Telah menjadi ketetapan baku.
Al-Jabiri, Bunyah...op.cit., hlm. 42
Ibid., hlm. 58.
Ibid., hlm. 48-62
Rasyid Ridha menggagas pendekatan rasionalitas dijadikan sebagai penentu keabsahan sebuah hadist.
Lengkapnya lihat M. Musthafa Azami, Metodology Kritik Hadist, terj. Yamin, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), hlm. 143.
Arti asalanya dalah mengeluarkan, mengeluarkan hukum syar’i dari dalilnya.
Misalkan minum wiski diqiyaskan pada khamer, keduanya haram karena kesamaan illat, memabukka.
Kalangan fuqaha’ memahami syahid sebagai “hukum” pada ushul dan ghaib sebagai furu’nya. Sedangkan para mutakallimin memaknai syahid sebagai manusia dengan segenap sifat-sifatnya, dan ghaib dimaknai Allah. Maka untuk mamahami Allah (ghaib) melalui manusia dan alam semesta (syahid). Mutakallimun tidak mau menggunakan qiyas, mereka menggunakan istilah istidlal, karena makna qiyas adalah tasybih (penyerupaan)dikhawatirkanterperangkapmenyamakan Allah dengan manusia.
Misalkan kaidah “pada asal-nya segala sesuatu itu boleh”. Lihat al-Jabiri, Bunyah..., hlm. 113-116.
Orang-orang yang boleh berijtihad, dianggap kapabel mengeluarkan ketetapan hukum dari dalil-dalilnya. Lihat al-Jabiri, Bunyah..., hlm. 130.