Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sembahyang Kubur: Rangkaian Prosesi dari Sebuah Tradisi Turun-temurun

23 Maret 2021   09:22 Diperbarui: 23 Maret 2021   11:31 10055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Altar roh dari keluarga penulis | Foto milik pribadi

Dua kali dalam setahun, masyarakat Kota Pontianak akan mengunjungi makam leluhur untuk melaksanakan sebuah tradisi turun temurun. Anggota keluarga pun rela mengeluarkan banyak biaya dan mengorbankan tenaga untuk mengingat dan juga menghormati roh leluhur. 

Persiapan dari membeli berbagai perlengkapan seperti replika baju, topi, pakaian dalam hingga mobil, pesawa,t dan rumah pun dilakukan beberapa hari sebelumnya. Ketika proses sembahyang kubur dilakukan pun terdapat berbagai tradisi yang sudah wajib hukumnya untuk dilaksanakan. 

Keluarga penulis termasuk dari keluarga-keluarga di Kota Pontianak yang masih menjalankan ritual ini. Lewat tulisan sederhana ini, penulis ingin membawa para pembaca untuk mengenal dan melihat persiapan salah satu tradisi yang penuh dengan makna dan tercatat sudah dilakukan sejak ribuan tahun lalu. 

Dua kali dalam setahun

Sembahyang kubur atau dalam bahasa Hakka dikenal dengan Kua Ci (掛紙) dilakukan dua kali dalam setahun, yaitu pada Festival Qingming dan pertengahan bulan 7 dalam kalender Tionghoa atau kalender Candra.

Sembahyang kubur yang pertama dilakukan selama 15 hari sebelum Festival Qingming yang tahun ini jatuh pada 4 April 2021. Sedangkan yang kedua pada bulan ke-7 (yang biasa disebut dengan Bulan Hantu) dilakukan pada tanggal 1 sampai 15 kalender Tionghoa di bulan tersebut.

Sembahyang kubur bukan hanya dilakukan di Kota Pontianak, melainkan juga di kota-kota lain di Indonesia dengan masyarakat keturunan Tionghoa. Selain di China, di negara seperti Taiwan, Thailand, Singapura, dan Malaysia juga melaksanakan tradisi ini.

Makna dari sembahyang kubur

Sembahyang kubur sendiri digunakan sebagai waktu untuk mengunjungi, membersihkan dan juga memberikan persembahan kepada roh leluhur, orang tua atau keluarga yang sudah meninggal. 

Dengan mengunjungi pemakaman keluarga yang sudah meninggal, tradisi ini juga menjadi momen yang spesial untuk berkumpul bersama seluruh anggota keluarga lainnya.

Tradisi ini juga kuat dengan ajaran keluarga Tionghoa, di mana seorang anak harus melayani dan mencukupi kebutuhan orang tuanya, selama hidup maupun setelah meninggal. "Jika tidak ada mereka, maka tidak ada kita," kira-kira seperti itu maksud dari tradisi ini. 

Orang tua akan meneruskan tradisi turun temurun ini dari satu generasi ke generasi lainnya. Misalnya terjadi di penulis, sejak kecil penulis sudah diajak untuk mengikuti dan juga mempelajari persiapan dari sembahyang kubur. 

Rangkaian prosesi sembahyang kubur dalam keluarga penulis

Kue bolu kukus mekar dan kue telur wajib dipersembahkan ketika sembahyang kubur | Foto milik pribadi 
Kue bolu kukus mekar dan kue telur wajib dipersembahkan ketika sembahyang kubur | Foto milik pribadi 

1. Persiapan

Sembahyang kubur kali ini keluarga penulis menjalankannya pada tanggal 21 Maret 2021 untuk kakek nenek dari ibu penulis dan 23 Maret 2021 untuk kakek nenek dari ayah penulis. Jauh sebelum hari yang ditentukan, keluarga sudah harus mempersiapkan setiap kebutuhan yang diperlukan.

Yang pertama adalah membeli kebutuhan seperti lilin, dupa, buah-buahan dan kebutuhan leluhur berupa duplikasi dari baju-bajuan, sepatu, baju dalam, emas, uang emas hingga kompor yang dibuat dari kertas yang nantinya akan dibakar. 

Persiapan yang kedua adalah kebutuhan yang perlu dimasak seperti seekor ayam, sepotong daging babi, tahu kuning, hingga nasi yang ditusuk dengan sumpit. Minuman seperti teh, arak dan kopi juga dipersiapkan. 

Setiap makanan yang nantinya akan dipersembahkan harus dalam suhu yang dingin sehingga biasanya dipersiapakan malam sebelumnya.

Pemakaman umum ramai dengan keluarga-keluarga yang melaksanakan sembahyang kubur | Foto milik pribadi
Pemakaman umum ramai dengan keluarga-keluarga yang melaksanakan sembahyang kubur | Foto milik pribadi
2. Bangun pagi-pagi

Walaupun tidak ada peraturan jam berapa sembahyang kubur dilakukan, namun sudah menjadi tradisi untuk sampai di pemakaman pada pagi hari sebelum matahari terbit.

Biasanya penulis akan bangun pada jam 03.30 dan membantu berbagai persiapan dan pengecekkan ulang. Ketika jam 04.30, penulis bersama keluarga besar akan berangkat ke pemakaman umum. 

Selama 15 hari sembahyang kubur, jalanan Kota Pontianak pada subuh hari akan selalu dipenuhi oleh kendaraan yang menuju pemakaman umum.

Menata persembahan bermodal cahaya dari lampu emergency | Foto milik pribadi
Menata persembahan bermodal cahaya dari lampu emergency | Foto milik pribadi

3. Bersih-bersih dan menata persembahan

Sesampainya di lokasi, keluarga penulis akan mulai membersihkan makam dari rumput-rumput yang tumbuh diatas tanah makam hingga lumpur yang berada di sekitar makam. Jika malam sebelumnya turun hujan, biasanya makam akan lebih kotor dan sulit dibersihkan.

Setelah makam sudah bersih, maka barang yang sudah disiapkan akan mulai disusun di altar makam. Penyusunan seperti lilin, dupa, makanan dan minuman serta kertas persembahan akan ditata sesuai urutan.

Bukan hanya altar leluhur, di setiap makam juga terdapat altar dewa. Dewa ini dipercayai sebagai dewa yang akan menuntun jalan datang dan pulang roh leluhur selama sembahyang kubur dilakukan. Persembahan seperti buah-buahan dan kertas sembahyang juga disiapkan di altar dewa.

4. Proses sembahyang

Setelah penataan sudah selesai, maka seluruh anggota keluarga yang datang akan berkumpul di depan altar leluhur untuk melakukan sembahyang dengan dupa yang dibakar. Selama proses penghormatan ini, anggota keluarga biasanya memanjatkan doa-doa. 

Selama sembahyang kubur, penghormatan dengan dupa akan dilakukan selama 3 kali yaitu pembuka, pertengahan, dan penutup sembahyang kubur.

Pada penghormatan yang pertama kali, anggota keluarga akan "memanggil" roh leluhur untuk datang. Penghormatan yang kedua dilakukan untuk mempersilahkan roh leluhur untuk menikmati makanan persembahan. Penghormatan yang ketiga dilakukan untuk mempersembahkan persembahan yang dibakar dan untuk pamit pulang.  

Melipat uang kertas sambil menunggu | Foto milik pribadi
Melipat uang kertas sambil menunggu | Foto milik pribadi

5. Menunggu

Setelah penghormatan yang pertama dan kedua, para anggota keluarga akan menunggu. Proses menunggu ini dipercayai untuk menunggu para roh leluhur untuk melihat anggota keluarga yang datang dan untuk menikmati makanan persembahan yang sudah diberikan.

Sambil menunggu, anggota keluarga yang datang akan mengisi waktu dengan melipat uang kertas sambil bercakap-cakap. Para penjual makanan yang menyediakan sarapan juga kadang ditemukan di sekitar pemakaman umum.

