Mohon tunggu...
Bude Binda
Bude Binda Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Langkah kecil kita mengubah dunia. Berpuisi di Http://jendelakatatiti.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ingin Sport Jantung? Naiklah Bus Purwakerta-Wonosobo, Dijamin!

9 Maret 2012   10:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:18 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh Bude Binda

Ya, Anda ingin sport jantung? Harga murah meriah dan dijamin jantung mpot-mpotan (deg-degan terus), merasakan sensasi ketegangan yang bahkan bisa melebihi naik roll coaster atau wahana lain  pemicu jantung berdebar lain di Dufan. Di mana Anda bisa menemukan wahana bukan permainan namun bikin jantung benar-benar "sport"?

Tadi saya dari Bank Jateng cabang Banjarnegara. Sebenarnya hanya mengambil tabungan dalam nilai nominal tak seberapa, niat utamanya saya ingin melihat Asih keponakan saya yang menjalani hari keduanya bekerja di Bank ini. Kemarin saya sudah tanya dia kerja di bagian apa, katanya  teller. Benar saja saat menulis di slip penarikan, dari jauh sudah kulihat Asih di bagian teller. Saking senang atau apa ya perasaanku campur aduk, aku sampai lupa belum ambil nomor antrian, baru kuambil saat menulis slpi penarikan, berhenti nulisnya, ambil nomor antrian dengan cara memencet mesin antri. Keluarlah angka antriku 99.

Nomor antri yang dipanggil sudah sampai nomor 97, aku duduk di depan teller, Asih sekilas melihatku dna melempar senyum. Akhirnya sambil baca  koran tak terasa waktu beranjak, sampailah nomorku 99, aku pun maju dan Asih yang melayaniku. Di bibirnya  seulas senyum menghiasi. "Bu, tandatangannya kurang?". "Oh ya, kurang satu Mbak Asih?". Kutandatangani lagi slip penarikan dan  menunggu sesaat, namaku dipanggil Asih. "Bu Siti....". Dia menyebut namaku dengan formal, di rumah panggilanku Titi. Uang dan buku tabungan kuterima, sambil kusalami tangannya "Selamat Mbak Asih". Dia hanya tersenyum,  teman  sesama  teller ikut tersenyum. Hatiku terharu, sangat terharu bahkan air mataku  hampir menitik!

Begitulah aku keluar dari bank,  menyeberangi jalan. Mau tak mau kalau di depan Bank Jateng, naik bus. Naik angkot artinya dua kali ganti. Kalau ingin sekali naik sampai dekat rumah ya naik bus jurusan Purwakerta (nulisnya pakai a bukan o, seperti orang Banyumas mengucapkan Purwakerta, bukan Purwokerto)-Wonosobo (orang Kedu termasuk  Wonosobo mengucapkan Wonosobo pakai o bukan Wanasaba).

Dari jauh tampak bus Teguh. Aku pun menyetop, naik bus yang penumpangnya lengang. Bus melaju dengan kencang, bahkan tidak masuk terminal, dari depan Samsat tak belok ke utara arah terminal tapi lurus  ke  timur. Hatiku mulai berdegup. Apa lagi sopirnya sibuk bertelepon.  Mobil melaju kencang, saat di Sokanandi kian kencang, menyalip truk, mobil pribadi, dan motor. Di Singamerta,   rem tiba-tiba diinjak, hingga aku sampai berucap istighfar dengan keras.....Astaghfirlah, Subhanallah.......Dan anehnya justru    si kondektur memaki pengendara sepeda motor yang hampir ditabrak "Goblok....minggir....!!!!"

Seusai menyalip sepeda motor yang dikendarai siswi yang berboncengan, menyalip sesama bus, dan alangkah kagetnya, si kondektur  entah apa maksudnya ,  dua jari kirinya dimasuki satu jari kanannya (bagi kami itu artinya gerakan intim, suatu kode yang tak layak dipertontonkan di jalan, di depan umum!).  Tampaknya dia berniat mengejek sopir bus yang disalip. Huh.......menyebalkan.

Jantungku masih berpacu kencang, si sopir masih sibuk bertelepon! Sebelum sampai ke tempat aku berhenti, ku berdiri sambil menyiapkan barang bawaan, ucapku "Pak sopir pelan-pelan nanti saat saya turun". "Ibu turun mana?". "Tuh depan,  sektor lama". Hampir sektor lama "Pak pelan-pelan, orang tua". Memang sopir mau juga berhenti agak lama sampai kedua kakiku menginjak tanah, benar-benar turun dari bus.

Hem, haruskah  rakyat kecil seperti saya, selalu ketakutan setiap naik angkutan umum, khususnya bus?

Di daerahku sopir angkutan kota atau angkutan desa justru lebih manusiawi, mau jalan pelan, walau kadang ada juga yang berkejaran hingga kebut-kebutan.

Tak tahu juga harus mengadu pada  siapa tentang kondisi angkutan umum ini, pada bupati, anggota DPRD, polisi, dinas perhubungan, atau siapa? Haruskah pada rumput yang bergoyang seperti lagu Ebiet G. Ade?

BUDE BINDA

Jumat, 9 Maret 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun