[11] Kumara Ari Yuana, The Greatest Philosophers - 100 Tokoh Filsuf Barat dari Abad 6 SM - Abad 21 yang Menginspirasi Dunia Bisnis, (Yogyakarta: Andi, 2010), hlm. 115.
[12] Simon Petrus Tjahjadi, Petualang Intelektual, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 253
[13] Jemes Rachels, Filsafat Moral, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 183.
[14] Mohammad A. Shomali, Relativisme Etika, terj. Zaimul Am, (Jakarta: Shadra Press, 2011), hlm. 19-45.
[15] Jemes Rachels, Filsafat Moral..., hlm. 171.
[16] Principia Ethica adalah salah satu inspirasi utama gerakan melawan naturalisme etika.
[17] Yang dimaksud simple oleh Franz Magnis Suseno adalah “yang tidak terdiri dari bagian-bagian”.“Baik” sama halnya dengan “kuning”, ada banyak benda berwarna kuning. Kalau pun kita menganalisa semua benda warna kuning, tetap saja kita tidak bisa menjelaskan apa itu “kuning”, kecuali sudah mengetahui sebelumnya. Ibid.,
[18] Namun menurut James Reachels, bahwa Moore mencoba menyusun daftar pendek dari hal-hal yang harus dianggap sebagai ‘baik’ pada dirinya. Moore mengusulkaan bahwa ada tiga kebaikan intrinsik yang nyata – kenikmatan, persahabatan dan kesukaan estetis – dan tindakan yang benar adalah yang menciptakan hal-hal seperti itu di dunia. Lihat James Reachels, Filsafat Moral, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 191.
[19] Apakah Moore memaknai pengetahuan intuitif di sini memiliki sifatnya subyektif, spekulatif, ekspresif dan aktif? Karena menurut Russell, pengetahuan intuitif pada hakikatnya merupakan pengetahuan yang diperoleh lewat pengalaman langsung seseorang dan menghadirkan pengalaman serta pengetahuan yang lengkap bagi orang tersebut. Pengetahuan jenis ini bersifat subyektif, sebab hanya dialami oleh orang tersebut. Namun menurut Kartanegara bahwa pengetahuan intuitif bersumber pada naluri/hati seseorang. Ia adalah hipotesis untuk bisa bagi analisis selanjutnya dalam menentukan kebenaran ilmiah. Lihat selengkapnya di Russell, B., The Problems of Philosophy, (Los Angeles: Indo-European Publishing, 2010); Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu : Sebuah Rekonstruksi Holistik, (Bandung: Penerbit Arasy PT Mizan Pustaka, 2005) dan A Bakker dan A. C. Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1990), hlm. 25.
[20] Jika demikian, apakah “baik” dalam pemahaman Moore adalah non ilmiah? Karena yang dikatakan pengetahuan ilmiah memiliki lima ciri, yaitu 1) empiris (terhasil dari pengamatan percobaan). 2) Sistematis, berbagai data saling berhubungan dan ketergantungan yang teratur. 3) Obyektif, terbebas dari prasangka dan kesukaan pribadi. 4) Analitis, adanya pembedaan pokok penelitian. 5) Verifikatif, yaitu dapat diperiksa kebenarannya oleh orang lain. Lihat Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), hlm. 62-63; Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 865.
[21] Normatif dalam artian “baik” memuat semacam desakan agar harus dilaksanakan.