Meski melampaui target, rerata ini menunjukkan bahwasanya kompetensi guru di Indonesia masih rendah. Pencapaian rerata di atas KCM didominasi oleh guru-guru di Pulau Jawa, sementara rekan mereka di luar Jawa bahkan ada yang terpuruk pada angka 44,79.
Hasil olah data terhadap hasil UKG juga menyuguhkan fakta yang mengharukan di mana nilai UKG guru yang mengajar di sekolah swasta lebih tinggi dibanding rekan mereka di sekolah negeri. Pun nilai guru yang telah tersertifikasi (padahal telah menyedot demikian besar anggaran negara) tidak berbeda dengan yang belum bersertifikat pendidik, meski nilai kelompok pertama lebih tinggi. Suka tidak suka, demikianlah fakta kompetensi guru Indonesia.
Mengaca pada hasil UKG di atas, tidaklah mengherankan jika sebagian besar tidak memahami tentang konsep kreativitas dalam mengembangkan otak kanan di sekolah. Bahkan sebagian besar mengalami gagu-gagap kemampuan akademik dan teknis dalam proses belajar mengajar.
Menjadikan Ekonomi Kreatif Milik Kita
Perkembangan jaman ternyata berkata lain. Sekarang adalah abad kreativitas sekaligus abad pengetahuan. Dalam era yang menghargai pengetahuan, kreativitas memberi nilai tambah pada pengetahuan dan menjadikannya lebih berguna secara progresif.
Nilai penting abad ini bukanlah terkait dengan materi tetapi lebih terkait dengan hal-hal yang bersifat non materi dan bersifat bersifat manusiawi seperti imajinasi, inspirasi, kejeniusan, dan inisiatif. (Kao, 1996).
Nilai penting kreativitas sebagai faktor penting dalam kehidupan juga ditegaskan oleh Goleman, seorang pakar EQ. Baginya intelektualitas hanya menyumbang 20 persen saja dalam keberhasilan seseorang, sementara 80 persen lainnya ditentukan oleh karakter seperti kesediaan untuk bekerja keras, disiplin, rasa percaya diri, dan termasuk di dalamnya EQ.
Karakter-karakter itulah yang memberi warna pada kreativitas. Berita gembiranya adalah, keseluruhan faktor penunjang kreativitas ini dapat dibina, dilatih, dan dikembangkan pada anak sejak usia dini. Bagaimana caranya?
Pertama, pengembangan otak kanan mesti diprioritaskan di sekolah dengan mengedepankan pembelajaran yang melibatkan proses-proses pemikiran tingkat tinggi (High Order Thinking Skill-HOTS) seperti berpikir kreatif dan inovatif. Sudah saatnya proses pembelajaran yang menghambat kreativitas siswa dihilangkan, yaitu dengan cara memberi kebebasan kepada siswa dalam menjalankan proses berfikirnya atau dalam proses belajarnya.
Pembelajaran di sekolah harus memunculkan motivasi internal peserta didik dengan memperhatikan bakat dan kreativitas individu serta menciptakan iklim yang menjamin kebebasan psikologis untuk ungkapan kreatif peserta didik.
Kreativitas tidak saja merupakan kapasitas atau kemampuan dasar manusia, akan tetapi lebih jauh lagi- disamping rasionalitas- merupakan identitas manusia, yang menunjukkan keunggulannya dari binatang. Oleh karena itu, kreatifitas merupakan ciri manusia, ekspresi dari humanitas itu sendiri. Seperti yang diungkapkan Yasraf amir Piliang dalam bukunya "kreativitas dan Humanitas".
Kedua, guru mesti sadar bahwa kemampuan berpikir kreatif, inovatif dan produktif sangat dibutuhkan untuk menghadapi berbagai perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa-masa mendatang.