6.K. Kahantjik Sale, S.H
Perkawinan adalah Ikatan lahir-batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-isteri.
Perkawinan siri adalah sebuah hubungan antara perempuan laki-laki dan perempuan yang secara hukum belum sah dan belum diakui oleh negara. Jadi nikah siri ini belum ditetapkan dicatatkan di pemerintah, dalam hal ini kantor urusan agama (UAS). sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum yang terlebih pada ibu dan anak. Perkawinan siri atau nika siri dapat dikatakan melanggar undang-undang, sebab sebuah perkawinan tersebut belumlah sah secara hukum atau belum ada kekuatan hukum yang mengikatnya. Dalam hal ini, dapat melanggar UU No.22 Tahun 1946, yang menyatakan bahwa setiap pernikahan harus diawasi oleh pegawai pencatat pernikahan dan disertai sanksi berupa denda dan kurungan badan. Kemudian hal ini juga diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 yang terdapat pada pasal 2 ayat (1 dan 2) sebagai berikut:
1)Perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
2)Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.
Perkawinan siri meskipun dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pada pasal 2 ayat (1) satu sudah dinyatakan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama, akan tetapi pada ayat (2) menegaskan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku. Artinya perkawinan siri tidak dilegalkan secara hukum, dengan alasan nika siri tidak adanya akta nika serta surat-surat resmi terkait legalitas pernikahan tersebut. Jadi perkawinan siri di Indonesia belumlah sah secara hukum walaupun secara budaya sudah sah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H