Mohon tunggu...
Wiranto
Wiranto Mohon Tunggu... Guru - Wiranto adalah Guru di SMAN 1 Wonosegoro, Boyolali, Jawa Tengah. Penulis pernah menjadi Pengajar Praktik PGP Angkatan 4. Kini sedang menjadi Fasilitator PGP Angkatan 13. Penulis pernah mengikuti Program Short Course ke University of Southern Queensland, Toowoomba, Australia. Pemenang dan finalis beberapa lomba tingkat nasional, serta menulis beberapa artikel di surat kabar.

Hobi membaca dan menulis terutama cerita anak.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mari Membahagiakan Sekolah

17 April 2023   13:22 Diperbarui: 17 April 2023   13:26 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merdeka Belajar telah hadir untuk membahagiakan sekolah. Menjadikan sekolah tidak hanya sebagai sarana memberikan instruksi pendidikan, tetapi lebih sebagai lingkungan yang memungkinkan untuk pertumbuhan dan perkembangan sosial dan emosional. Kodrat sekolah adalah sebagai tempat yang membahagiakan.

Dalam salah satu karya masterpiece-nya, Democracy and Education (1916), Dewey menegaskan bahwa pendidikan hakikinya berurusan dengan kebahagiaan, dimulai sejak pendidikan itu dirancang hingga dijalankan. Bagi Dewey sekolah adalah taman mini sosial-multikultural, dimana kebahagiaan dialami dan dinikmati lewat peduli dan berbagi.

Membahagiakan sekolah sangatlah penting karena kebahagian adalah prasyarat pendidikan yang berkualitas. Sekolah yang memprioritaskan kebahagiaan pelajar menjadi lebih efektif, dengan hasil belajar yang lebih baik serta pencapaian yang lebih tinggi dalam kehidupan pelajar (Layard and Hagell, 2015). Lantas apa yang perlu dilakukan untuk membahagiakan sekolah?

Pertama, membahagiakan guru. Guru yang bahagia akan selalu berusaha menciptakan kelas yang menyenangkan. Di kelas, mereka akan menumbuhkan kebahagiaan-kebahagiaan kecil dalam dirinya sehingga menyebar kepada murid-muridnya. Guru bahagia akan menjadi guru-guru yang berani mengambil inisiatif kreatif dalam pembelajaran yang dilakukannya.

Di bawah bimbingan guru bahagia, siswa diberikan kebebasan dalam menyatakan pendapat dan perasaannya tanpa merasa takut mendapat ancaman, dipermalukan, atau penilaian buruk. Membuat suasana belajar menjadi lebih nyaman karena semua masalah pembelajaran diselesaikan dengan damai dan tanpa kekerasan.

Jangan sampai sebuah sekolah didominasi oleh guru yang tak bahagia. Guru macam ini bisa saja menjadi preman-preman yang hobi menggunakan kekerasan. Dalam jangka panjang, kekerasan bisa memunculkan ketidak-bahagiaan dan trauma psikologis. Sebagai korban, mereka akan menyimpan dendam terhadap guru, makin kebal terhadap hukuman, serta cenderung melampiaskan kemarahan dan agresi terhadap murid lain yang dianggap lemah.

Fakta menunjukkan bahwa guru menjadi mayoritas pelaku kekerasan di sekolah dengan jumlah 117 kasus selama 2022 (Antara, 2023). Hingga saat ini masih banyak guru yang menilai bahwa kekerasan masih efektif untuk mengendalikan anak didik. Mereka mengaitkan kekerasan dengan kedisiplinan. Kewibawaan guru dikaitkan dengan ketakutan anak didik. Guru-guru seperti ini harus dibahagiakan!

Kedua, membahagiakan anak didik. Bagi anak didik, sekolah yang membahagiakan adalah sekolah yang menganggap mereka sebagai subyek. Mereka dianggap sebagai individu yang dihargai haknya dan dianggap sebagai manusia yang unik serta berkemampuan khusus. Mereka diarahkan untuk menjadi dirinya sendiri dan bukan menjadi jiplakan siapapun. Anak didik juga dipahamkan bahwa mereka adalah sepenggal narasi yang mempengaruhi sebuah kisah sosial yang lebih besar.

Membahagiakan anak didik bisa dilakukan melalui pembelajaran yang memberikan keleluasaan untuk kritis tanpa ada tekanan sehingga mereka merasa bahagia dalam proses belajarnya. Sekolah harus menghindarkan memperlakukan anak didik sebagai objek yang akan menyebabkan proses pendidikan di sekolah membatu menjadi institusi formal tanpa jiwa.

Jangan sampai sekolah menjadi tempat tak berjiwa, hanya ada relasi kekuasaan monologis guru terhadap murid. Tidak ada ruang-ruang sela untuk meluaskan imajinasi, kreatifitas, inovasi, pikiran-pikiran kritis, dan perkembangan alami anak. Sekolah menjadi tempat pengasingan anak terhadap dirinya sendiri dan juga lingkungan sosio-kultural sekitarnya.

Murid merupakan makhluk yang unik penuh dengan misteri, masa depanya penuh dengan teka teki. Tidak ada satupun guru dan orang tua di dunia ini dapat memprediksi secara akurat anak-anaknya akan menjadi apa dan seperti apa. Namun sekolah yang membahagiakan akan membuat mereka menjadi yang terbaik, apapun dan dimanapun mereka akan menjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun