Mohon tunggu...
Wiranto
Wiranto Mohon Tunggu... Guru - Wiranto adalah Guru di SMAN 1 Wonosegoro, Boyolali, Jawa Tengah. Penulis pernah menjadi Pengajar Praktik PGP Angkatan 4. Kini sedang menjadi Fasilitator PGP Angkatan 13. Penulis pernah mengikuti Program Short Course ke University of Southern Queensland, Toowoomba, Australia. Pemenang dan finalis beberapa lomba tingkat nasional, serta menulis beberapa artikel di surat kabar.

Hobi membaca dan menulis terutama cerita anak.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ironi Sertifikasi Guru

20 Maret 2019   07:30 Diperbarui: 20 Maret 2019   07:32 1634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menteri Keuangan Sri Mulyani pernah  mempertanyakan efektifitas penggunaan anggaran pendidikan yang terus naik tapi tidak berdampak signifikan terhadap peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Pertanyaan wajar menurut penulis dan memang harus terus ditanyakan. Ada apa dengan dunia pendidikan? Guru-guru  tersertifikasi?

Mengapa harus guru? Mari kita awali dengan hasil penelitian John Hattie, seorang profesor pendidikan dari Universitas Auckland mengenai keseluruhan faktor yang mempengaruhi pencapaian siswa. 

Penelitian ini menunjukkan bahwa sekolah, rumah maupun teman hanya menyumbang 7%,  guru menyumbang 30%, sementara karakter siswa itu sendiri menyumbang 49%. 

Kesimpulannya jelas bahwa kualitas guru mempunyai pengaruh yang tidak sedikit terhadap pencapaian anak didik. Gurulah sasaran pertama perbaikan kualitas pendidikan. Utamanya guru-guru yang telah menyelesaikan program sertifikasi.

Ada Apa Denganmu Wahai Guru

Setali tiga uang, publikasi Bank Dunia yang dilansir pada tanggal 14 Maret 2013 berjudul "Spending More or Spending Better: Improving Education Financing in Indonesia" dalam situs www.worldbank.org menunjukkan bahwa di Indonesia prestasi guru tersertifikasi dan yang belum ternyata relatif sama meski dana yang digelontorkan tidaklah kecil. 

Sertifikasi guru menguras sekitar dua pertiga dari total anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen APBN. Tahun 2010 misalnya, dana rakyat Rp. 110 triliun telah habis dikucurkan (Iskandar, 2010).

Sertifikasi yang dimulai tahun 2007 nyatanya belum memberikan dampak signifikan dalam meningkatkan kompetensi guru. Meski kesejahteraan guru merangkak naik, tidak demikian halnya dengan kompetensi. Padahal UU No. 14/ 2005 tidak hanya mengamanatkan peningkatan kesejahteraan guru, namun juga aspek kompetensi ini.

Guru tersertifikasi sebagai ujung tombak peningkatan mutu pendidikan mengalami stagnasi. Beberapa kajian menunjukkan bahwa motivasi sebagian besar guru mengikuti sertifikasi lebih terkait dengan aspek finansial, bukannya peningkatan kompetensi.

Motivasi menyimpang ini akhirnya menampakkan pencapaian yang "jauh panggang daripada api", padahal rencananya tahun 2014 program sertifikasi guru ini usai. Catatan merah sekaligus ironi guru tersertifikasi berkaitan dengan tujuan awal yang digadang-gadang oleh UU No. 14 Tahun 2005 mengemuka.

Pertama, ironi hasil Uji Kompetensi Guru (UKG). Berdasarkan Uji Kompetensip Guru (UKG) tahun 2015 terhadap 2.699.516 guru di seluruh Indonesia, peta kompetensi guru ternyata cukup memprihatinkan. Dari rerata Kompetensi Capaian Minimal (KCM) nasional tahun 2015 yang dicanangkan oleh Kemdikbud yaitu 55, hasil yang diperoleh guru berada pada angka 56,69 alias 1,69 poin di atas batas minimal. Meski melampaui target, rerata ini menunjukkan bahwasanya kompetensi guru di Indonesia masih rendah. Pencapaian rerata di atas KCM didominasi oleh guru-guru di Pulau Jawa, sementara rekan mereka di luar Jawa bahkan ada yang terpuruk pada angka  44,79.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun