Bagaikan sahabat lama yang sekarang lebih sering menghabiskan waktu dengan teman barunya, China melihat apabila hubungan Myanmar dengan Amerika Serikat akan semakin lengket maka akan menjadi sebuah ancaman. Aung San Suu Kyi yang terus mendapatkan dukungan dari masyarakat yang rindu akan demokrasi mulai membuat militer Myanmar kewalahan. Ditambah dengan Amerika Serikat yang terus "menganggu" anggota militer Myanmar dengan serangkaian sanski ekonomi perorangan.
Bagaikan peribahasa “musuh dari musuhku adalah temanku”, hubungan ketiga negara (termasuk militer vs demokrasi di dalam Myanmar) ini kusut terikat beserta kepentingannya masing-masing. Hanya menunggu waktu saja, apakah China bersama Rusia akan menyetujui pernyataan PBB atau justru kembali menggunakan hak vetonya seperti pada tahun 2007 dan 2017.
Baca juga: Mengapa Kudeta Kerap Terjadi di Myanmar dan Thailand?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H