Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Diplomasi Olahraga: Dari Diplomasi Ping-Pong hingga Kesuksesan Indonesia dalam Asian Games 2018

12 Maret 2021   15:22 Diperbarui: 13 Maret 2021   10:28 2380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Glenn Cowan yang memegang kain sutera yang dihadiahkan oleh Zhuang Zedong | Foto diambil dari LA Magazine

Bukan hanya dapat dilakukan para diplomat berjas mewah yang diutus untuk membicarakan kepentingan politik antar negara, diplomasi juga dapat dilakukan oleh mereka yang membawa nama negaranya di ajang olahraga dibawah slogan "Persahabatan Pertama, Persaingan Kedua".

Sport diplomacy atau dalam bahasa Indonesia biasa dikenal dengan diplomasi olahraga, merupakan salah satu diplomasi soft power yang fokus dalam mempengaruhi negara lain tanpa menggunakan kekerasan.

Diplomasi olahraga memiliki sepak terjang penuh dengan bukti kesuksesan sejak perlombaan antar negara pertama, yang kita kenal dengan Olimpiade, diselenggarakan di Kota Athena, Yunani pada tahun 1896. 

Dari Vladimir Putin, Nelson Mandela, Mao Zedong, Franklin D. Roosevelt hingga Joko Widodo adalah pemimpin negara yang sukses dalam menjalankan diplomasi olahraga. 

Mengutip dari salah satu aktor yang menggunakan diplomasi olahraga, yaitu Mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela:

"Olahraga memiliki kekuatan untuk mengubah dunia. Ia memiliki kekuatan untuk menginspirasi. Ia memiliki kekuatan untuk menyatukan orang dengan cara yang tidak bisa dilakukan dengan cara lain. Olahraga berbicara kepada kaum muda dengan bahasa yang mereka pahami. Olahraga bisa melahirkan harapan, dimana dulu hanya ada keputusasaan."

Berdasarkan jurnal karya Havard Mokleiv Nygard dan Scott Gates yang berjudul "Soft power at home and abroad: Sport diplomacy, politics and peace-building", olahraga dapat digunakan sebagai pembangunan perdamaian dengan empat cara:

  1. Acara olahraga dapat membangun tuan rumahnya dalam membangun citra yang ramah kepada seluruh dunia.
  2. Olahraga dapat menjadi sebuah platform untuk pertukaran budaya yang damai yang kemudian menjadi dasar untuk dialog budaya yang lebih lanjut.
  3. Acara olahraga dapat membantu negara-negara yang ikut serta membangun kepercayaan kepada satu sama lain.
  4. Kompetisi olahraga dapat membangun perdamaian melalui rekonsiliasi, integrasi dan anti-rasisme.

Didalam acara olahraga, semua peserta yang ikut serta adalah sama dan setara. Di dalam perlombaan olahraga antar negara seperti Olimpiade, kita dapat melihat puluhan negara bertanding atas nama sportivitas, keadilan dan rasa hormat sekaligus menjadi jembatan dari perbedaan ras, agama, budaya dan ideologi politik.

Seorang perempuan yang menujukkan bet ping-pong dengan gambar Richard Nixon dan Mao Zedong | Foto diambil dari Pbs.Org
Seorang perempuan yang menujukkan bet ping-pong dengan gambar Richard Nixon dan Mao Zedong | Foto diambil dari Pbs.Org

Diplomasi Ping-pong

Salah satu diplomasi olahraga yang menurut penulis unik dan juga penting hingga menjadi titik balik utama hubungan Amerika Serikat dan China adalah melalui diplomasi ping-pong.

Kesuksesaan diplomasi olahraga ini bahkan dijadikan inspirasi diplomasi dengan model serupa, seperti diplomasi hoki antara Kanada dan Uni Soviet di tahun 1972 dan diplomasi kriket antara Pakistan dan India di tahun 2011.

Sebelum diplomasi ping-pong dilaksanakan pada tahun 1971, kedua negara memiliki hubungan yang cukup buruk dimana Amerika Serikat melihat China saat itu sebagai negara agresor.

Embargo juga diterapkan oleh Amerika Serikat setelah China ikut serta dalam Perang Korea di tahun 1950. Setelah sanksi tersebut, kedua negara sama sekali tidak memiliki hubungan diplomatik.

20 tahun kemudian, China mulai melihat hubungan yang lebih dekat Amerika Serikat dapat memberikan keutungan seiringan dengan hubungan China dengan Uni Soviet yang mulai memburuk.

Sedangkan Amerika Serikat mulai berusaha mendekatkan diri dengan China sebagai pengaruh dari negosiasi kedamaian di Vietnam Utara.

Glenn Cowan yang memegang kain sutera yang dihadiahkan oleh Zhuang Zedong | Foto diambil dari LA Magazine
Glenn Cowan yang memegang kain sutera yang dihadiahkan oleh Zhuang Zedong | Foto diambil dari LA Magazine

Kejuaraan Tenis Meja Dunia di Nagoya, Jepang pada 6 April 1971 memberikan kesempatan kepada kedua negara untuk memperbaiki hubungan. Diplomasi ping-pong pun lahir karena kejadian yang tidak disengajai ketika atlet Amerika Serikat Glenn Cowan naik bus yang mengantar tim nasional China. 

Cowan dipandang aneh oleh atlet China, namun Zhuang Zedong yang merupakan atlet andalan China justru mendekati dan mengulurkan tangan. Mereka berdua kemudian mulai berbincang dengan bantuan penerjemah. 

Zhuang kemudian memberikan kenang-kenangan untuk Cowan berupa kain sutera bergambar pegunungan Huangsan di China. Cowan yang saat itu tidak dapat memberikan apa-apa, sehari kemudian membalas dengan memberikan kaos bergambar simbol kedamaian dengan tulisan "Let It Be" yang diambil dari lagu The Beatles.

Pertemuan tidak disengajai ini kemudian diabadikan dalam foto yang diambil oleh para jurnalis dan menjadi babak awal dari hubungan Amerika Serikat dan China yang membaik. 

Normalisasi hubungan kedua negara tercermin dari Amerika Serikat yang kemudian mencabut embargo terhadap China pada 10 Juni 1971 dan kunjugan Mantan Presiden Amerika Serikat Richard Nixon beserta Menteri Luar Negeri-nya Henry Kissinger ke China pada 28 Februari 1972.

Sport Diplomacy ala Indonesia dalam Asian Games 2018

Walaupun berbeda dengan diplomasi ping-pong, kesuksesan Indonesia dalam menyelenggarakan Asian Games 2018 juga termasuk dalam diplomasi olahraga. 

Penyelenggaran pertandingan olahraga besar seperti Olimpiade dan Asia Games termasuk dalam diplomasi olahraga dengan tujuan menujukkan soft power dari negara yang menjadi tuan rumah sekaligus menaikkan prestise internasionalnya. 

Penyelenggaraan ajang bergengsi yang diikuti oleh banyak negara juga menjadi ajang untuk mempromosikan budaya sekaligus pencapaian besar dalam bidang olahraga, sosial, ekonomi ataupun politik.

Walaupun terdapat dukungan dan kritik dalam penyelanggaraan Asia Games yang ke-18 di Jakarta dan Palembang, menurut penulis Indonesia sukses dalam membangun reputasi yang baik karena keberhasilannya dalam menyelenggarakan sebuah acara internasional.

Dikutip dari Republika (29/08/18), Yasuhiro Yamashita selaku Chef De Mission (CDM) Jepang menyatakan: "Saya cukup kagum sekali. Saya rasa ini bisa dijadikan contoh untuk kami yang akan menjadi tuan rumah Olimpiade di tahun 2020".

Tim Korea Bersatu di acara pembukaan Asian Games 2018 | Foto diambil dari Kompas
Tim Korea Bersatu di acara pembukaan Asian Games 2018 | Foto diambil dari Kompas

Indonesia pun sukses menjadi tuan rumah untuk salah satu momen terpenting dalam hubungan Korea Selatan dan Korea Utara. Hal ini menaikan citra Indonesia sebagai negara yang ramah dan mendukung perdamaian dan stabilitas dunia.

Dengan nama "Korea", kedua negara berbaris bersama di bawah sebuah bendera kesatuan selama upacara pembukaan dan penutupan Asian Games 2018.

Mungkin terkesan sederhana oleh masyarakat Indonesia, Asian Games 2018 merupakan salah satu momen terpenting bagi masyarakat Korea Selatan dan Korea Utara yang mendukung unifikasi kedua negara saudara tersebut. 

Diceritakan oleh teman penulis yang berkewarganegaraan Korea Selatan, ia menceritakan neneknya yang menangis terharu menonton upacara pembukaan yang diselenggarakan di Gelora Bung Karno, Jakarta.

Momen penting ini juga ditambah dengan tayangan yang memperlihatkan Perdana Menteri Korea Selatan Lee Nak-yon yang bergandengan tangan dengan Wakil Perdana Menteri Korea Utara Ri Ryong-nam. 

Lee Nak-yon dan Ri Ryong-nam yang bergandengan tangan ketika menyambut parade Korea di Asian Games 2018 | Foto diambil dari CNBC Indonesia
Lee Nak-yon dan Ri Ryong-nam yang bergandengan tangan ketika menyambut parade Korea di Asian Games 2018 | Foto diambil dari CNBC Indonesia

*

Bersama dengan makanan dan hewan nasional, olahraga juga dapat menjadi bagian dari kebijakan politik luar negeri sebuah negara. Penyelanggaran perlombaan olahraga seperti Asia Games ke-18 yang diselenggarakan oleh Indonesia bagaikan sebuah "safe haven" atau tempat berlindung yang aman bagi seluruh negara di dunia. 

Sumber: 1,2, 3, 4, 5, dan 6

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun