Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Femisida: Ketika Perempuan Dibunuh karena Ia Perempuan

10 Maret 2021   16:43 Diperbarui: 26 April 2022   05:00 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratusan pasang sepatu wanita berwarna merah dipajang sebagai bentuk protes kekerasan gender dan femisida di Meksiko| Foto diambil dari NBCNews

Irma Quesada, seorang wanita yang mengikuti demonstrasi setelah putrinya yang berusia 12 tahun masih dalam proses pemulihan di rumah sakit setelah diperkosa dan ditikam wajahnya oleh seorang pria berusia 45 tahun. Walaupun pria tersebut ditahan di penjara dalam 1 minggu, pihak berwenang menyatakan kemungkinan pria tersebut tidak dapat dijatuhkan hukuman penjara karena kurangnya bukti. Quesada menyatakan, "Aku di sini agar suaraku didengar, agar keadilan ditegakkan. Kemarin itu putriku, besok bisa jadi anak perempuan lain".

Demonstrasi ini pun bukan pertama kalinya terjadi, sebagaimana diungkap oleh para aktivis yang menilai demonstrasi adalah cara satu-satunya agar mendapatkan perhatian dari pemerintah. Dikutip dari Kompas (09/3/21), demonstrasi yang berakhir bentrokan setelah para demonstran berusaha merobohkan dinding logam sekitar 62 petugas dan 19 warga sipil terluka.

*

Sebagai perempuan, penulis merasakan sendiri bagaimana rasanya selalu hidup didalam rasa ketakutan karena penulis adalah perempuan. Lucu sekaligus miris dan menyeramkan, mungkin salah satu ingatan penulis ketika berumur 8 tahun adalah dikejar, dipeluk hingga dipukul oleh pria dengan gangguan jiwa (ODGJ). 

Ketakutan ini pun sepertinya tanpa akhir.  Nasihat seperti mencari pasangan yang tidak 'main tangan' hingga cara mengidentifikasi toxic relationship pun kerap penulis terima. 

Kekerasan terhadap perempuan setiap harinya terus meningkat. Femisida sebagai puncaknya pun bukan hanya menjadi ancaman, bahkan menjadi akhir cerita dari kehidupan ratusan hingga ribuan perempuan di seluruh dunia. 

Sumber: 1, 2, 3, 4, 5 dan 6

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun