Mohon tunggu...
Armin Yubu
Armin Yubu Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Other outsider

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Herd Immunity atau Herd Awareness?

25 September 2021   15:40 Diperbarui: 25 September 2021   15:43 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Situasi dunia sedang tidak baik-baik saja sejak munculnya satu virus yang kemudian dikenal dengan sebutan Corona Virus Disease (Covid-19). Terlebih, setelah munculnya berbagai varian baru virus itu yang selanjutnya disebut Alfa, Beta, Gamma, Lambda, Kappa dan Delta. 

Analisis Reuters yang ditulis oleh Sindonews.com (edisi 18/6/2021) mengatakan bahwa kematian akibat virus corona baru di seluruh dunia melewati titik suram. Angkanya bahkan mencapai 4 juta jiwa. Banyak diantara negara-negara saat ini tengah berjuang mendapat vaksin guna membentuk herd immunity (kekebalan kelompok).

Vaksinasi dinilai bisa menjadi salah satu dari sekian banyak solusi yang dapat meminimalisir angka pesakitan dan kematian akibat virus ini. Vaksinasi sendiri bertujuan membuat sistem kekebalan tubuh seseorang mampu mengenali dan dengan cepat melawan bakteri atau virus penyebab infeksi. 

Tujuan lainnya adalah menciptakan herd immunity, dimana herd immunity atau kekebalan kelompok memberikan perlindungan secara tidak langsung bagi mereka yang rentan terhadap penyakit menular tertentu.

Secara tegas para pemimpin dunia mengeluarkan kebijakan vaksinasi untuk meniti jurang yang gelap. Seluruh rakyat dilibatkan. Para tenaga kesehatan, pejabat publik, dan para tokoh masyarakat menjadi sasaran yang pertama. Selanjutnya menyisir lansia, orang-orang yang bekerja di bidang pelayanan publik, sampai para buruh.

Selain kebijakan vaksin, sebagian negara juga mengeluarkan kebijakan lockdown atau menutup sementara wilayah mereka. Hal ini dilakukan untuk memutus rantai sebaran virus yang bisa saja dibawa akibat dari 'migrasi' oleh rakyat mereka.

Di awal-awal pandemi tahun 2020 lalu, terdapat lima negara yang berhasil membendung serangan virus ini dengan kebijakan lockdown, diantaranya Korea Selatan, Jerman, Selandia Baru, Hongkong, dan Taiwan. 

Para ahli menilai ada beberapa faktor yang menyebabkan negara-negara ini berhasil, yakni layanan kesehatan yang mumpuni dan tingkat pengujian luas dan murah (CNNIndonesia.com edisi 16/04/2020).

Hongkong sendiri, saat kasus corona menyebar di China, negara ini langsung menerapkan langkah yang sekarang akrab di dunia, yakni pemetaan virus, jaga jarak sosial, cuci tangan intensif, dan memakai masker serta pakaian pelindung lainnya. Hong Kong adalah bukti bahwa langkah-langkah ini berhasil. Negara berpenduduk 7,5 juta jiwa itu hanya melaporkan 1.017 kasus Covid-19, empat kematian, dan 459 sembuh pada tahun 2020 lalu.

Indonesia, saat kasus corona mulai merebak pada Maret 2020 lalu, enggan mengambil kebijakan lockdown. Meskipun, beberapa daerah yang kasus Covid-19nya mulai meningkat menyarankan tindakan ini. Tetapi pemerintah pusat menilai kebijakan itu masih terlalu dini, sehingga pemerintah hanya menyarankan mengurangi mobilitas orang dari satu tempat ke tempat yang lain, menjaga jarak, dan mengurangi kerumunan orang yang membawa risiko lebih besar pada penyebaran Covid-19.

Belakangan pemerintah memutuskan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Selama masa PSBB ini, rakyat hanya boleh keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan pokok atau bekerja di sektor yang mendapat pengecualian. Saat keluar rumah, rakyat diwajibkan untuk menggunakan masker. 

Ada beberapa hal yang dibatasi oleh pemerintah antara lain meliburkan sekolah dan tempat kerja kecuali instansi strategis. Kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring, sedangkan karyawan diminta bekerja di rumah atau work from home (WFH).

Diantara sektor yang mendapat pengecualian adalah sektor esensial yang meliputi  keuangan dan perbankan, pasar modal, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non pengananan karantina, orientasi ekspor. Sektor ini dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen staf, serta tetap menjalankan protokol kesehatan yang ketat.

Selanjutnya sektor kritikal diantaranya kesehatan, keamanan dan ketertiban masyarakat, penanganan bencana, energi, logistik, transportasi, makanan dan minuman serta penunjangnya, termasuk untuk ternak atau hewan peliharaan, pupuk dan petrokimia, semen dan bahan bangunan, obyek vital nasional, proyek strategis nasional, konstruksi, dan utilitas dasar. 

Sektor ini dapat beroperasi penuh tanpa pengecualian, namun tetap dengan protokol kesehatan yang ketat. Kawasan Industri IMIP sendiri, masuk dalam sektor ini, karena kawasan ini berstatus objek vital nasional. Sehingga pihak manajemen perusahaan tidak mengambil kebijakan WFH di kawasan industri itu.

Tahun 2021, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yang diberi nama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro dan berlanjut pada kebijakan PPKM Darurat untuk mengendalikan kasus covid-19. Pemerintah menilai bahwa PPKM mikro merupakan kebijakan paling tepat lantaran tak akan mematikan ekonomi rakyat. 

Pada masa ini juga, rakyat disarankan untuk membatasi aktivitas yang tidak perlu di luar rumah. Saat keluar rumah, rakyat juga diwajibkan untuk tetap menggunakan masker. Kebijakan PPKM ini juga mengecualikan sektor esensial dan sektor kritikanl.

Baik upaya vaksinasi dan pembatasan aktivitas rakyat atau PPKM, tak lain bertujuan meminimalisir angka kasus pesakitan dan kematian karena Covid-19 yang setiap harinya terus meningkat. Terlebih lagi setelah kemunculan varian baru dari virus ini. Semua negara kemudian kembali membunyikan alarm 'Siaga 1'.

Problematika yang saat ini dihadapi oleh bangsa ini adalah membentuk kesadaran kelompok guna menunjang program yang dijalankan. Apalagi, rakyat kita sedang mengalami sebuah krisis atas pentingnya kesehatan itu.

Meski satu persatu, orang yang mereka kenal bahkan orang terdekat mereka gugur dalam melawan pandemi ini, tidak lantas memantik kesadaran mereka bahwa saat ini dunia tidak sedang baik-baik saja.

Saat ini, kita sedang bertarung dimana kita hanya bisa mengenali lawan kita namun tak bisa melihatnya. Bertarung dengan kondisi yang tidak pasti kapan pandemi ini akan berakhir. Pertarungan dengan mempertaruhkan moralitas bangsa ini. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun