Dikutip dari Komnas Perempuan, sepanjang tahun 2019 terdapat 145 kasus femisida yang diliput oleh media massa. Dari 145 kasus tersebut, 48 kasus dilakukan oleh suami korban, 19 kasus dilakukan oleh teman korban, 13 kasus oleh pacar korban, 7 kasus oleh kerabat dekat dan 21 kasus tidak diketahui.
Sedangkan faktor-faktor penyebab femisida menurut Komnas Perempuan antara lain adalah ketersinggungan maskulinitas, kemarahan ketika didesak untuk bertanggung jawab atas kehamilan, menghindari tanggung jawab materi, kecewa ditolak cinta, cemburu, memaksa pelayanan maupun pemenuhan transaksi sesual, konflik rumah tangga, tidak mau dicerai hingga melakukan perlawanan ketika diperkosa.
Media massa dan femisida
Mungkin Anda pernah membaca berita sadis seperti: perempuan yang dimutilasi oleh pacarnya, dibakar, diperkosa sebelum dan/atau setelah tewas, dirusak wajah atau organ seksualnya ataupun kasus dimana pelaku menelanjangi korban setelah korban tewas.
Miris, kasus tersebut kerap dibahas sebagai kasus pembunuhan biasa bahkan dengan embel-embel "balas dendam", padahal kasus tersebut adalah bagian dari femisida. Kasus femisida adalah kasus serius yang justru kurang mendapat perhatian publik sekaligus media massa.
Dikutip dari artikel Jakarta Post yang berjudul "What's missing from media reports on femicide?" karya Andi Misbahul Pratiwi, media yang memberitakan kasus femisida kerap menyalahkan korban sekaligus membenarkan tindakan pelaku yang tercermin dari judul berita seperti: "Minta Cerai, Ditembak Suami" atau "Tidak Boleh Bermain Ponsel, Suami Bunuh Istri".Â
Menurut penulis, pengunaan judul ini mungkin berhubungan erat dengan pengunaan judul yang clickbait. Jika Anda penasaran dan ingin membuktikan, judul-judul tersebut mudah ditemukan ketika Anda mencari di mesin pencari dengan kata kunci "istri dibunuh suami".Â
Bukan hanya dalam judul, ditemukan bahwa media kerap membangun cerita dengan dalih "cinta", "melindungi", "tertekan", "cemburu", ataupun "lepas kendali". Hal ini tentu salah, alasan apapun tidak dapat meringankan hukuman kepada pelaku yang melakukan femisida dan mewajarkan pembunuhan.
"Kemarin itu putriku, besok bisa jadi anak perempuan lain"
Dikutip dari BBC (9/03/21), demonstrasi yang dilakukan oleh para aktivis di Meksiko dalam rangka merayakan Hari Perempuan Internasional berakhir ricuh. Demonstrasi yang berlangsung di alun-alun The Zocalo, Mexico City dilaksanakan dengan tujuan menekan pemerintah Meksiko untuk menindaklanjuti tinggi kasus pembunuhan atas perempuan di Meksiko serta kekerasan berbasis gender yang terus meningkat.
Bukan hanya para aktivis, ribuan ibu-ibu beserta anak perempuan mereka juga mengikuti demonstrasi tersebut setelah pemerintah mengeluarkan data dimana pada tahun 2020 terdapat 939 perempuan yang menjadi korban femisida.
Menarik perhatian, seorang anak perempuan membawa poster yang tertulis "Mereka belum membunuh saya, tapi saya hidup dalam ketakutan".