Persembahan berupa uang kertas dan duplikasi kebutuhan sehari-hari | Foto milik pribadi
Persembahan berupa uang kertas dan duplikasi kebutuhan sehari-hari | Foto milik pribadi
6. Persembahan barang-barang duplikasi dari kertas 

Setelah melakukan penghormatan dupa yang terakhir, anggota keluarga akan mulai proses selanjutnya yaitu persembahan barang-barang duplikasi dari kertas berupa baju-bajuan, sepatu hingga uang emas. Barang-barang tersebut akan disusun disebuah tempat khusus untuk dibakar. 

Doa akan dipanjatkan untuk roh leluhur agar dapat menerima persembahan tersebut yang dipercaya akan digunakan oleh roh leluhur di dunia akhirat hingga sembahyang kubur selanjutnya.

Sebelum dibakar, seluruh persembahan harus ditata dengan rapi agar dapat terbakar dengan rata | Foto milik pribadi
Sebelum dibakar, seluruh persembahan harus ditata dengan rapi agar dapat terbakar dengan rata | Foto milik pribadi

7. Membereskan barang-barang untuk persiapan pulang

Setelah persembahan dibakar, anggota keluarga akan mulai membereskan barang-barang di altar leluhur dan altar dewa. 

Kebanyakan makanan yang diberikan akan dibawa pulang dan dinikmati oleh para anggota keluarga sepulang ke rumah. Namun juga terdapat masyarakat yang pantang untuk mengonsumsi makanan bekas sembahyang.

Uniknya, terdapat kepercayaan makanan yang sudah dipersembahkan ini rasa nikmatnya akan berkurang. Seperti buah-buahan rasa manisnya akan berkurang ketika dibawa pulang.

Namun terdapat barang-barang yang tidak dibawa pulang seperti lilin yang dipercayai akan menuntun jalan roh leluhur kembali ke dunia akhirat. Satu dari setiap jenis buah-buahan yang dipersembahkan juga akan ditinggalkan di altar leluhur.

Persembahan berupa uang kertas dan duplikasi kebutuhan sehari-hari dibakar pada akhir prosesi | Foto milik pribadi
Persembahan berupa uang kertas dan duplikasi kebutuhan sehari-hari dibakar pada akhir prosesi | Foto milik pribadi

8. Proses pembakaran persembahan yang memakan waktu dan akhir dari prosesi

Biasanya proses pembakaran persembahan memakan cukup banyak waktu. Anggota keluarga harus menjaga agar seluruh persembahan terbakar dengan baik tanpa sisa. 

Jika cuaca sedang tidak baik seperti turun hujan, proses pembakaran juga akan sulit dilakukan. Sambil menunggu proses pembakaran selesai, setiap anggota keluarga akan pamit dengan roh leluhur sambil memanjatkan doa agar dilindungi dan diberkati selalu.

***

Menurut penulis, proses sembahyang kubur sendiri walaupun kental dengan ajaran agama Kong Hu Cu sekarang tidak dilakukan sebagai sebuah ritual agama namun sebagai sebuah ritual tradisi adat istidat. 

Ini dikarenakan yang terpenting dari sebuah tradisi sembahyang kubur adalah sebagai sebuah bentuk bakti, hormat, dan rasa sayang kepada anggota keluarga yang sudah meninggal.

Hal ini juga dibuktikan walaupun anggota dari sebuah keluarga tidak ada atau tidak semuanya menganut agama Kong Hu Cu, proses sembahyang kubur juga tetap dilakukan.  

Tidak dapat dipungkiri tentu beberapa bagian dari proses diatas bisa saja melanggar kepercayaan dari sebuah agama, namun dari pengamatan penulis selama ini hal tersebut tidak menjadi penghalang untuk tidak melakukan sembahyang kubur. 

Modifikasi tertentu juga dilakukan berbagai keluarga, misalnya penghormatan tanpa menggunakan dupa diganti dengan proses berdoa bersama.

Kira-kira begitulah keseluruhan proses sembahyang kubur yang dilakukan oleh keluarga penulis di Kota Pontianak dari suku Hakka. Perlu ditegaskan, biasanya setiap keluarga memiliki tradisinya masing-masing sehingga terdapat perbedaan proses hingga makna. Perbedaan lokasi, seperti kota yang berbeda, juga memiliki perbedaan ritual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun