[caption id="attachment_357506" align="aligncenter" width="480" caption="on.fb.me/1rFBDWT"][/caption]
Bermula dari kritikan bahwa saya suka nggak fokus dengan apa yang diinginkan. Seingat saya, apa yang saya lakukan sudah fokus, kok. Mungkin masalahnya untuk tetap fokus selalu ada kendala saat menjalaninya. Jadi harap maklum kalo kemudian ada sedikit melenceng dari dugaan awal. Ibarat jalan raya, kalo luruuus saja tentu nggak ada cerita. Makanya yang namanya jalan itu ada belokan, supaya kita bisa dengan mudah mengingat tempat. Misalkan nama tempat seperti “Pengkolan Hantu” atau malah “Turunan Ngesot”. Model-model gitulah kira-kira.
Berbekal dari kritikan itulah saya membuat sebuah permainan dengan anak-anak, yaitu tentang cita-cita. Suatu kali di hari Minggu, tepatnya tanggal 15 Juni 2014, saya mengajak Uyi dan Imi untuk membuat catatan. Tulisan ini berisi cita-cita kami yang bisa dilihat di foto ini. Di situ tertulis bahwa cita-cita mereka, antara lain:
Uyi
1) Guru
2) Penari
3) Desainer
Imi
1) Presiden
2) Dokter Gigi
3) Penyanyi
Hari Senin tepatnya tanggal 1 September 2014, saya ngetes lagi cita-cita Uyi dan Imi, dan ternyata... Ada perubahan dari sebelumnya. Sekarang cita-cita mereka, antara lain:
Uyi
1) Guru
2) Penulis
3) Penyanyi
Imi
1) Guru
2) Penyanyi
3) Bidan
Ada beberapa kesimpulan dari kedua catatan ini, tak lain hubungannya dengan cita-cita yang berubah, antara lain:
1) Cita-cita Uyi yang masih tetap adalah... Guru
2) Cita-cita Imi yang masih tetap adalah... Penyanyi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI