Mohon tunggu...
Bude Binda
Bude Binda Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Langkah kecil kita mengubah dunia. Berpuisi di Http://jendelakatatiti.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Rumah Idaman dengan Taman Tanpa Alamanda

5 Maret 2011   10:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:03 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

"Mah, jangan tanami halaman rumah kita dengan bunga Alamanda kuning!".

"Lho, kenapa? Aku suka Alamanda  kuning, kalau Alamanda merah boleh?"

"Nggak , saya kan baca suratmu untuk pacarmu itu, rumah mungilnya sudah sesuai impian kalian, kalau ditanami Alamanda  kuning nanti yang terbayang rumah impian Mamah dengan kekasih Mamah si ganteng yang jago basket itu".

Begitulah suamiku kalau sedang kumat cemburunya. Nyebelin !

Aku pernah menulis tentang rumah impianku yang mungil, bercat putih dengan halaman luas yang ditanami rumput dan bunga Alamanda kuning. Tulisan yang telah begitu lama itu rupanya terbaca suamiku. Ha...ha...ha...dia tak mau  rumah yang baru kami beli dengan mencicil bank yang besarnya ala mak bikin kepalaku pusing cenat-cenut itu sesuai dengan angan-anganku saat belum menikah dengannya yang artinya impian rumahku kala pacarku masih si dia....

Untuk apa sih cemburu pada masa lalu? Aku tak pernah lagi ketemu dengan si botak itu.  Setahun sekali saja belum tentu ketemu, kalau pun jumpa selalu tak sengaja. Jadi sungguh suamiku suka lebay masih cemburu padanya! Saat kubercanda bilang padahal pria idaman lainku  sudah ganti, kok kamu nggak curiga , masih cemburu  pada si itu-itu juga?

Rumah yang kuidamkan  sebenarnya sudah berganti tak lagi mungil. Aku sudah menggambarnya, rumah ukuran 9 X 9 meter. Berkamar 3. Bersih, lapang dengan halaman depan dan samping yang luas. Namun ternyata suamiku ngotot ingin beli di perumahan, rumah yang super mungil. Tipe 45. Dua kamar satu kamar mandi. Dia malas membangun rumah karena pusing katanya memikirkan bahan bangunan, tukang dan segala kerepotan membangun rumah.

Susah payah saya mengurus kredit banknya, bernegoisasi tentang pembayarannya dengan pengembangnya, diam-diam aku mengurus sejak akhir September. Rumah mulai dibangun oleh kontraktornya Desember, Alhamdulillah selesai Februari. Pembayaran dari bank beres Februari.
Aku belum menempatinya, sementara waktu masih enak numpang di rumah kakek. Ku tinggal di rumah kuno dan besar ini sejak menikah 1998 yang lalu. Rumah ini berukuran 9 X 18 meter. Masih ditambah sumur , bak mandi dekat sumur dan gudang tempat menyimpan panen kelapa kakek dulu.

Jadi alangkah  kecilnya rumah cicilanku kalau dibanding rumah yang kudiami sekarang. Halaman dan pekarangan luas, ada kolam ikannya pula. Buah-buahan yang ada di pekarangan mari kita hitung, di halaman ada pohon mangga, sawo, jambu biji, nangka. Di belakang jambu biji, buah naga, durian, sirsak, pepaya. Masih beternak ayam, angsa, dan entok. Ada pula kolam ikan.

Biarlah kecil kuhibur diriku. Kalau sudah punya uang lagi akan kutanami rumput gajah mini. Sudah  bertanya pada tukang taman atau penjual tanaman hias 1 meter persegi Rp15.000,00. Yang kubutuhkan cukup 6 meter persegi, tanaman lain sudah punya. Ada kamboja kuning, iris , pisang-pisangan, lidah mertua, anggrek ungu.

Tentu saja tamanku tanpa Alamanda, nanti bikin sakit kepala kalau suamiku kumat cemburunya!

Banjarnegara, Sabtu 5 Maret 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun