Mohon tunggu...
jemsmil
jemsmil Mohon Tunggu... Konsultan/Pemerhati Pendidikan dan Kebijakan Publik -

Sederhana, Realistis, Kasih Terhadap Sesama, Senang dgn Modernitas, Pencinta Seni dan Kedamaian. (Link terkait : www,kompasiana.com/jemmyluan dan www.kompasiana.com/jemsmil)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apa Mungkin Negara Ini Berjalan Tanpa DPR?

10 Februari 2016   15:11 Diperbarui: 10 Februari 2016   15:36 2496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan demikian dari perbandingan, contoh dan pengalaman historis yang ada serta kemungkinan dalam konstitusi kita (karena yang hanya dinyatakan secara tegas dalam UUD 1945 yang TIDAK dapat dilakukan perubahan, adalah mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia – Pasal 37 Ayat [5]), maka jawabannya bisa saja berjalan tanpa DPR dengan ketentuan bahwa, pasal-pasal yang mengatur tentang DPR maupun Kekuasaan Pemerintahan Negara yang ada kaitan dengan DPR nantinya harus diubah melalui mekanisme amandemen yang sekalipun ini membutuhkan peran DPR akan tetapi karena konteksnya “dianggap” sudah “tidak ada”, sehingga peran tersebut diabaikan atau tidak perlu diperhatikan lagi dan langsung diambil alih oleh pemerintah (eksekutif) sehingga pada akhirnya ke-3 fungsi pokok DPR yang dimaksudkan dalam konstitusi tersebut dapat dijalankan oleh eksekutif saja! Hal ini tentunya dapat terlaksana kalau memang benar pada suatu saat realita itu ada (tidak ada rakyat yang mau memilih atau yang memberikan suara namun tidak memenuhi ketentuan yang ada),

Maka Presiden dengan kekuasaan atau kewenangannya dapat menetapkan keadaan darurat (bahaya) – Pasal 12 UUD 1945 atau mengeluarkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti undang-undang – Pasal 22 Ayat (1) UUD 1945, sehingga dengan ini berbagai kemungkinan yang dapat dijalankan demi berputarnya roda pemerintahan/negara dapat berjalan termasuk dengan tanpa DPR itu. Jadi berbeda dengan konteks atau latar belakang Sukarno mengeluarkan Dekrit (1959) atau juga dengan rencana Gus Dur pada tahun 2001. Ini “skenario” yang “dibuat atau impikan” saja, kalau keadaan di mana DPR benar-benar tidak ada sebagaimana “cerita mimpi” (pendapat) pribadi di atas, atau bisa saja lain yang mungkin belum diatur namun ada peluangnya dalam konstitusi (misalnya berkaitan dengan “Perubahan Undang-Undang Dasar” atau “Aturan Peralihan”, sehingga tindakan/keputusan yang diambil sebagaimana maksud di atas tidak dikatakan inkonstitusional) yang bertujuan melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita yang perlu kita antisipasi, namun dengan 2 keadaan dan alasan tersebut di atas dapat diterima.

Dengan adanya pengalaman atau munculnya fenomena seperti ini hendaknya dapat menjadi refleksi bagi kita bersama terutama bagi pemerintah dan para anggota DPR serta Parpol sebagai pengusung atau peserta resmi dalam pemilu, agar bila sistem pemerintahan ini kita tetap mau pertahankan, sehingga DPR tetap eksis dan dapat menjalankan tugas/fungsinya secara baik dan disenangi rakyat yang diwakilinya nanti, maka para parpol harus benar-benar melakukan sistem pengkaderan atau pendidikan politik secara internal yang baik dulu sebelum keluar, harus diseleksi secara serius, kontinyu dan berjenjang atau melalui mekanisme yang jelas dan terukur, baik itu soal pengetahuan dan moralnya – integritas, pengalaman berpolitiknya, sejarah masa lalu atau rekam jejaknya seperti apa, wawasan kebangsaan serta rasa patriotismenya dan apa motivasi utamanya untuk mau menjadi anggota DPR harus diketahui secara jelas!

Jadi tidak asal usul/calonkan atau tempatkan dengan alasan keadaan atau lainnya, sehingga pada akhirnya menghasilkan banyak politisi “karbidan” (daripada yang seharusnya belajar atau meniti karir/jabatan/keanggotaan parpolnya dari bawah atau eksistensi/pengalamannya di partai dapat diakui/diterima) yang duduk di DPR/DPRD atau sebagai elit/pengurus Parpolnya yang bisa diduga bagaimana kualitasnya dan tidak sedikit dari kalangan inilah yang bermasalah. Sehingga dengan begini berbagai kemungkinan yang negatif yang mungkin saja bakal terjadi (kemungkinan melakukan korupsi, berkhianat terhadap negara/rakyatnya, dll) dapat diantisipasi sedini mungkin.

Dengan demikian kita berharap nantinya bisa memperoleh anggota DPR yang dapat benar-benar mengembankan tugas/fungsi-fungsi utamanya sebagai wakil rakyatdengan kompeten, sehingga berbagai kasus yang memalukan atau dapat menyusahkan rakyat yang diwakilinya serta negara sebagaimana diutarakan di atas tidak lagi terjadi! Dan pemikiran-pemikiran seperti, bubarkan saja atau tidak perlu ada DPR, dan lain-lain yang mirip dalam sistem pemerintahan kita juga tidak akan muncul lagi dalam setiap benak rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun