Saya dan keluarga suami mendapat undangan pernikahan Lis anak almarhum Om Brojo paman suami saya. Lis syukuran pernikahannya bertempat di rumah ibundanya Bulik Pur di Tersono Batang.
Baru kali ini saya pergi ke Batang, sebelumnya sudah bertanya pada Bu Yunita teman saya sekantor yang aslinya Batang. "Tersono Batang mana Bu?". "Tersono itu Batang paling timur, dari Wonosobo arah Dieng sebelum Dieng belok kanan". Begitu kata Bu Yunita. Bu Nita sendiri kalau pulang ke Batang lewat batur, Blado terus sampai di Batang.
Begitulah Minggu saya berangkat daru rumah pukul 8.30, sampai di Wonosobo pukul 9.00 terus berangkat setelah bertambah dengan Tanti adik suami , Om Tejo suaminya anaknya 2, mbak Nunung dengan suaminya dan Hilman anaknya.
Suami saya yang sedang masuk angin, ditinggal di rumah Mbak Nunung di Manggisan Asri, yang menyetir mobil Om Tejo.
Rute yang ditempuh Kalianget, Tambi, Jumprit, Ngadirejo, Candiroto, Sukorejo, dari Sukorejo belok kiri ke arah Bawang. Sebelum Bawang di pertigaan belok kanan sampailah Tersono.
Jalan dari Tambi rusak parah, jalannya sempit menanjak pula. Namun pemandangannya indah luar biasa. Udara sejuk, di kanan kiri semak teh dari perkebunan teh Tambi. Ke atas lagi perbatasan dengan Temanggung tanaman berganti kol, daun bawang, wortel, kapri, kentang. Di Jumprit sebelum mata air yang terkenal itu, kulihat kol menumpuk di pinggir jalan baru saja dipanen. "Om, bisa berhenti, saya pengin beli kol!" "Bisa Mbak". Mobil pun menepi. Saya turun bertanya pada Mas yang ada di sebelah tumpukan kol "Mas kolnya dijual?" "Sebelah sana saja Bu!". Tangannya menunjuk ke ladang yang ada ibu-ibu petani sedang memanen kol atau kobis. Saya pun menyeberang jalan ke arah ibu petani. "Mbak, kolnya saya boleh beli". "Boleh Bu". Saya mengulurkan uang Rp5.000,00. Ternyata dengan selembar 5 ribuan itu, saya diberi kol banyak banget!
Mungkin kalau ditimbang ada 10 kg. Lumayan buat oleh-oleh. Ibu petani yang bernama Rohanah itu juga senang kalau dibeli langsung karena bisa lebih mahal, kalau dibeli pedagang sekilo hanya Rp200! Kasihan ya tidak sesuai dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkan. Saya juga senang dapat kol murah, kalau beli di pasar harganya seribu sampai dua ribu rupiah.
Perjalanan dilanjutkan, melewati perkemahan dan tempat wisata Jumprit di kanan jalan. Di Jumprit banyak pohon pinus. Di kiri jalan ada mata air atau sendang Jumprit, tempat mengambil air suci untuk ritual Waisak bagi umat Budha.
Setelah Jumprit, sampailah di Ngadirejo, saya menelpon Mamik teman saya yang tinggal di Ngadirejo. Ternyata Mamik rumahnya dari jalan raya masuk dan dia akan takziah. Mamik sempat tanya apa mobilku. Kusebut Avansa kuning dengan nomornya.
Tak lama kemudian Mamik sms kalau dia berpapasan dengan mobilku di depan masjid Ngadirejo. Sayang Mamik di mobil rombongan, tak mungkin minta berhenti untuk bertemu denganku. Ya memang belum saatnya jumpa. Baru kali ini saya melewati Ngadirejo. Di Candiroto dan Sukorejo Kendal banyak pohon jambu biji. Sepanjang jalan penjual jambu biji berderet-deret memamerkan jambu jualannya. Kami sudah mengincar mau memilih penjual yang jambunya akan kami beli.
Perjalanan lancar sampai ke Tersono Batang. Berjumpa dengan saudar-saudara suami. Menyampaikan selamat kepada pengantinnya yang tampak cantik. Makan dengan menu yang asyik, ada tempe bacem, telur, daging semur, oseng tahu, dan ini yang bikin ngiler oseng daun pepaya! Masih ada sambal terasi favoritku dengan lalap mentimun, kerupuk udang. Minumnya jus jambu biji merah. Hemmm.....nikmat! Walau hujan turun terus sepanjang perjalanan mau pun saat di tempat syukuran.