kamp yang menampung cukup banyak pengungsi berada di gedung eks Komando Distrik Militer (Kodim) di Kalideres, Jakarta Barat. 

Salah seorang teman saya pada tahun 2018 berkesempatan untuk mengunjungi Rumah Detensi Imigrasi yang terletak di Kalideres, Jakarta Barat. Sebelum ditempatkan di gedung eks Kodim, sebelumnya para pencari suaka berada di rumah detensi ini. 

Teman saya menyatakan, bagaimana ia melihat rumah detensi saat itu yang sangat penuh dan para pencari suaka harus hidup berdempetan. Bahkan katanya, rumah detensi tersebut tidak jauh berbeda dengan penjara. Mereka yang tidak mendapatkan tempat terpaksa tinggal di trotoar jalanan menggunakan tenda camping ataupun beralasan tikar. 

Mereka yang berada di tempat penampungan maupun di trotoar jalanan mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses layanan kesehatan, pendidikan, sanitasi seperti air bersih ataupun kamar mandi yang layak, hingga kebutuhan sehari-hari seperti makanan. 

Sebelumnya para pencari suaka ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi, Kalideres | Foto diambil dari CNN/Adhi Wicaksono
Sebelumnya para pencari suaka ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi, Kalideres | Foto diambil dari CNN/Adhi Wicaksono

Bagai makan buah simalakama

Membahas mengenai kondisi para pencari suaka yang tersesat di Indonesia, saya akui contoh peribahasa "bagai makan buah simalakama"cocok untuk menjelaskannya. Di satu sisi, Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk menampung mereka. 

Jujur saja, rasanya tidak sulit untuk menemukan masyarakat Indonesia sendiri, bahkan mereka yang hidup di sekitar kita, yang hidupnya pun serba kesulitan.

Data terakhir dari Badan Pusat Statistik pada September 2020 menemukan sebesar 27,55 juta masyarakat Indonesia hidup dibawah garis kemiskinan, terus meningkat di tengah pandemi Covid-19. 

Tempat-tempat penampungan yang berada di tengah-tengah masyarakat pun kerap diprotes, misalnya warga Daan Mogot yang menolak keberadaan tempat penampungan tersebut karena dianggap menganggu aktifitas belajar anak-anak. Tepat di sebelah kamp memang terdapat sebuah sekolah.

Teman saya yang mengunjungi Rumah Detensi Imigrasi juga menyatakan, bagaimana trotoar sekitar yang ditinggali oleh para pencari suaka sangatlah kotor dan berantakan, menganggu masyarakat sekitar. Hal yang sama juga terjadi di depan kantor UNHCR Jakarta.

Di satu sisi lainnya, ini adalah permasalahan kemanusiaan. Tidak nyaman untuk melakukan adu nasib, siapa yang lebih sulit hidupnya apalagi dengan mereka yang rela melarikan diri ke antah-berantah. Dalam wawancara CNN (31/08/19) dengan Muhammad Nazaru yang berasal dari Afghanistan mengatakan bahwa: 

"kami juga tidak mau seperti ini. Jika saja negara kami aman, seperti Indonesia, kami tidak mungkin seperti ini. Seandainya Indonesia tidak aman, apa kalian tetap mau tinggal di Indonesia?". 

Serba salah, UNHCR dan Pemerintah Indonesia pun memiliki masalah yang sama yaitu keterbatasan dana. Dengan segala keterbatasan, UNHCR banyak dibantu oleh donasi dari berbagai organisasi nirlaba. Untuk kehidupan sehari-hari, para pencari suaka juga bergantung dengan bantuan donasi dari masyarakat sekitar. Di tengah pandemi Covid-19, komunitas ini juga ikut merasakan dampaknya. 

Para pencari suaka, dimana sepertiganya adalah anak-anak, yang hidup di trotoar depan Rumah Detensi Imigrasi | Foto diambil dari Kompas/Andreas Lukas
Para pencari suaka, dimana sepertiganya adalah anak-anak, yang hidup di trotoar depan Rumah Detensi Imigrasi | Foto diambil dari Kompas/Andreas Lukas

Ketika para pencari suaka tersebut datang ke Indonesia, mereka meninggalkan kampung halamannya dengan harapan akan hari esok yang lebih baik. Akan masa depan yang lebih cerah dan kehidupan yang aman dari kekerasan dan konflik. Sebaliknya, banyak dari mereka justru disambut dengan ketidakpastian, kesulitan dalam berbagai aspek, kemiskinan hingga kematian. Tersesat.  

Berbagai jenis bantuan dapat dilakukan oleh kita untuk mereka, dari menyumbang dana ataupun kebutuhan sehari-hari, menjadi relawan, atau yang paling sederhana yaitu dengan sekedar 'memelekkan' diri kita sendiri dan orang lain akan kondisi para pencari suaka yang hidup di sekitar kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun