Mohon tunggu...
Rahmi Hastari
Rahmi Hastari Mohon Tunggu... -

Belajar menulis agar semakin kreatif

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Omar Dhani in My Memory

20 Desember 2013   18:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:41 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat mendengar berita berpulangnya Mantan Laksamana Angkatan Udara Omar Dhani, saya langsung terkenang akan kesempatan bertemu beliau di rumahnya, di daerah Santa, Mampang.

Rumah itu dari luar terkesan biasa saja, tapi begitu kami (saya, Gasrul, Darto dan Alm. Bang Nuku Sulaeman) memasuki ruang tamunya, foto lukisan Bung Karno hampir memenuhi dinding menyita perhatian. Bukan itu saja, di meja sudut pun foto-foto Bung Karno bersama almarhum begitu mendominasi. Bisa saya simpulkan, beliau benar-benar seorang Soekarnois sejati.

Kami disambut oleh salah seorang putrinya - yang kata Darto cantik, duduk di salah satu sofa di ruangan itu. Sementara Pak Omar Dhani ketika itu (sekitar tahun 1998) terlihat tertatih mendatangi kami. Perawakan beliau kurus dengan kulit putih berkeriput, rambut yang hampir memutih semua, serta pipi cekung dengan mata yang seakan lelah.

"Saya tidak mau diwawancara," katanya, sambil menunjuk saya yang memegang rekorder. "Kalau pun saya mau bercerita, semuanya off the record," tukasnya lagi, tegas. Maka saya pun berusaha menyembunyikan rekorder di bawah meja dengan sembunyi-sembunyi memencet tombol 'rekam'. "Kalau bukan karena dia (menunjuk ke Bang Nuku), saya pasti tidak mau menemui kalian," ketusnya lagi.

Meski berkali-kali menatap curiga pada saya yang tangannya memegang rekorder di bawah meja, beliau pun menceritakan kisahnya selama di penjara. Sayangnya, suara Pak Omar Dhani begitu lemah dan lembut sekali - benar-benar tipikal orang Jawa, sehingga rekorder saya seakan menyerah untuk merekam suaranya. Kasetnya benar-benar sulit untuk di dengar. Mungkin beliau juga telah mengantisipasi kenakalan saya, sehingga suaranya dikecilkan sedemikian rupa.

Tapi ada beberapa hal yang bisa saya ingat dari perbincangan dengan beliau, intinya beliau tetap merasa tidak melakukan apa yang dituduhkan rezim Soeharto padanya. Menurut Pak Omar, beliau ada di Halim karena mendapat telepon langsung dari Bung Karno yang memintanya menerbangkan beliau.

"Sebagai seorang Laksamana, saya harus patuh pada perintah atasan, apalagi oleh Panglima Besar. Kalau saya menolak perintah, itu malah salah," kira-kira begitulah yang beliau katakan.

Menurutnya, saat itu tengah malam dan beliau tidak mendapatkan penjelasan apapun tentang apa yang tengah terjadi. Jadi tak heran bila Pak Omar tetap berkeras kalau dirinya tak ada hubungan apapun dan tidak bersalah atas peristiwa G 30 S, meski harus divonis hukuman mati sekalipun.

Selain itu saya agak lupa dan statusnya pun tetap off the record, yang pasti, Pak Omar pernah berkata ingin mengisahkan peristiwa yang sebenarnya di buku putih Angkatan Udara. Waktu itu saya sempat lihat bukunya, beliau telah memiliki draf-nya, katanya tinggal di cetak. Beliau juga mengatakan ingin membersihkan namanya, entah apakah itu kesampaian atau tidak.

Tapi dari semua yang beliau sampaikan kepada kami, yang paling menyentuh saya adalah beliau tidak merasa sakit hati atas apa yang telah ditimpakan padanya. Mendekam selama berpuluh tahun di penjara dan tetap bersyukur mendapat kesempatan untuk menghirup kehidupan bebas di usia senja.

Kini beliau juga telah lepas dari penjara dunia, selamat jalan Pak Omar Dhani, pertemuan dengan Anda termasuk sebuah kenangan historis tersendiri dalam hidup saya. Semoga Allah SWT membalas ketulusan hatinya, aamiin.

Satu adegan kecil yang tak bisa dilupa, adalah saat Gasrul tiba-tiba bangun dan pergi ke belakang rumah di tengah-tengah cerita Pak Omar. Kami semua kaget melihat tingkahnya, terutama saat Pak Omar yang langsung menunjuknya dan berteriak “Hey! Kamu mau kemana?!”

Ternyata Gasrul mau ke kamar kecil, tapi entah mengapa ia tidak ijin dulu tapi malah ngeluyur ke belakang. “Memangnya kamu tau kamar mandinya di mana?! Tanya dulu, jangan main nyelonong masuk saja!” bentak Pak Omar, sementara saya dan Darto hampir tak bisa menahan tawa.

Tak hanya bentakan Pak Omar, Gasrul pun mendapat pelototan marah Bang Nuku. Saat pulang, Bang Nuku memarahi Gasrul karena berlaku tak sopan di rumah seorang priyayi. “Beliau itu bangsawan, kamu orang Jawa tapi kok ga ada sopan santunnya,” begitu kira-kira omelan Bang Nuku.

Tapi saya akui keberuntungan Gasrul, karena dia jadi bisa tur melihat-lihat rumah Pak Omar. Soalnya kamar mandinya ternyata ada di lantai dua, meskipun Pak Omar menyuruhnya menunggu putrinya mengantar, tapi Cah Badung itu tetap saja ngeluyur sendiri naik ke lantai dua. Membuat Pak Omar dan kami semua geleng-geleng kepala….

Pluit, 28 Juli 09

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun