Lain kali ketika Anda sedang menikmati semangkok mi instan, ingatlah bahwa sebenarnya Anda sedang menyeruput sebuah potongan kecil dari sejarah dan misi Momofuku Ando untuk membantu masyarakat Jepang melewati krisis kelaparan. Â
Siapa yang tidak pernah menikmati mi instan? Mi instan kerap dihubungkan dengan anak-anak kos yang kelaparan di akhir bulan, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Mi instan menjadi pilihan yang cepat dengan harga yang murah untuk menikmati tekstur mi yang kenyal dengan rasa bumbu yang gurih. Sulit untuk bosan dengan mi instan, apalagi dengan pilihan rasa yang beragam dan tambahan topping sesuai selera.
Akibat buruk kepada kesehatan juga kerap menjadi perbincangan masyarakat, diikuti dengan larangan konsumsi berlebihan oleh para ahli gizi di Indonesia. Apalagi dengan pembahasan mi instan yang mengandung lilin yang beredar di masyarakat dan sudah dipastikan adalah hoaks oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Mi instan yang dipandang sebelah mata sebagai makanan rendahan sebenarnya dibuat dengan tujuan yang mulia. Penemu mi instan adalah Momofuku Ando dengan ambisi kuatnya membantu tanah kelahirannya untuk melewati momen tergelap dalam sejarah Jepang. Â
Siapa Momofuku Ando?
Momofuku Ando lahir pada 5 Maret 1910 di Taiwan (yang saat itu masih dibawah jajahan Jepang) dengan nama Go Peh-hok. Setelah Perang Dunia II, Ando dipertemukan dengan dua pilihan untuk menjadi warga negara Taiwan atau menjadi warga negara Jepang. Ia memilih pilihan pertama, tetapi tetap tinggal di Jepang.
Ando kemudian dipenjara selama dua tahun pada tahun 1948 karena melakukan penggelapan pajak perusahaannya yang fokus memproduksi pakaian. Setelah keluar dari penjara, Ando kehilangan perusahannya dan membangun perusahan baru dengan nama Nissin di Osaka. Perusahaan Nissin menjadi awal mula mi instan awalnya hanya sebuah perusahaan kecil yang memproduksi garam.
Krisis kelaparan pasca Perang Dunia II di Jepang
Perang Dunia II diakhiri dengan dijatuhinya dua bom atom yaitu Little Boy di Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan Fat Man di Nagasaki 9 Agustus 1945 oleh pasukan Sekutu. Setelah Jepang menyerah, Jepang resmi diduduki oleh pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Amerika Serikat dari tahun 1945 hingga 1952.
Pada masa Perang Dunia II , masyarakat Jepang sebenarnya sudah mengalami krisis kelaparan karena pemerintah yang saat itu hanya berfokus untuk kepentingan militer. Dimulai pada tahun 1940, pemerintah Jepang menetapkan sistem penjatahan makanan perorangan, seperti sayuran, gula, makanan laut, produk susu, dan beras.
Krisis kelaparan semakin memburuk dengan keadaan pasca perang yang sulit dan membawa dampak buruk secara politik, sosial dan tentunya ekonomi. Masyarakat Jepang berusaha bertahan di kondisi yang serba sulit. Banyak keluarga yang kehilangan mata pencahariannya ataupun anggota keluarganya karena perang ini.