Ketiga, bahagiakan kurikulum. Lihat India, negara yang menggagas dan menerapkan kurikulum kebahagiaan. Negara tersebut mencatat antara 2014 dan 2016 terdapat lebih dari 26.000 siswanya melakukan bunuh diri, sekitar 30 % di antaranya memutuskan bunuh diri karena gagal ujian. Merespon tragedi pendidikan tersebut, kebijakan "Kurikulum Kebahagiaan" dijalankan oleh Pemerintah Delhi sejak Juli 2018 untuk anak-anak kelas satu hingga delapan. Lihatlah, betapa mengerikan dampak kurikulum yang tidak membahagiakan. Beruntung pemerintah setempat cepat mengambil kebijakan inovatif.
Belum ada data pasti mengenai jumlah angka bunuh diri murid yang murni disebabkan oleh ujian di Indonesia. Namun untuk membahagiakan kurikulum di negeri ini tak perlu menunggu hilangnya nyawa karena ujian. Nilai apapun tidak sepadan dengan hilangnya nyawa, bahkan satu nyawa sekalipun. Beruntung kini kita memiliki Kurikulum Merdeka Belajar yang secara konseptual bertujuan untuk membahagiakan sekolah.
Jelas sudah bahwa membahagiakan sekolah adalah membahagiakan Indonesia. Dari sekolah yang bahagia akan muncul generasi yang mampu berkompetisi dan juga beradaptasi dengan baik dengan segala perubahan kondisi. Generasi unggul nan bahagia inilah yang nanti akan membawa bendera kejayaan bangsa ini. Nah, mari kita membahagiakan sekolah.
Wiranto adalah Guru di SMAN 1 Wonosegoro, Boyolali, Jawa Tengah. Penulis pernah menjadi Pengajar Praktik PGP Angkatan 4. Kini sedang berproses menjadi Calon Fasilitator PGP Angkatan 13. Penulis pernah mengikuti Program Short Course ke University of Southern Queensland, Toowoomba, Australia. Pemenang dan finalis beberapa lomba tingkat nasional, serta menulis beberapa artikel di surat kabar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H