Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menengok Kondisi para Pencari Suaka yang Tersesat di Indonesia, "bak Buah Simalakama"

20 Juni 2021   09:00 Diperbarui: 9 April 2022   06:48 2104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walaupun begitu, Indonesia tetap memberikan perlindungan dan juga bantuan kebutuhan dengan catatan Indonesia tidak selamanya menjadi tuan rumah atau destinasi terakhir para pencari suaka. 

Hal ini pun dilakukan bukan karena kewajiban, murni karena kemanusiaan Indonesia sebagai negara transit.

Dari data terakhir pada tahun 2020, setidaknya sekitar 79,5 juta orang dari berbagai negara terpaksa mengungsi dan sepertiganya adalah anak-anak. Sedangkan di Indonesia, tercatat oleh UNHCR sebanyak 13.743 orang pengungsi yang pernah dan sedang dibantu oleh pemerintah Indonesia. Kebanyakan dari mereka berasal dari Afghanistan. 

Kemudian, apa tujuan mereka membangun tenda-tenda, ngemper, hingga berdemonstrasi di depan kantor UNHCR? UNHCR sebagai organisasi dari PBB yang fokus dalam permasalahan pengungsi memiliki kewajiban untuk membantu para pengungsi, salah satunya adalah dengan melakukan screening dan mencari negara tujuan. 

Screening dilakukan guna memastikan apakah warga asing yang datang ke Indonesia benar merupakan pengungsi dari negara yang sedang berkonflik. Hal ini dilakukan karena terkadang ada dari mereka yang melarikan diri karena motif ekonomi. 

Mereka yang lolos proses wawancara akan diberikan status sebagai pengungsi dan akan mendapatkan perlindungan dari UNHCR. Karena tidak bisa tinggal di Indonesia, UNHCR akan mencarikan negara-negara yang meratifikasi konvensi yang siap menerima para pengungsi tersebut. 

Pencari suaka yang belum mendapatkan kepastian soal statusnya akhirnya harus hidup seadanya sambil menunggu kabar dari UNHCR. Banyak dari mereka yang bahkan harus menunggu dari 3 hingga 10 tahun untuk diterima di negara tujuannya. 

Putus asa, tinggal di depan kantor UNHCR bermodalkan tenda camping hingga demonstrasi pun dilakukan. Dikutip dari BBC (25/04/21), sebanyak 13 orang pencari suaka dari Afghanistan di Indonesia tewas karena bunuh diri setelah bertahun-tahun menunggu kepastian yang tak kunjung datang. 

Berdasarkan hukum Indonesia, para pencari suaka tidak diperbolehkan untuk bekerja, tidak mendapatkan akses dukungan sosial dari pemerintah, dan tidak dapat diterima di sebagian besar sekolah maupun universitas umum. 

Warga yang menolak penempatan para pencari suaka di gedung eks Kodim Kalideres, Jakarta Barat | Foto diambil dari Kompas/Jimmy Ramadhan
Warga yang menolak penempatan para pencari suaka di gedung eks Kodim Kalideres, Jakarta Barat | Foto diambil dari Kompas/Jimmy Ramadhan

Kebanyakan dari pencari suaka tinggal di kamp pengungsi sulit mendapatkan akses pendidikan, layanan kesehatan, bahkan untuk makanan sehari-hari sekalipun. Salah satu kamp yang menampung cukup banyak pengungsi berada di gedung eks Komando Distrik Militer (Kodim) di Kalideres, Jakarta Barat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun