Mohon tunggu...
Bude Binda
Bude Binda Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Langkah kecil kita mengubah dunia. Berpuisi di Http://jendelakatatiti.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menjual Merapi

1 Januari 2011   13:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:03 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya dan mengantar ponakan  liburan di Yogya. Berangkat Kamis 30 Desember, sampai Yogya pukul 12 siang.  Hari Kamis belum muter-muter , masih lelah, istirahat di rumah adik saya di Purwomartani.

Barulah sore harinya adik mengajak saya dan Jalu ponakan saya untuk ke bandara Adi Sucipto. Kami nonton pesawat yang tinggal landas dari balik pagar bandara. Kemudian karena belum terlalu puas lihat pesawat adik ngajak kami masuk ke bandara. Saya baru tahu ternyata di komplek bandara ada stasiun kereta api. Jadi sekaligus lihat stasiun dan bandara.

Masuk ke ruang penjemput menunggu atau melepas kepergian kerabat ternyata membayar karcis 1 orang  tiga ribu rupiah. Kami pun naik ke tangga menuju ruang atas. Wah, saya baru tahu ternyata memang kita bisa lihat penumpang yang baru turun dari pesawat mau pun penumpang yang akan naik pesawat. Seumur-umur saya yang sudah 41 tahun ini, ya baru kali ini menginjak bandara. Naik pesawat terbang? Belum pernah, naiknya pesawat sepeda ha...ha...Sepeda termasuk pesawat lho, itu saya baca di buku IPA SD dulu saat masih di SD.

Sempat lihat pesawat yang baru menurunkan penumpangnya, dari maskapai penerbangan Batavia Air, tapi kok pesawatnya dilihat dari dekat jelek ya? Hi...hi...kata adik saya pesawat tua, yang bagus dan pesawatnya baru Garuda dan Lion Air.

Saya dalam hati malah jadi pengin bikin film pendek dengan lokasi di bandara dan stasiun, lokasinya di satu komplek dan shooting di bandara serta stasiun kan suasananya bagus. Beda dengan di terminal bus misalnya.

Puas lihat pesawat, kami turun dan berjalan ke luar bandara sambil lihat jajan sepertim es krim dan roti yang harganya pasti selangit mahalnya. Kami menuju ke stasiun kereta. Di stasiun kereta sempat lihat lelaki yang menarik perhatian , orangnya berkaca mata, postur tinggi besar membawa kamera yang besar, dia sibuk hilir mudik naik turun dari peron ke rel kereta untuk memotret kereta api yang baru datang. Saya sempat curiga apa Mas Wisnu Nugroho wartawan Kompas ya?

Tapi untuk sok kenal bertanya Mas Wisnu atau bukan saya malu, takut kalau bukan Mas Wisnu.

Kami di stasiun agak lama menunggu kedatangan kereta Pramek dari  Solo. Kami sekaligus menjemput istri adik saya. Pukul 5 lewat 5 menit sore barulah adik ipar saya itu datang. Dia merasa surprise dijemput saya dan Jalu selain suaminya.

Nah hari Jumat saya sudha janjian untuk ke rumah Nevi teman kuliah di IKIP Yogyakarta dulu tahun 1988-1994. Nevi wisuda bareng, 27 Agustus 1994 , bersama juga dengan Asih, sayang sampai sekarang Asih tak terlacak. Kami pun berangkat dari rumah ke Gedongan Baru rumah orang tua Nevi, setelah sempat kesasar akhirnya ketemu juga rumah Nevi. Agak lama menanti Nevi yang sedang mandi, akhirnya kami jumpa setelah  berpisah di tahun 1994 lalu. Hemmm ternyata kami baru ketemu lagi  setelah 16 tahun kemudian....

Pertemuan yang susah digambarkan dengan kata-kata. Setelah peluk cium, eh Nevi berucap bener ini kan Tuti temanku, kami saling memandang dan berpelukan lagi, hampir tak percaya! Sayang tak lama kami melepas rindu dan saling bercerita, saya akan diajak adik wisata ke lereng Merapi Nevi juga siangnya akan ada acara. Akhirnya pamitlah saya dengan berat hati , dan diberi oleh-oleh dari Surabaya, Nevi sekarang tinggal di Surabaya dan di Yogya sedang liburan dengan  aka dan suaminya. Terima kasih Nevi, walau sesaat pertemuan kita sangat berkesan!

Mobil pun melaju ke arah utara, kami melewati kecamatan Ngaglik, Sleman. Wah dekat dengan Wedomartani tempat saya KKN dulu di tahun 1993. Terlewati lagi kecamatan Cangkringan, akhirnya turun di Glagahharjo  , kami  melihat dari dekat sungai  Kali  Gendol yang sempat berkali-kali banjir lava dan banjir lahar dingin. Pemandangan pohon-pohon meranggas, pasir yang masih mengepul sisa-sisa lahar panas, dan batu-b atu dari perut Merapi yang berserakan terpampang di depan mata. Semua pemandangan yang bisanya dilihat di layar kaca benar-benar nyata ada di depan mata ! Tidak hanya rombongan saya yang datang ke sini banyak mobil mau pun motor yang berwisata Merapi. Tak heran di sepanjang jalan di tiap perempatan ada pengumpul dana yang siap menampung dana suka rela dari penikmat wisata Merapi. Memang kita tak boleh terlena menangisi musibah, namun justru kreatif untuk menjual Merapi menjadi paket wisata  sehingga bisa membantu biaya hidup warga yang terkena dampak erupsinya. Di sepanjang jalan masih terlihat posko-posko pengungsi. Ada juga dapur umum. Kata adik saya pemilik rumah yang ada di dekat aliran sungai masih mengungsi, takut kalau hujan  terjadi banjir lahar dingin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun