Beberapa tahun lalu dalam rangka studi banding, penulis berkesempatan mengunjungi salah satu universitas paling bersejarah di Thailand. Adalah Universitas Thammasat yang menjadi saksi bisu dari 2 kejadian kelam yang banyak memakan nyawa para demonstran yang kebanyakan adalah mahasiswa dari Universitas Thammasat.Â
Hingga sekarang, kedua hari tersebut bahkan dikenal sebagai "Hari Kesedihan Besar" dan kejadian paling kelam dalam sejarah Thailand. Masa lalu dari pembantaian terjadi 45 tahun yang lalu meninggalkan bekas mendalam bagi masyarakat Thailand, begitu juga kepada penulis.
Universitas Thammasat
Anda mungkin dapat membayangkan Universitas Thammasat mirip dengan Universitas Trisakti, bagaimana sebuah lembaga pendidikan menjadi sebuah "garis depan" antara demonstran yang kebanyakan adalah mahasiswa dan pihak yang berwenang seperti polisi ataupun tentara.
Universitas Thammasat berdiri pada 27 Juni 1934 berjalan dibawah filosofi "mengajar mahasiswa untuk mencintai dan menghargai demokrasi". Tidak heran mahasiswa, lulusan hingga pengajar dari universitas kedua tertua di Thailand kerap terlibat dalam politik Thailand.Â
Universitas Thammasat menjadi saksi bisu dari dua kejadian memilukan yang saling berhubungan, yaitu Pemberontakkan Thailand 14 Oktober 1973 dan Pembantaian 6 Oktober 1976 yang dilatarbelakangi oleh kekuasaan Mantan Perdana Menteri Thanom Kittikachorn.Â
Siapa Thanom Kittikachorn?
Dikutip dari artikel Tirto (10/10/17), Mantan Perdana Menteri Thailand Thanom Kittikachorn disebut sebagai Soeharto-nya Thailand.Â
Jika melihat latar belakang dan juga sejarah perjalanan Thanom, sebenarnya kedua tokoh penting politik di Asia Tenggara tersebut memiliki beberapa persamaan seperti: latar belakang militer, sangat anti-komunisme dan dijatuhkan oleh mahasiswa.Â
Kebijakan yang dilakukan Thanom pun memiliki dasar-dasar seperti nasionalisme yang tinggi, anti-komunisme sekaligus membuka diri terhadap pengaruh global.Â
Thanom yang sangat anti-komunisme saat itu meminta bantuan Amerika Serikat yang saat itu memang sedang menjalankan kebijakan anti-komunis di Indocina. Bantuan pun diberikan dengan pendirian basis-basis militer Amerika Serikat di Thailand.Â