Mohon tunggu...
Diyah Sulistiyowati
Diyah Sulistiyowati Mohon Tunggu... -

Berbagi ilmu menjadi salah satu caraku beramal.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjadi Guru Memang Pilihanku

17 Oktober 2014   21:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:38 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Banyak murid saya yang mengaku tidak menyukai matematika. Bahkan ada yang terang-terangan mengatakan kepada saya matematika itu sulit. Saya mencoba berbesar hati. Saya yakin saya tidak sendirian. Banyak guru matematika lain yang juga mengalami hal yang sama. Saya mencoba berkonsultasi kepada guru yang lebih berpengalaman. Saya mencoba belajar untuk menghadapi siswa dengan berbagai tipe, kepribadian dan latar belakang. Kalau ingin sukses, saya harus belajar bagaimana cara menjadi guru yang baik. Saya punya misi, anak didik saya harus ada yang berhasil, harus punya pandangan yang luas dan punya motivasi yang tinggi.

Saya ingat, saya pernah bertanya kepada salah satu murid saya.

"Kemarin kamu tidak ikut pelajaran saya. Apa kamu sakit?"

"Mboten bu, pesenane lading kathah. Nglembur ndmel lading bu...", jawabnya. Dalam bahasa Indonesia jawabannya bisa diartikan demikian, " Tidak bu. Pesanan pisau saya banyak. Saya lembur buat pisau bu...".

Saya lalu hanya terdiam. Saya tidak bisa marah. Kenyataanya memang seperti itu. Di sekolah tempat saya mengajar waktu itu, Sebagian  anak yang sekolah memang punya beban yang tidak ringan. Alasan ekonomi. Bahkan banyak diantaranya yang lalu tidak betah dan memilih putus sekolah. Saya hanya berpikir, mau bernagkat saja sudah untung. Terus terang, saya waktu itu memang hanya bisa berdoa saja. Mudah-mudahan rejeki keluarganya lancar. Dia bisa terus sekolah tanpa harus ikut bekerja.

Setelah saya pindah tugas mengajar, ternyata saya menemui hal yang sama. Seorang siswa nilai ulangannya sangat rendah jika dibandingkan teman-temannya. Lewat wali kelasnya, sayamencoba mencari informasi. Wali kelas tersebut membantu saya. Dia mencoba mencari tahu kenapa nilai anak tersebut sangat rendah. Ternyata jawabnnya pendek dan membuat saya sedikit "panas". Saya tidak suka matematika bu. Kata wali kelasnya seperti itu.

Saya mencoba berpikir positif. Saya harus melakukan tindakan nyata. Dia harus berubah. Begitu tekad saya. Saya mencoba mendekati dia secara personal. Memberi motivasi-motivasi sederhana, dan saya berpesan kepadanya.

"Saya tahu kamu tidak suka matematika, tapi saya ingin kamu lulus. Jadi saya ingin nilai matematikamu tuntas."

Siswa saya mengangguk. Saya lega. Sepertinya ada sedikit harapan.

Nilainya memang belum tuntas, tapi sikapnya jauh lebih baik dan tidak emosional. Saya senangdia mulai berubah. Setelah kenaikan kelas, saya tidak lagi mengajar di kelasnya. Tapi siswa itu tetap ramah saat bertemu saya. Sampai suatu hari saya bertemu dengan dia dan dia berkata,

"Bu, saya sudah tidak remidi lagi bu. Ulangan matematika saya nilainya tuntas"

Saya tersenyum dia mengatakan itu kepada saya. Bukan kerana nilainya tuntas, tapi karena dia sudah berubah lebih baik sekarang.

Hari itu saya mersa gembira. Hal kecil tersebut membuat saya jadi lebih berarti, Ya, menjadi guru memang bisa menemukan kebahagian-kebahagiaan kecil seperti itu. Menjadi guru memang pilihanku.

Tulisan ini adalah tugas Diklat Online PPPPTK Matematika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun