Dalam perkembangan zaman yang begitu cepat, tentunya menjadi tantangan baru untuk kita semua untuk menyikapi kemajuan tersebut. Tanggung jawab orang tua terhadap anakpun semakin besar pula, sebab orang tua memiliki peran dan sebagai penentu masa depan anak. Kaloh saya katakan "orang tua yang baik akan menjalankan kewajibannya sepenuhnya, dan orang tua yang buruk akan pasif menjalankan kewajibannya terhadap anak". Pada generasi milenial saat ini menjadi tantangan orang tua mengarahkan anaknya, bagaimana dia beradaptasi dengan dunia maya/teknologi.
      Dalam hukum positif Indonesia telah terakomodir tentang kewajiban orang tua terhadap anak. Dimana konstitusi pada Pasal 28B ayat (2) dan Pasal 34  ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa, "Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi". Kemudian Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa, "Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara". Ini bukan tanpah sebab, adanya kewajiban orang tua terhadap anak, akan tetapi untuk menghindari problematika penelantaran anak. Sejauh ini Indonesia 78 tahun merdeka tentunya perkembangan hukum di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Kekosongan hukum bukanlah hal yang buru namun problem kekosongan hukum pihak berwenang yaitu pemerintah, DPR, dan penegak hukum selalu melakukan langkah-langkah untuk mengatasi persoalan tersebut.
Anak belum dewasa menurut Kitab Undang-Undang Hukum perdata menjelaskan pada Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Mengatakan orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Jadi anak yang diatas 21 dan sudah menikah sudah dikatakan dewasa. Oleh karena itu orang yang sudah dewasa kewajiban orang tua pun sudah terlepas.
     Kewajiban orang tua terhadap anak bukan sesuatu yang asing di dengar. Dalam kehidupan kita sehari-hari sudah mendengarkan kalimat tentang kewajiban orang tua terhadap anak. Seperti: orang tua harus mendidik anak, menasihati anak, memberikan motivasi, menafkahi anak sampai anak dewasa berkeluarga dan lain sebagainya. Dengan contoh ini, sebetulnya tidak kalah jauh yang terdapat dalam hukum positif di Indonesia. Oleh sebabnya dalam ketentuan Pasal 45 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa:
(1) kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya
(2) kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. Berdasarkan Berdasarkan bunyi ketentuan Pasal 26 ayat (1) UU 35/2014, orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
1. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
2. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
3. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak; serta
4. memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.
      Yang dimaksud dengan anak belum dewasa berdasarkan UU Perlindungan Anak dan perubahannya adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Oleh karena itu, di sini dapat disimpulkan bahwa kewajiban dan tanggung jawab orang tua dilakukan sampai anak berusia 18 tahun. Dengan begitu sebagai mana yang terdapat pada pasal 1 ayat (2) UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yakni: "Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi".
      Dalam ketentuan tersebut sejalan dengan kultur budaya masyarakat Indonesia, sebagai mana yang saya uraikan diatas. Kewajiban ini mencul atas dasar itika pertimbangan kesusilaan, etika, dan moralitas dalam merawat ketentraman keluarga yang bahagia dan sejaterah pada masa depan anak. Mendidik dan memenuhi kebutuhan anak untuk menjamin masa depan anak yang baik sebetulnya ini bukan suatu beban orang tua dalam menjalankan kewajiban orang tua tersebut, akan tetapi sebuah kewajibannya yang harus dia terpenuhi. Di Indonesia saya rasa pengetahuan orang tua tentang kewajibannyanya untuk mendidik dan menjamin masa depan anak masih sangat minim.
     Akibat hukum dalam penelantaran anak bila merujuk Ketentuan perbuatan tindak pidana penelantaran anak dalam ketentuan pasal 76 haruf b UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan Anak yang menegaskan bahwa: "Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran". Kemudian apabila melanggar ketentuan tersebut sanksi yang dikena orang yang melakukan tindakan pidana tersebut yaitu pasal 77b UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan Anak yang menyatakan: "Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76b, di pidana dengan pidana penjara paling lama (lima) Tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah)".
     Kasus penelantaran anak suatu fenomena sosial yang sering terjadi di skalah masyarakat. Kejadian Penelantaran anak tahun 2023 menurut data yang diperoleh dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) total sebanyak 955 Anak, Namun hal ini saya duga masih banyak terjadi fenomena tersebut yang terjadi di kalangan masyarakat baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan.
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H