Oleh Bude Binda
Novel yang pertama  terbit tahun 1994. Buku yang saya baca cetakan ketiga tahun 2005. Karya Ahmad Tohari yang fenomenal dan sudah difilmkan Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala. Kumpulan Cerpen "Senyum Karyamin".
Di Kaki Bukit Cibalak bertutur tentang Pambudi pemuda desa Tanggir yang bekerja di koperasi lumbung desa. Pambudi seorang yang jujur dan ingin memajukan desanya melalui koperasi lumbung desa tempatnya bekerja. Sayang kepala desa baru yang terpilih dengan cara curang Dirga tak sependapat dengan Pambudi, bahkan mulai menyelewengkan uang koperasi. Poyo yang mau jadi kaki tangan Dirga dengan membuat pembukuan yang dimanipulasi.
Kejadian yang membuat Pambudi mundur jadi pengurus koperasi saat Mbok Ralem, janda miskin yang terserang sakit di lehernya akan meminjam padi untuk mengobati sakitnya. Namun Dirga tak setuju bahkan menagih pinjaman Mbok Ralem beberapa waktu yang lalu yang belum dibayar. Â Apa lagi saat Pambudi diajak Dirga untuk berkongkalikong menggunakan dana kas darurat lumbung desa untuk menangguk untung bagi dirinya dan dari keuntungan itu Pambudi akan mendapat bagian. Pambudi pun mundur dari pengurus koperasi lumbung desa.
Namun persoalan Mbok Ralem yang sakit dan membutuhkan pertolongan menggugah hati Pambudi. Dia pun menolong Mbok Ralem dengan mengantarnya berobat ke Yogya. Penyakit Mbok Ralem ternyata kanker, surat keterangan sakit dari desa tak mampu memperingan pengobatan Mbok Ralem. Dirga pun punya ide, Mbok Ralem diajak ke tukang foto, dia pergi ke redaksi Kalawarti harian di Yogya. Dia minta agar iklan tentang Mbok Ralem yang sakit kanker dan perlu biaya untuk dimuat di Kalawarti. Pak Barkah pemilik koran setuju, iklan pun dimuat bahkan di halaman pertama Kalawarti.
Bantuan berdatangan dari donatur dan dermawan. Bahkan ada  dermawan yang mengirim uang yang banyak hingga cukup untuk biaya pengobatan Mbok Ralem. Mbok Ralem pun dioperasi. Beritanya menghiasi surat kabar Kalawarti, bahkan dibaca juga oleh lurah Dirga, camat, bupati dan gubernur. Bupati ditegur gubernur karena kecolongan tidak mengurusi warganya yang sakit hingga masuk koran. Bupati menegur camat, camat menegur lurah. Lurah Dirga menjadi marah pada Pambudi.
Mbok Ralem sembuah dari kankernya, pulang dari rumah sakit diantar Pambudi ke kantor Kalawarti untuk menyampaikan terima kasih. Segenap karyawan Kalawarti ikut menemui Mbok Ralem dan mereka terharu. Uang yang masih lebih dari donatur diberikan pada Mbok Ralem, namun Mbok Ralem menolak, karena sudah sangat gembira sakitnya diobati. Akhirnya uang dititipkan pada  Pambudi.
Sepulang Pambudi dari Yogya, lurah Dirga mencari jalan untuk mencelakakan Pambudi. Bahkan lewat dukun. Untunglah  jimat dari dukun yang akan ditebar di genteng kamar Pambudi, dapat digagalkan. Orang suruhan lurah Dirga ditangkap oleh Pambudi.
Ayah Pambudi merasa dikucilkan oleh warga desa karena lurah Dirga tak menyukainya. Ayah pun menyuruh Pambudi untuk pergi meninggalkan Tinggar.
Sementara itu Pambudi jatuh cinta pada Sanis, gadis kecil 14 tahun anak Pak Modin yang cantik. Di lain pihak Lurah Dirga juga mengincar Sanis untuk dijadikan istri mudanya.
Pambudi pergi ke Yogya menemui teman SMAnya, Topo.   Dia  tinggal di kamar kos Topo. Topo menganjurkan Pambudi untuk kuliah. Namun sambil belajar untuk menyiapkan diri ikut tes masuk perguruan tinggi Pambudi mencari pekerjaan. Dia bekerja jadi kuli bangunan, kemudian  beralih  menjadi pelayan toko jam milik Nyonya Wibawa yang punya ank perempuan Mulyani.
Mulyani  hobi mengisi teka teki silang, dan suka pada Pambudi yang pengetahuannya luas hingga bisa membantunya mengisi teka-teki silang. Pambudi tidak melupakan belajarnya walau sambil bekerja di siang hari.
Pak Barkah membutuhkan wartawan yang muda dan idealis sebagai pengganti wartawannya yang pindah ke Jakarta. Koran Kalawarti meningkat oplahnya sejak memasang iklan dan berita tentang Mbok Ralem. Tahu Pambudi ada di Yogya, Pak Barkah menawari Pambudi menjadi wartawan. Akhirnya Pambudi mau jadi wartawan, dia belajar otodidak dan dibimbing Pak Barkah.
Pambudi pun diterima tes masuk perguruan tinggi di fakultas teknik. Dia tetap nyambi jadi wartawan. Hubungan pertemanannya dengan Mulyani berlanjut karena Mulyani menjadi adik tingkat di Fakultas Teknik.
Pambudi  mampu meraih sarjana mudanya. Dia berniat pulang ke Tanggir untuk menunjukkan ijazahnya ke ayah dan ibunya. Namun kepergiannya dipercepat karena mendapat kabar ayahnya meninggal dunia terpeleset di sumur.
Selama ini ayah Pambudi melanjutkan usaha ternak ayam Pambudi. Dari hasil ternak ayam ini ayah mengirimi uang untuk biaya kuliah selain hasil dari gaji Pambudi. Pambudi pun pulang. Bertemu Sanis yang telah menjadi janda dari Lurah Dirga. Lurah Dirga telah dipecat karena menuduh Pambudi melarikan uang koperasi, namun tak terbukti, dan kesalahan lain. Pak Bupati menyuruh camat untuk mencari cara menghentikan Lurah Dirga. Lurah Dirga dijebak dengan judi, ditangkap jaksa, dan dihentikan.
Lurah barunya Hadi, seorang anak muda yang diharapkan akan membawa kemajuan desa. Datang melayat Hadi, juga Bambang Sambodo anak camat  yang sekarang telah jadi  mantri polisi. Keduanya kagum pada sepak terjang dan pribadi Pambudi.
Dia akhir cerita datang juga  ke rumah Pambudi Mulyani. Mulyani datang untuk menyatakan cinta pada Pambudi. Pambudi bukan tak merasakan jatuh cinta pada Mulyani, namun perbedaan yang menyebabkannya tak gegabah menuruti perasaan. Mulyani kaya, etnis Cina. Namun setelah pembicaran di pinggir sungai dekat hutan, Pambudi sadar akan keseriusan Mulyani kepadanya.
Novel ini berlatar pedesaan seperti juga novel Ahmad Tohari yang lain. Ronggeng Dukuh Paruk, Kubah, Lingkar Tanah Lingkar Air, dan antologi cerpen Senyum Karyamin.
Bagi saya yang menarik adalah perjuangan Pambudi dalam menegakkan kejujuran dan rasa kemanusiaannya dalam menolong Mbok Ralem. Kejujuran diperjuangkan melalui tulisan-tulisan di Kalawarti. Kisah cinta pada Sanis dan Mulyani bumbu penyedap dan pemanis novel ini. Namun ruhnya sebenarnya pada kehidupan desa lengkap dengan ketidakjujuran lurahnya. Pada cerita tentang warga desa yang menurut saja, walau harga gula dipermainkan tengkulak misalnya. Ada pula dituturkan tentang perbedaan sifat warga desa yang keturunan kawula dan yang mengaku keturunan ningrat. Dalam sosiologi Tohari mempermasalahkan perbedaan kelas sosial. Dikatakan  keturunan ningrat jadi birokrat rendahan, keturunan kawula jadi petani yang serba menurut tak pernah protes.
Pambudi menjadi pengecualian. Ahmadi Tohari juga jeli menulis tentang isu lingkungan. Bukit Cibalak yang dulu hutan jati, berubah jadi bukit kerontang. Hewan-hewan yang dulu berdiam di hutan pun ikut punah sering dengan ditebanginya pohon jati saat reformasi.
Novel yang ditulis dengan latar waktu tahun 70-an itu masih relevan dibaca sampai sekarang. Bukankah seorang  Pambudi yang lantang berteriak kejujuran dan mau  berbuat  untuk menolong warga miskin yang kesulitan untuk berobat masih diperlukan sampai sekarang?
Kecurangan Lurah Dirga dengan politik uang dalam pemilihan lurah, ketidakjujurannya dalam menggunakan uang kas lumbung desa masih menjadi masalah di masa ini, sejak tingkat desa sampai tingkat pusat. Politik uang Pilkada, korupsi masih marak bahkan mungkin lebih menggila.
Seorang penulis novel, ternyata memotret zaman dengan penanya. Novel juga kesaksian sejarah yang dibalut fiksi. Kritik sosial yang menghibur.
BUDE BINDA
Kamis, 14 Juni 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H