Seiring dengan semakin populernya budaya Korea Selatan yang dipromosikan lewat Hallyu atau Korean Wave, bukan hanya membawa musik K-Pop dengan idol berwajah menarik ataupun K-Drama dengan aktor dan aktris yang selalu membuat penasaran ke Indonesia.Â
Makanan Korea Selatan pun ikut populer dan semakin mudah ditemukan di Indonesia.
Berbicara mengenai pengalaman pertama mencoba makanan Korea Selatan, penulis masih mengingat dengan jelas pengalaman tersebut. Saat itu, tepatnya 5 tahun yang lalu, penulis adalah seorang mahasiswi dari Kalimantan yang merantau ke Karawaci, Tangerang.
Ketika sedang menonton K-Drama untuk membuang penat di akhir minggu, penulis tertarik dengan sebuah makanan yang ditampilkan di drama tersebut. Adalah sundubu-jjigae makanan Korea Selatan yang pertama kali penulis coba.Â
Penulis pun jatuh cinta pada sendokan pertama, bagaikan aktris di K-Drama yang cinta pada pandangan pertama.
Walaupun begitu, selayaknya seorang anak rantau penulis mengalami culture shock. Itu terjadi ketika si pramusaji dari restoran tersebut terus membawa makanan di piring kecil yang tidak penulis pesan.Â
Takut terkesan norak, penulis pun diam saja berharap uang yang dibawa cukup. Ternyata makanan tersebut atau yang biasa disebut dengan banchan diberikan secara gratis, bahkan diperbolehkan untuk di-refill.
Penulis pun bingung sambil berpikir, "Kenapa mereka memberikan banyak makanan gratis di piring kecil ini? Apa mereka tidak rugi memberikan makanan gratis bahkan boleh di-refill sepuasnya?" sambil menikmati banchan yang telah disajikan.Â
Di restoran makanan Korea Selatan selain banchan juga menyajikan minuman teh barley dan buah semangka sebagai makanan penutup yang diberikan secara gratis.Â
Apa itu banchan?Â
Banchan adalah lauk-pauk kecil sampingan yang disajikan di piring-piring kecil bersama dengan makanan berat Korea Selatan. Berbagai jenis banchan pun tersedia dari yang berbahan dasar sayuran hingga hasil laut, namun yang paling umum dan selalu ada adalah kimchi.Â
Sedangkan banchan favorit penulis adalah sigeumchi-namul (bayam rebus yang dibumbui dengan minyak wijen dan bawang putih) dan musaengchae (lobak mentah yang dibumbui dengan bubuk cabai).
Jika Anda pernah mengunjungi restoran yang menyajikan makanan Korea Selatan, sebelum makanan yang dipesan datang maka pramusaji akan memberikan banchan terlebih dahulu.Â
Sebenarnya banchan harus dimakan bersama dengan makanan utama, namun penulis biasanya menjadikannya sebagai makanan pembuka karena rasa lapar.Â
Banchan disajikan dalam porsi kecil dengan tujuan agar dihabiskan setiap kali makan dan dapat diisi kembali jika tidak cukup. Oleh karena itu banchan selalu disajikan di piring kecil. Beberapa restoran di Indonesia memperbolehkan refill banchan, namun ada juga yang tidak memperlakukannya.
Tradisi yang pada 57 Sebelum Masehi
Banchan adalah sebuah budaya makan Korea Selatan yang kaya akan sejarah, jauh bahkan saat Korea Selatan sendiri pun belum terbentuk.Â
Banchan dipercaya merupakan hasil dari pengaruh penganut agama Buddha pada periode Tiga Kerajaan Korea (57 SM -- 668 M) dengan larangan konsumsi daging dan makanan secukupnya tanpa menyisakan sisa makanan.Â
Seiringnya perubahan agama yang dianut oleh raja, dari Buddha menjadi Konfusianisme, larangan tersebut pun diakhiri. Walaupun begitu, larangan tersebut sudah menghasilkan sebuah budaya makan dengan prosi sedikit dan berbahan dasar nabati atau sayuran yaitu banchan.
Mungkin sama dengan di Indonesia bagaimana beda daerah memiliki ragam makanan yang berbeda, begitu juga di Korea Selatan. Walaupun jenis banchan-nya sama, setiap daerah bahkan setiap koki memiliki resepnya masing-masing sehingga rasanya pun berbeda-beda. Banchan juga biasanya dibuat sesuai dengan sayuran yang sedang musim saat itu.
Banchan sebagai simbol kekayaan
Timbul pertanyaan mengapa harus banyak jenis banchan? Kenapa tidak satu atau dua jenis saja yang disediakan di restoran makanan Korea Selatan? Ternyata banchan disajikan dalam jumlah yang besar dulu dijadikan sebagai simbol kekayaan selama sejarah kerajaan Korea dulu.
Semakin banyak banchan yang disediakan, maka menjadi simbol semakin kaya seseorang. Mungkin tradisi ini masih dijalankan oleh restoran makanan Korea Selatan dengan maksud menjamu pengunjungnya bagaikan seorang raja. Sekarang, semakin formal sebuah acara maka semakin banyak banchan yang disajikan.
Banchan sebagai simbol kekayaan pun dapat kita lihat dalam tradisi Masakan Istansi Dinasti Joseon atau dalam bahasa Korea Selatan disebut Joseon Wangjo Gunjung Yori. Hidangan istana yang masih dapat dinikmati hingga sekarang adalah sebuah kuliner tradisional yang dikonsumsi oleh keluarga Dinasti Joseon (Tahun 1392 -- 1910).
Hidangan istana yang mewah ini bukan hanya menyajikan makanan utama yang dimasak dari bahan terbaik, tetapi juga banchan dalam jumlah yang fantastis.Â
Jika Anda pernah menonton drama Korea Selatan yang menceritakan kehidupan kerajaan (biasa disebut Saguek), mungkin Anda pernah melihat bagaimana anggota kerajaan dijamu dengan banyak makanan.
Dalam hidangan istana ini, minimal makanan pendamping atau banchan yang harus disediakan adalah 12 macam. Ketika terdapat acara khusus seperti Tahun Baru Imlek, jenis makanan dapat mencapai 34 bahkan lebih dari itu.
Bukan hanya di restoran ataupun di istanaÂ
Untuk masyarakat biasa selain anggota kerajaan, biasanya banchan yang disediakan lebih sedikit. Jadi, bukan hanya di restoran atau di istana saja tetapi juga masyarakat biasa juga menikmati makanannya dengan berbagai macam banchan.
Pengaturan meja makan Korea Selatan disebut dengan bansang, yang terdiri dari bap (nasi), gup atau tang (sup), gochujang, jjigae, dan kimchi. Nama dari pengaturan meja pun disesuaikan dengan seberapa banyak banchan, misalnya 3 cheop, 5 cheop, 7 cheop, 9 cheop atau 12 cheop (yang merupakan jumlah minimal di meja makan anggota kerajaan).
Dalam budaya Korea Selatan, banchan harus disediakan dalam jumlah ganjil. Ini dikarenakan jumlah genap dianggap sebagai sebuah kesialan, walaupun begitu untuk anggota kerajaan justru harus disediakan dalam jumlah genap.
*
Dimulai dari tradisi yang lahir dari 57 SM, banchan hingga sekarang pun masih disediakan. Tidak perlu jauh-jauh ke Korea Selatan, di Indonesia pun khususnya di kota-kota besar Anda dapat merasakan dijamu bagai raja dengan berbagai macam banchan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H