Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Tiga Alasan Indonesia Harus Belajar dari Tsunami Kasus Covid-19 di India

20 April 2021   16:46 Diperbarui: 20 April 2021   21:15 2145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Umat Hindu yang berendam di Sungai Gangga, India untuk ritual Kumbh Mela | Foto diambil dari Kompas

Beberapa hari ini media internasional dihebohkan dengan lonjakan kasus Covid-19 yang sangat tinggi di India, bagaikan ombak tsunami. Kemarin (19/4/21), Menteri Kesehatan India mengumumkan rekor tertinggi sejak pandemi yaitu 273.810 kasus positif Covid-19 dengan 1.761 kasus kematian dalam waktu 24 jam.

1 dari 3 orang yang dites Covid-19 di ibu kota India, New Delhi, kembali dengan hasil positif. Karantina wilayah pun diberlakukan di ibu kota setelah lonjakkan kasus membuat sistem kesehatan kota kewalahan.

Rumah sakit hampir kehabisan tempat tidur di unit perawatan intensif, pasokan oksigen mulai menipis dan krematorium di Delhi pun mulai kewalahan. Sosial media diramaikan dengan video pemakaman yang ramai, kerabat yang meratap di luar rumah sakit, antrian panjang ambulans hingga kamar mayat yang penuh.

Sayangnya, lonjakan kasus bagaikan ombak tsunami ini sudah lama diramalkan oleh beberapa peneliti namun tidak dihiraukan. Penulis mengumpulkan tiga alasan mengapa lonjakan ini dapat terjadi dan penulis yakin penting untuk Indonesia untuk belajar dari kasus yang sebenarnya dapat dicegah ini.

Perdana Menteri Nahendra Modi yang sibuk kampanye ditengah lonjakan kasus Covid-19 di India | Foto diambil dari IDNTimes
Perdana Menteri Nahendra Modi yang sibuk kampanye ditengah lonjakan kasus Covid-19 di India | Foto diambil dari IDNTimes

Politik penyangkalan pemerintah India

Dikutip dari Kumparan, politik penyangkalan mengacu pada penyangkalan akan pokok permasalahan atau menolak untuk menerima kenyataan. Politik gaya ini pun disebut sebagai "pintar-pintar ngeles".

Kita dapat melihat bagaimana pemerintah India melakukan politik penyangkalan ini, menolak data-data hasil penelitian akan kemungkinan gelombang kedua kasus Covid-19. Pada 7 Maret 2021, Menteri Kesehatan India Harsh Vardhan menyatakan bahwa "India sudah berada di ujung permainan Covid-19. Tidak seperti negara lain, India memiliki persediaan vaksin yang aman dengan kemanjuran yang terbukti".  

Optimisme berlebihan tersebut didasari dengan penurunan tajam kasus di India sejak bulan September, dimana awalnya rata-rata lebih dari 93.000 kasus perhari turun menjadi 11.100 kasus perhari. Bukan hanya Vardhan, euforia tersebut juga dibangun oleh politisi, pembuat kebijakan dan media bahwa India benar-benar sudah berhasil melawan Covid-19. India bahkan dinyatakan telah "membengkokkan kurva infeksi seperti David Beckham".

Politik penyangkalan ini sangat berbahaya. Wajar saja jika pemerintah menyuarakan optimismenya guna 'menyemangati' masyarakat yang sudah lelah, namun berbahaya jika dilakukan dengan berlebihan hingga menutupi fakta-fakta dan menolak penelitian ilmiah.

Padahal kasus India yang menurun adalah berkat protokol kesehatan yang digalakkan oleh pemerintah dan ditaati oleh masyarakat. Mendengar optimisme pemerintah yang berlebihan, tidak heran masyarakat mulai meninggalkan protokol.

Penerimaan pemberian vaksin dari India untuk Myanmar | Foto diambil dari Lowy Insitute
Penerimaan pemberian vaksin dari India untuk Myanmar | Foto diambil dari Lowy Insitute

Terlena diplomasi vaksin

Mengira telah mengendalikan pandemi, India mulai memberlakukan diplomasi vaksinnya dengan mengekspor vaksin buatanya, Covishield dan Covaxin, ke negara lain. India memproduksi 60% dari seluruh vaksin yang digunakan di dunia, sukses menandingi musuh berbuyutan India yaitu China.

Dengan penurunan kasus di India, pemerintah menghitung mereka memiliki cukup stok vaksin untuk seluruh masyarakatnya. Penurunan kasus juga menyebabkan hanya sedikit masyarakat yang mau menerima vaksin, akhirnya memperlambat upaya vaksinasi di India.  

Namun India gagal dalam mengelola keseimbangan antara memberikan vaksin ke masyarakatnya atau memberikan vaksin ke negara lain sebagai bagian dari diplomasi vaksin.

Partai Bharatiya Janata (BJP), partai yang mengusung Perdana Menteri Narendra Modi, menyatakan bahwa India telah mengirim sebanyak 64 juta dosis vaksin ke luar negeri pada bulan Januari hingga Maret 2021. BJP juga menyatakan bagaimana India sudah ahli dalam menangani pandemi sementara negara lain gagal.

Prioritas pemerintah pun mulai dipertanyakan, bagaimana masyarakat India ditolak di pusat vaksinasi dengan tanda "tidak ada vaksin yang tersedia". Ketika tsunami kasus Covid-19 datang, pemerintah sadar bahwa vaksin buatan dalam negeri tidak cukup untuk proses vaksinasi dalam negeri. Masyarakat mulai bertanya, mengapa begitu banyak vaksin dikirimkan ke luar negeri?

Dikutip dari SCMP, analis politik Arati Jerath menyatakan bahwa "penyebab kekurangan ini adalah rasa puas diri dari pemerintah ini, yang percaya pada hype-nya sendiri. Pemerintah sangat lambat dalam memastikan produksi vaksin, meskipun menjadi pemasok utama vaksin dunia. Tidak mengantisipasi gelombang kedua meskipun peringatan dan bukti yang jelas dari Eropa dan Amerika Serikat."

Umat Hindu yang berendam di Sungai Gangga, India untuk ritual Kumbh Mela | Foto diambil dari Kompas
Umat Hindu yang berendam di Sungai Gangga, India untuk ritual Kumbh Mela | Foto diambil dari Kompas

Mengabaikan protokol kesehatan

Melihat kasus yang terus menurun sejak akhir tahun, India mulai mengizinkan kegiatan-kegiatan yang awalnya dilarang. Terdapat 3 kegiatan yang disebut-sebut sebagai 'biang kerok' dari gelombang tsunami kasus positif di India, yaitu:

Kampanye politik yang dimulai setelah otoritas pemilu mengumumkan diadakannya pemilu di lima negara bagian di India pada akhir bulan Februari. 186 juta masyarakat India berhak memilih untuk 824 kursi. Masyarakat pun diundang untuk hadir berkerumun dalam kampanye politik. 

Berbagai video dari media pun memperlihatkan bagaimana para pendukung politikus tersebut mengikuti kampanye tanpa masker, tanpa protokol kesehatan. Salah satu video yang sempat viral adalah seorang pendukung Perdana Menteri Nahendra Modi yang menyatakan bahwa berdiri dan berkeringat di bawah matahari akan membuat virus Covid-19 musnah.

Modi pun sibuk mengadakan rapat pemilihan umum. Dalam kampanyenya di Benggala Barat beberapa waktu ini, ia menyatakan bahwa "saya belum pernah melihat lautan massa sebanyak ini", ditengah-tengah kasus positif yang melonjak di negaranya.

Liga Premier India adalah sebuah liga kriket Twenty20 profesional yang diadakan setiap tahun di India. Liga ini menjadi liga kriket paling banyak ditonton di dunia dan meraih peringkat keenam dari seluruh liga olahraga di dunia. Saking populernya, bayangan pandemi Covid-19 tidak mampu menghentikan liga ini.

Pada pertengahan Maret, dewan kriket mengizinkan 130.000 orang penggemar yang sebagian besar tidak menggunakan masker untuk menonton pertandingkan kriket di Stadion Narendra Modi di Gujarat, India.

Ritual Kumbh Mela yang merupakan ritual mandi massal di Sungai Gangga, India yang dimulai pada awal April 2021. Pada 14 April 2021, tercatat sebanyak 943.452 orang berendam, berdesak-desakan tanpa protokol kesehatan menyambut ritual yang datang 12 tahun sekali ini. 

Tidak hingga 48 jam, 1.000 orang yang mengikuti ritual tersebut dinyatakan positif Covid-19. Walaupun begitu, hingga kini Sungai Gangga masih ramai dipenuhi masyarakat India dengan kepercayaan bahwa "Maa (Ibu) Gangga akan menyelamatkan kami dari pandemi ini".   

**

Bagi penulis, ketiga alasan yang penulis kumpulkan sangatlah familiar jika dibandingkan dengan situasi di Indonesia. Menteri Kesehatan Indonesia Budi Gunaidi Sadikin juga mengungkapkan kesamaan India dengan Indonesia, bagaimana masyarakat mulai mengabaikan protokol kesehatan dan euforia vaksinasi yang membuat masyarakat semakin lengah. 

Vaksinasi yang rendah, protokol kesehatan yang tidak dijalankan dan mutasi virus menjadi pemicu potensi Indonesia bernasib sama seperti India. Penting untuk Indonesia belajar dari kegagalan India dalam mengecah dan mengatasi gelombang tsunami Covid-19. Jangan sampai hal yang sama terjadi di Indonesia.

Sumber: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun