Mohon tunggu...
Wiranto
Wiranto Mohon Tunggu... Guru - Wiranto adalah Guru di SMAN 1 Wonosegoro, Boyolali, Jawa Tengah. Penulis pernah menjadi Pengajar Praktik PGP Angkatan 4. Kini sedang menjadi Fasilitator PGP Angkatan 13. Penulis pernah mengikuti Program Short Course ke University of Southern Queensland, Toowoomba, Australia. Pemenang dan finalis beberapa lomba tingkat nasional, serta menulis beberapa artikel di surat kabar.

Hobi membaca dan menulis terutama cerita anak.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Melintas Batas Ruang Kelas

19 Maret 2019   20:50 Diperbarui: 19 Maret 2019   21:06 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambaran pendidikan di sekolah saat ini tidak jauh dari "pembelajaran ruang kelas". Ruang kelas menjadi satu-satunya lokus utama berlangsungnya proses pendidikan dan pengajaran terhadap anak didik. Dalam ruang sempit ini nilai-nilai, pengetahuan, dan ketrampilan diteruskan kepada anak didik secara monologis. Guru-guru menjelma menjadi penguasa tunggal pengetahuan sekaligus diktator kelas.

Ruang kelas menjadi representasi tunggal sistem pendidikan. Akhirnya ruang kelas menjelma menjadi sebuah ruang formal yang dibangun di atas relasi kekuasaan guru-murid, tanpa ada ruang-ruang sela untuk meluaskan imajinasi, kreasi, inovasi, dan pikiran-pikiran kritis. Bukan ruang pemberdayaan tapi ruang pengebiri perkembangan alami anak.

Membiarkan kondisi seperti ini dalam jangka panjang tentunya hanya akan meminta ongkos sosial yang luar biasa. Untuk itulah pergeseran paradigma dalam memandang ruang kelas menjadi prasyarat membaiknya kualitas pendidikan di negara ini.

Membangun Ruang Kelas 

Selama ini ruang kelas dipahami secara tradisional dalam pengertian bangunan fisik semata. Membangun ruang kelas dipahami sebagai membangun sebuah ruang dengan dibatasi oleh empat dinding beku. Pemahaman seperti ini selain mendistorsi makna ruang kelas juga mengkebiri fungsi alternatif dari ruang kelas yang sebenarnya bisa berperan banyak  dalam mengembangkan kepribadian anak.

Memang tidak bisa disangkal bahwa ruang kelas merupakan lokus utama dari keseluruhan aktivitas pembelajaran di sekolah, dan oleh karena itu revolusi pembelajaranpun selayaknya  dimulai perubahan cara pandang seorang guru dalam melihat ruang kelas. Tegasnya, seorang guru yang benar-benar peduli dengan pengembangan seluruh aspek kedirian seorang anak didik harus mau berpikir ulang mengenai konsep ruang kelas.

Bagi guru seperti ini, ruang kelas harus bisa ditransformasikan juga menjadi ruang sosial, ruang untuk menyelesaikan persoalan secara demokratis, ruang tegur sapa, ruang pembelajaran politik, dan juga ruang-ruang miniatur dari kehidupan nyata lainnya yang kelak akan dihadapi anak didik dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Kurikulum 2013 mengamanatkan beberapa poin penting yang pelaksanaannya menjadi tidak efektif jika guru hanya bersandar pada pemahaman tradisional mengenai ruang kelas. 

Beberapa prinsip yang mensyaratkan adanya pergeseran paradigma tersebut antara lain; pertama, anak didik harus diajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain dan juga diajar untuk membangun dan menemukan jati dirinya melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

Kedua, terbangunnya suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka dan hangat dengan prinsip ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Ketiga, proses pembelajaran haruslah menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip "alam jadi guru".

Tak ayal penerapan dari prinsip tersebut memang memerlukan itikad guru untuk bersedia merevisi pemahamannya tentang ruang kelas, tidak peduli bagaimanapun kondisi dan keterbatasan yang dialami sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun