Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kisahku sebagai Pengidap Skoliosis di Bulan Peduli Skoliosis

1 Juni 2021   12:00 Diperbarui: 2 Juni 2021   04:36 2034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pengidap skoliosis di bulan peduli skoliosis | Foto diambil dari Horilaz via Kompas

Saya pun menolak dibawa ke dokter karena takut. Dengan harapan jika saya mengurangi berat badan seiringan tubuh bertumbuh, mungkin gundukan itu akan hilang. Andaikan saya mau ke dokter dulu, mungkin kondisi saya tidak seburuk ini.

Namun tanda-tanda sebenarnya sudah terlihat. 

Sepatu saya sejak kecil selalu rusak sebelah kanannya saja. Rok sekolah yang saya pakai selalu lebih tinggi di pinggang sebelah kanan. Kerah kemaja sekolah sering merosot ke sebelah kiri.

Beberapa tahun kemudian, saya melihat sebuah unggahan di media sosial seorang perempuan yang mengidap skoliosis. Ia juga menyertai tanda-tanda yang semuanya saya miliki.

Saya akhirnya memutuskan untuk mengunjungi dokter radiologi dan hasil menunjukkan saya mengidap skoliosis dan punggung saya berbentuk huruf S. Saya lupa berapa derajat saya saat itu. Namun dokter menyatakan saya tidak perlu menggunakan korset ataupun operasi, cukup berenang dan yoga saja untuk mengurangi lengkungan tersebut.

Awalnya saya tidak terima, malu, dan berujung stress. Tidak banyak yang tahu karena saya merahasiakan ini. Namun seiringan dengan waktu, saya mulai menerima kondisi tubuh dan berusaha untuk menyembuhkannya sesuai saran dokter.

Selang berapa lama, saya menemukan ternyata skoliosis saya dikarenakan faktor genetik. Mungkin hampir 50% keluarga paternal saya mengidap skoliosis dengan bermacam-macam derajat. Banyak dari mereka juga tidak sadar akan kondisi mereka, mengira memang sakit pungggung biasa saja.

Sebagian besar kasus skoliosis tidak diketahui penyebabnya. Namun selain karena faktor genetik seperti saya, cedera, infeksi, gangguan saraf dan otot, bahkan kebiasaan postur yang buruk juga dapat menyebabkan kondisi ini. 

Kebiasaan yang sebaiknya dihindari misalnya: duduk menyilangkan kaki, menduduki dompet, membawa barang berat apalagi hanya satu sisi saja, dan duduk atau tidur di posisi yang salah.  

Ilustrasi cara deteksi dini dilakukan dengan membungkuk | Foto diambil dari AAFP
Ilustrasi cara deteksi dini dilakukan dengan membungkuk | Foto diambil dari AAFP

Pentingnya deteksi dini

Sama seperti penyakit apapun, deteksi dini sangatlah penting. Deteksi dini skoliosis dapat dilakukan untuk mencegah kelengkungan terus bertambah. Jika kondisi semakin parah, skoliosis dapat menimbulkan masalah kesehatan lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun