Oleh Bude Binda
Hari Sabtu saya ke kantor dinas pendidikan kabupaten usai mengajar. Keperluan untuk membayar langganan majalah MOP, majalah pelajar Jawa Tengah yang murah meriah itu. Satu eks harganya Rp5.000, masih dikorting pula. Sampai di kantor, saya masuk ke bagian keuangan, lho kok sepi. Ruangan tampak kosong, saya pun celingak-celinguk dan melihat beberapa karyawati di ruang komputer yang disekat kaca. Saya tanya pada karyawati paling dekat dengan pintu "Bu, saya mau ketemu Mbak Asmi kok tak ada ya?". Tanpa menoleh dia menjawab begini "O Mbak Asmi sedang rapat". "Terus saya bagaimana dong?". "Ya terserah ibu, mau pulang atau nunggu". "Rapatnya sudah lama?". "Baru mulai". Si karyawati masih menjawab dengan gaya yang sama, wajah datar cenderung seram, dan mata terus melotot ke layar komputer sama sekali tak mau menatap saya yang mengajaknya bicara.
Saya tunggu beberapa saat di lobi Mbak Asmi tak juga muncul, akhirnya saya telepon. Dia jawab ya. Tapi kok lama. Saya pun naik ke lantai dua, sepi tak tampak ada rapat terus naik lagi ke lantai tiga, ada mas mas yang duduk saya tanya "Mas ada rapat nggak ya?". "Nggak Bu, sepi. Di lantai dua mungkin". Saya turun ke lantai dua, di satu ruang ada ibu yang sedang sibuk menyiapkan kue-kue, saya pun bertanya "Ibu, rapat keuangannya di mana ya?". "Keuangan, di lantai satu Bu". Waduh, saya pun turun lagi. Di lobi tampak beberapa karyawati masuk ke ruangan keuangan, saya ikut masuk. "Mbak Asmi di mana ya? ". "Saya Bu". Mbak Asmi muncul dari ruang komputer."Mbak habis rapat ya?", "Rapat? Nggak saya habis makan!". Nah lho, jadi si mbak tadi bohong pada saya!
Saya pun membayar langganan MOP perpustakaan sekolah yang sejak bulan Juli belum membayar. Sekalian bayar 6 bulan. Sambil agak sakit hati juga dibohongi, sampai saya perhatikan lagi wajah jutek si karyawati tadi....
Saya jadi bertanya-tanya, mengapa ya wajah PNS kita juga layanan di dinas atau fasilitas yang harusnya melayani publik kok kurang memberi layanan prima? Andai karyawati tadi mau menjawab pertanyaan dengan ramah, tersenyum, dan jawab saja apa adanya, kalau yang saya cari sedang ke luar atau sedang makan kan bisa. Apa ruginya dia ramah dan melayani dengan baik.
Jadi ingat saya pernah antri obat di rumah sakit, lama banget. Sejak jam 11 meletakkan resep sampai jam 2 siang saya baru dapat obat. Untunglah ibu yang ada di apotek ramah dan sabar. Beliau sabar saja melayani kami yang rata-rata minta didahulukan karena sudah lelah dan bosan antri. Beliau tersenyum, menjawab dengan ramah dan penuh canda. Nah itu baru pribadi mempesona yang memberi layanan prima!
Saya yang   juga seorang PNS jadi berkaca, berusahalah menjadi pribadi mempesona bagi orang-orang yang ada keperluan dengan saya, yang memerlukan jasa saya sebagai PNS, berikan layanan prima pada mereka. Senyum dan bukan wajah cemberut yang diperlihatkan. Kata-kata dengan nada ramah, bukan nada gusar atau nada pelit cenderung sombong.
Mungkin menteri Pendayagunaan Aparatur Negara masih punya tugas, beri pelatihan pribadi mempesona dan layanan prima untuk para PNS se Indonesia!
BUDE BINDA
Banjarnegara, Selasa 6 Desember 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H