"Sebagai perempuan, penulis merasakan sendiri bagaimana rasanya selalu hidup didalam rasa ketakutan karena penulis adalah perempuan."
Hampir setahun pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat. Data ini disampaikan oleh Pribudiarta Nur Sitepu selaku Sektretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dimana ia menyatakan bahwa kasus meningkat 5 kali lipat.
Data tersebut menyatakan sebelum pandemi, yaitu 1 Januari sampai 28 Februari 2020, terdapat 1.913 kasus kekerasan terhadap perempuan. Setelah pandemi, yaitu 29 Februari sampai 31 Desember 2020, terdapat 5.500 kasus. Bentuk kekerasan terbanyak adalah kekerasan yang terjadi didalam rumah tangga (KDRT).
Dikutip dari Kompas (10/03/21), peningkatkan kasus ini disebabkan oleh akses ketidakpastian ekonomi, kehilangan pekerjaan, kondisi tempat tinggal yang terlalu pedat (karena pembatasan aktivitas di luar rumah) dan juga beban rumah tangga yang menjadi lebih tinggi selama pandemi Covid-19.
Angka tersebut tentu mencengangkan sekaligus menjadi bukti kekerasan terhadap perempuan yang terus meningkat setiap tahunnya di Indonesia. Perlu ditekankan, angka tersebut hanyalah kasus yang dilaporkan kepada KPPPA dan belum termasuk kasus yang dilaporkan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) ataupun tidak dilaporkan sama sekali.
Femisida sebagai puncak dari kekerasan kepada perempuan
Kekerasan terhadap perempuan yang tidak dilaporkan dan diselesaikan kerap kali berkembang menjadi femisida. Femisida adalah istilah untuk kejahatan rasial berbasis gender, yang secara luas didefiniskan sebagai "pembunuhan yang disengaja terhadap perempuan atau anak perempuan karena mereka perempuan".
Femisida adalah gabungan dari kata Latin femina yang berarti perempuan dan genosida yang berarti pembunuhan besar-besaran secara sistematis terhadap sekelompok orang.
Femisida juga dibedakan dengan pembunuhan biasa karena mengandung ketidaksetaraan gender, penindasan, perendahan dan kekerasan terhadap perempuan. Femisida juga dianggap sebagai "puncak dari kekerasan berbasis gender kepada perempuan".
Pelaku kebanyakan adalah orang yang dekat dengan korban
Walaupun biasanya terdapat mitos dimana perempuan paling tidak aman berada di luar rumah atau bersama dengan orang yang dikenal, femisida justru terbanyak terjadi didalam rumah dan dilakukan oleh orang terdekat.