Salah seorang teman saya pada tahun 2018 berkesempatan untuk mengunjungi Rumah Detensi Imigrasi yang terletak di Kalideres, Jakarta Barat. Sebelum ditempatkan di gedung eks Kodim, sebelumnya para pencari suaka berada di rumah detensi ini.Â
Teman saya menyatakan, bagaimana ia melihat rumah detensi saat itu yang sangat penuh dan para pencari suaka harus hidup berdempetan. Bahkan katanya, rumah detensi tersebut tidak jauh berbeda dengan penjara. Mereka yang tidak mendapatkan tempat terpaksa tinggal di trotoar jalanan menggunakan tenda camping ataupun beralasan tikar.Â
Mereka yang berada di tempat penampungan maupun di trotoar jalanan mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses layanan kesehatan, pendidikan, sanitasi seperti air bersih ataupun kamar mandi yang layak, hingga kebutuhan sehari-hari seperti makanan.Â
Bagai makan buah simalakama
Membahas mengenai kondisi para pencari suaka yang tersesat di Indonesia, saya akui contoh peribahasa "bagai makan buah simalakama"cocok untuk menjelaskannya. Di satu sisi, Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk menampung mereka.Â
Jujur saja, rasanya tidak sulit untuk menemukan masyarakat Indonesia sendiri, bahkan mereka yang hidup di sekitar kita, yang hidupnya pun serba kesulitan.
Data terakhir dari Badan Pusat Statistik pada September 2020 menemukan sebesar 27,55 juta masyarakat Indonesia hidup dibawah garis kemiskinan, terus meningkat di tengah pandemi Covid-19.Â
Tempat-tempat penampungan yang berada di tengah-tengah masyarakat pun kerap diprotes, misalnya warga Daan Mogot yang menolak keberadaan tempat penampungan tersebut karena dianggap menganggu aktifitas belajar anak-anak. Tepat di sebelah kamp memang terdapat sebuah sekolah.
Teman saya yang mengunjungi Rumah Detensi Imigrasi juga menyatakan, bagaimana trotoar sekitar yang ditinggali oleh para pencari suaka sangatlah kotor dan berantakan, menganggu masyarakat sekitar. Hal yang sama juga terjadi di depan kantor UNHCR Jakarta.
Di satu sisi lainnya, ini adalah permasalahan kemanusiaan. Tidak nyaman untuk melakukan adu nasib, siapa yang lebih sulit hidupnya apalagi dengan mereka yang rela melarikan diri ke antah-berantah. Dalam wawancara CNN (31/08/19) dengan Muhammad Nazaru yang berasal dari Afghanistan mengatakan bahwa:Â
"kami juga tidak mau seperti ini. Jika saja negara kami aman, seperti Indonesia, kami tidak mungkin seperti ini. Seandainya Indonesia tidak aman, apa kalian tetap mau tinggal di Indonesia?".Â