Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Rasisme dan Kekerasan Anti-Asian Terus Meningkat di Amerika Serikat?

23 Februari 2021   15:45 Diperbarui: 31 Maret 2021   10:56 2096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demonstrasi terhadap tindakan rasisme anti-Asian di Amerika Serikat | Foto diambil dari The New York Times/Jim Wilson

Beberapa waktu ini, masyarakat Amerika Serikat digemparkan dengan seubah video hasil rekaman CCTV yang memperlihatkan bagaimana seorang wanita keturunan Asia berumur 52 tahun didorong oleh seorang lelaki berumur 47 di New York, Amerika Serikat.

Anak perempuan dari wanita tersebut menulis di Facebooknya, bagaimana ibunya didorong dengan kencang ketika mengantre di depan toko roti hingga kepalanya terbentur tempat koran yang dibuat dari logam dan pingsan. Ibunya harus mendapatkan 5 jahitan di dahinya dan menghabiskan waktu 5 jam di ruang operasi.

Pada hari yang sama dan terjadi di New York, seorang wanita berusia 71 tahun keturunan Asia ditampar wajahnya saat berada di kereta dan seorang wanita berusia 68 tahun juga dipukul di bagian belakang kepalanya. 3 wanita ini memiliki latar belakang yang sama, yaitu masyarakat Amerika Serikat keturunan Asia.

Kejadian yang terjadi pada 16 Februari 2021 ini mendapatkan banyak kecaman dari masyarakat Amerika Serikat, khususnya mereka yang keturunan Asia atau biasa disebut Asia American. 

Sayangnya kejadian ini bukanlah kejadian pertama yang menunjukkan semakin meningkatnya rasisme dan kekerasan yang dialami oleh Asia American di Amerika Serikat. Kepolisian setempat pun tidak menyelidiki kasus ini sebagai kejahatan rasial dan pelaku dibebaskan dengan jaminan.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Stop AAPI (Asian Americans and Pacific Islanders) Hate terdapat 2.800 kasus anti-Asian terjadi dari Maret hingga Desember 2020. 

Walaupun kasus rasisme kerap terjadi di Amerika Serikat, kasus ini terus meningkat beberapa tahun terakhir. Kepolisian New York mencatat kenaikan sebanyak 1.900% kasus kebencian anti-Asian di tahun 2020.

Sekitar 20 juta orang atau 6% dari populasi Amerika Serikat adalah orang Asia, termasuk Asia American, serta imigran dari seluruh Asia yang bekerja disana. Kerap di sama ratakan, padahal mereka berasal dari beragam etnis, negara, dan latar belakang serta memegang identitas politik yang berbeda.  

Kartun The Yellow Terror in all His Glory (1899) mengambarkan seorang lelaki China berdiri diatas wanita kulit putih | Foto diambil dari thesocietypages.org
Kartun The Yellow Terror in all His Glory (1899) mengambarkan seorang lelaki China berdiri diatas wanita kulit putih | Foto diambil dari thesocietypages.org
Sebuah peninggalan sejarah

Sentimen anti-Asian di Amerika Serikat terjadi bahkan jauh sebelum kasus diatas terjadi, yaitu tepatnya diawali pada tahun 1860-an. 

Cukup unik menurut penulis, sentimen ini timbul berasal dari para pedagang, misionaris dan diplomat Amerika yang mengirimkan laporan ke kampung halaman dari China. Laporan ini berisi bagaimana masyarakat China yang mereka temui memiliki sifat yang buruk dan memperlakukan mereka dengan negatif.

Laporan ini kemudian berubah menjadi sebuah sentimen anti-China diantara mereka yang hanya membaca laporan tersebut. Sebuah kiasan rasis kental akan xenophobia yaitu Yellow Peril atau Bahaya Kuning pun berkembang, menggunakan cerita bagaimana orang-orang Asia Timur adalah sebuah marabahaya bagi dunia Barat.

Sekarang, mereka yang bukan keturunan China pun menjadi korban dari sentimen ini di Amerika Serikat namun juga terjadi kepada mereka yang keturunan Asia. Salah satunya adalah Vicha Ratanapakdee, seorang lelaki berusia 84 tahun. 

Ratanapakdee yang merupakan seorang imigran dari Thailand saat itu sedang menikmati jalan paginya di sekitar tempat tinggalnya di San Fransisco. Nahas, Ratanapakdee kemudian didorong oleh seorang lelaki berusia 19 tahun dan menyebabkan pendarahan otak yang merengut nyawanya.

Kicauan Trump yang menyebut Covid-19 sebagai Chinese Virus | Foto diambil dari The Atlantic
Kicauan Trump yang menyebut Covid-19 sebagai Chinese Virus | Foto diambil dari The Atlantic

Trump, Chinese Virus, Wuflu dan Kung Flu

Salah satu alasan meningatnya sentimen yang menyebabkan tindakan rasisme hingga kekerasan yang dialami oleh keturunan seluruh Asia adalah dikarenakan merebaknya pandemi Covid-19. 

Dikutip dari wawancara BBC dengan Kimberly Ha, seorang perempuan 38 tahun keturunan China dan Kanada, dimana ia menceritakan bagaimana ia diteriaki ketika ia sedang berjalan dengan anjingnya di New York. 

"Saya tidak takut pada orang-orang China yang radiokatif. Kalian tidak boleh berada disini, keluar dari negara ini, saya tidak takut dengan virus yang kalian bawa", begitulah kalimat yang dilontarkan kepada Kimberly dari orang yang tak ia kenal.

Kimberly Ha bukanlah satu-satunya yang merasakan perbedaan perlakuan ini setelah merebaknya virus yang disebut-sebut berasal dari Wuhan, China ini. Walaupun bukan alasan tunggal, pandangan Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ikut meningkatkan sentimen anti-Asian. 

Ketika kasus covid-19 mulai meruak di Amerika Serikat, Trump berulang kali menyebut virus ini sebagai Chinese Virus yang menurut para pengamat tidak membedakan antara China, pemerintah China ataupun mereka yang keturunan China.

Bagaimana sebutan Chinese Virus tidak adil dan menstigmatisasi, Trump tetap menggunakan penyebutan sebutan dengan alasan karena pemerintah China menyalah virus tersebut berasal dari tentara Amerika Serikat.

Seperti menuangkan minyak tanah dalam api, tindakan Trump ini semakin membakar sentimen anti-Asian dan menganggap tindakan rasisme adalah hal yang tepat dilakukan. 

Keadaan semakin buruk dengan pandemi yang kian memburuk ditambah dengan permasalahan ekonomi yang menyebabkan kelelahan fisik dan mental, walaupun menurut penulis alasan ini tidak membenarkan tindakan tersebut.

Dalam beberapa kasus dilaporkan bahwa pelaku mengulangi sebutan yang dibuat oleh Presiden Trump.  Selain Chinese Virus, Trump juga kerap menyebut virus Covid-19 ini dengan nama buatannya seperti Wuhan Virus, Wuflu hingga Kung Flu (dari seni bela dari Kung Fu yang berasal dari China).  

Hasil rekaman CCTV ketika seorang wanita 52 tahun keturunan Asia didorong oleh pria 47 tahun | Foto diambil dari The Sun
Hasil rekaman CCTV ketika seorang wanita 52 tahun keturunan Asia didorong oleh pria 47 tahun | Foto diambil dari The Sun

Sebuah solusi?

6 hari setelah Presiden Amerika Serikat Joe Biden menjabat, ia menandatangani sebuah memorandum yang isinya mengutuk seluruh tindakan rasisme, xenophobia dan intoleransi terhadap AAPI. 

Walaupun secara tersirat, Biden juga mengecam tindakan Trump selaku pemimpin politik yang selama ini mereferensikan Covid-19 berdasarkan lokasi geografis asalnya yang kemudian memicu ketakutan tidak berdasar dan mengembangkan sebuah stigma yang rasis.

Kasus rasisme dan kekerasan anti-asian pun mulai mendapatkan perhatian masyarakat Amerika Serikat hingga masyarakat internasional. Artis dari Amerika Serikat pun mulai menyebarkan sekaligus meningkatkan kesadaran betapa merusaknya tindakan rasisme ini, seperti Olivia Munn, Henry Golding, Daniel Dae Kim, Daniel Wu, Gemma Chan, Simu Liu, hingga Chloe Bennet.

Menutup artikel ini, menurut penulis rasisme anti-Asian ini jika dibiarkan akan menjadi sebuah babak baru setelah rasisme kepada Afrika-Amerika di Amerika Serikat. 

Walaupun berbeda latar belakang, rasisme kepada Afrika-Amerika yang memiliki kulit hitam hingga sekarang pun masih kerap terjadi. Sebagai wakil rakyat, kebijakan yang tepat sasaran sangat diperlukan dalam menyelesaikan atau setidaknya mengurangi kasus rasisme Anti-Asian.

Sumber: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8

Baca juga: Soul Food: Saksi Bisu Perbudakan Etnis Afrika-Amerika di Amerika Serikat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun