Dampaknya, kebijakan ini semakin mendorong tumbuhnya berbagai macam produk-produk perbankan syariah. Kini masyarakat sudah sangat akrab dengan Bank Syariah, Asuransi Syariah, Pasar Modal Syariah, Reksadana Syariah, Obligasi Syariah, Pegadaian Syariah hingga Baitul Mal wat Tamwil (BMT).
Sistem yang transparan, jujur dan halal yang menjadi landasan keuangan syariah menjadi alasan kenapa masyarakat kini ramai-ramai beralih ke layanan ini. khabar baiknya, bukan hanya umat muslim saja, produk keuangan syariah juga digemari oleh masyarakat non-muslim.
Untuk sektor indutri farmasi dan kosmtetik, total pembelajaan dunia Islam di sektor ini sebesar 78 milliar dollar AS (7% dari pasar global) sedangkan Indonesia dalam industri ini mencapai 5 milliar dollar AS.
Secara legalitas, di negara kita sudah mempunyai undang-undang yang mengatur tentang produk halal yakni UU No 33 Tahun 2014. Namun, oleh banyak pihak sejak disahkan 3 tahun lalu, dampak kehadirannya masih belum bisa dirasa. Padahal UU ini diharapkan dapat menjadi payung hukum dari semua regulasi halal.
Menggarisbawahi pendapat  Ekonom Core Indonesia, Akhmad Akbar Susamto, potensi besar industri halal Indonesia masih menemui banyak kendala.Â
Pertama, peluang bisnis industri halal belum didasari banyak pihak maupun regulator. Hal ini terlihat dari masih parsialnya dorongan pemerintah atas industri halal di tanah air. Dorongan pemerintah belum bisa menyeluruh menyentuh semua sektor. Saya setuju, setidaknya ini terlihat dari 6 sektor GEIE Indonesia baru nampak di dua sektor saja.
Kedua, pengembangan industri halal masih terkendala terbatasnya supply bahan baku yang memenuhi kriteria halal. Pasokan bahan baku halal masih sekitar 37 % dari total kebutuhan yang mencapai USD 100 miliar. Bahkan untuk produk indutri farmasi dan kosmtetik jumlahnya jauh lebih kecil, yakni sebesar 18 % dari kebutuhan yang mencapai USD 56 miliar.
Ketiga, selain infrastruktur yang belum memadai, pemahaman tentang indutri halal juga masih terbatas pada sejumlah produsen saja. Bagi masyarakat, itu mamsih mempersulit jaminan bahwa seluruh mata rantai produksi barang telah benar-benar halal.
Keempat, terdapat perbedaan standarisasi dan sertifikasi produk halal. Ada lebih dari 400 lembaga sertifikasi halal yang tersebar di berbagai negara. Bahkan bisa jadi di beberapa negara terdapat lebih dari satu lembaga sertifikasi. Masalahnya tidak semua lembaga tersebut memiliki kriteria yang sama dalam menetapkan kehalalan suatu produk.
Melihat potensi, saya berkayakinan bahwa 3-5 tahun mendatang Indonesia menjadi pemain penting di industri halal ini. Untuk itu, Indonesia membutuhkan roadmap sesegera mungkin sebagai guidance untuk semua stake holder dalam menumbuhkan industri halal dalam negeri. Dengan adanya roadmap ini industri halal dalam negeri akan terarah.