Menunggangi Krisis, Meraih Martabat
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato Presiden pada Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPRD dalam Rangka HUT ke-75 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Gedung DPR/MPR beberapa minggu lalu  mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia mengambil pelajaran dari terjadinya pandemi virus corona atau Covid-19.
Beliau menegaskan bahwa krisis tidak boleh melemahkan kehidupan. Semua warga negara dituntut untuk mengubah pola pikir dalam menghadapi dinamika kehidupan, "dari cara-cara biasa menjadi cara-cara luar biasa." Mampukah kita menjawab tantangan itu?
Sejarah tokoh pendiri bangsa ini mengajarkan bagaimana mengelola krisis. Â Sejarah telah membuktikan banyak orang-orang dan karya hebat lahir dari krisis! Buku fenomenal berjudul "Indonesia Menggugat" karya Soekarno lahir dari saat krisis di penjara. "Indonesie Vrij" atau "Indonesia Merdeka" karya Bung Hatta juga lahir dari balik penjara.
Juga Tan Malaka yang menghasilkan salah satu buku paling berpengaruh terhadap gagasan kebangsaan berjudul "Dari Penjara ke Penjara". Beliau bahkan menyatakan bahwa ada hubungan antara penjara (baca: krisis) dan kemerdekaan sejati bagi manusia. Jelas sudah bahwa jawaban atas krisis dalam dunia pendidikan adalah kemampuan untuk menemukan dan menerapkan Merdeka Belajar.
Belajar dari para pendiri bangsa, di era krisis bernama Normal Baru (New Normal) inilah Merdeka Belajar semakin menemukan konteksnya dalam dunia pendidikan. Kebijakan Merdeka Belajar memberikan ruang bagi peserta didik untuk belajar dimana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Krisis memerdekakan peserta didik sehingga mereka bisa menerapkan pola belajar yang berprinsip "Self Managed Learning".
Guru merdeka untuk memprioritaskan pembelajaran yang esensial, kontekstual dan bermakna, tidak hanya sekedar menuntaskan tuntutan kurikulum. Merdeka Belajar menuntut guru meningkatkan kapasitas dalam melakukan pembelajaran interaktif dan komunikatif. Sementara orang tua juga dituntut terlibat aktif dalam proses pendidikan keluarga. Merdeka Belajar membuat proses pembelajaran menjadi lebih kolaboratif dan holistik. Sebuah sistem pendidikan yang menjunjung tinggi konsep "Tri Pusat" Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara.
Merdeka Belajar mensyaratkan kurikulum yang disusun mempertimbangkan kemudahan bahan pembelajaran diakses oleh peserta didik darimana dan kapan saja.Â
Sistem pembelajaran harus dapat memberikan pilihan yang luas  bagi peserta didik sehingga ia bisa menyesuaikan dengan situasi, kondisi, dan kemampuan yang dimilikinya.Â
Selain itu, peserta didik juga dapat memulai, berhenti, atau mempelajari bahan pembelajaran sesuai dengan kecakapan dan gaya belajar mereka (Wedemeyer, 1958).
Prinsip utama Merdeka Belajar harus menempatkan peserta didik sebagai subyek. Hak anak untuk memperoleh pengetahuan harus dilihat dengan kacamata baru.Â