Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pedagang Kaki Lima dari Singapura Menjadi Warisan Budaya UNESCO, Apa yang Spesial?

21 Desember 2020   20:13 Diperbarui: 22 Desember 2020   01:19 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alasan dibangunnya hawker centre

Pembangunan pusat jajanan ini oleh pemerintah Singapura memiliki 2 alasan, yaitu: untuk menjaga kebersihan dan agar enak dipandang. Tidak dapat dipungkiri untuk pedagang kaki lima salah satu masalah utama yang menjadi ancaman untuk masyarakat adalah tingkat kebersihan yang buruk. 

Kebersihan buruk ini bisa saja terjadi karena air yang tidak bersih, peralatan penyimpanan yang tidak memadai ataupun pembuangan sampah yang tidak tepat. 

Selain itu, pengelolaan yang tidak teratur seringkali menjadi masalah untuk kerapian kota, sekaligus menghalangi lalu lintas dan juga arus pejalan kaki karena kerap menggunakan trotoar pejalan kaki.

Kebersihan menjadi tuntutan penting dari pemerintah untuk dapat mendapatkan izin menjual disana. Setiap kios di hawker centre diberi nilai berdasarkan kebersihan makanan, kebersihan dan kerapian kios. 

Nilai ini juga harus dipajang dengan mencolok di depan masing-masing kios, guna membantu pembeli dapat memilih dengan tepat dan mendorong penjual untuk meningkatkan kebersihan kiosnya.

Maxwell Food Centre di Singapore | Foto dari South China Morning Post/Handout
Maxwell Food Centre di Singapore | Foto dari South China Morning Post/Handout

Awalnya dipandang sebelah mata, sekarang menjadi sebuah budaya

Pedagang kaki lima yang awalnya hanya menjual makanan di hawker centre untuk menyambung hari, berevolusi menjadi sebuah budaya Singapura sebagai negara multi-kultural. 

Di hawker centre, terdapat makanan yang berasal dari budaya Tionghoa, India, Melayu, dan budaya lainnya yang dibawa ke Singapura yang menjadi sebuah melting pot. 

Penyesuaian dilakukan dari pertemuan beberapa budaya ini dan disajikan lewat hidangan makanan dengan selera lokal, harga terjangkau dan mudah ditemukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun