Mohon tunggu...
Jembar tahta
Jembar tahta Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

pejalan sunyi, penikmat karya tuhan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Harmonisasi Kebenaran : Dialektika Relativitas Dalam Kehidupan Berbangsa

14 Januari 2025   22:18 Diperbarui: 14 Januari 2025   22:13 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana keadaan rakyat Indonesia sekarang? Masihkah terperosok dalam kubangan jiwa yang sulit move on dari perginya Shin thae yong. Apakah masih belum bisa menerima pelatih baru Patrick kuilvert dan Alex pastoor?. Atau, apakah media sosial masih dipenuhi kecaman kepada Erick Thohir yang dianggap membuat keputusan blunder?

Semua penilaian ini bersifat relatif. Indonesia adalah negara dengan masyarakat yang heterogen, tidak hanya dalam suku, bahasa, dan budaya, tetapi juga dalam pola pikir. Keragaman ini menciptakan berbagai sudut pandang yang dapat dilihat, misalnya, dari kolom komentar di postingan yang sedang viral. Salah satu berita yang menarik pBagaimana keadaan rakyat Indonesia sekarang? Apakah masih terperosok dalam kesulitan menerima kepergian Shin Tae-yong? Apakah masyarakat belum bisa menerimaerhatian belakangan ini adalah pemecatan Shin Tae-yong dan penggantinya oleh Patrick Kluivert.

Saat ini, tampaknya ada pola dominan dalam pandangan masyarakat terhadap berbagai isu, tidak hanya dalam sepak bola. Dalam setiap fenomena, sering kali hanya muncul dua sudut pandang yang saling berdebat: rakyat versus pemerintah atau rakyat versus para pengambil keputusan.

Pandangan rakyat Indonesia cenderung terpecah menjadi dua kubu: mereka yang berpihak pada "pro rakyat" atau mereka yang dianggap sebagai "buzzer." Jika dahulu konflik antar suku kerap dimanfaatkan penjajah untuk memecah belah, kini konflik semacam itu semakin jarang ditemukan. Bahkan dalam sepak bola, konflik antar suporter pun mulai mereda, mungkin sebagai dampak dari tragedi Kanjuruhan. Meski dunia suporter mulai menunjukkan kedamaian, para petinggi PSSI dan pelaksana liga masih memberlakukan larangan kehadiran suporter tamu dalam laga tandang. Hal ini menunjukkan bahwa perdebatan kini lebih banyak terjadi antara rakyat dan para pemangku kebijakan.

Apa kunci dari perdebatan ini? Kunci utamanya adalah pemahaman akan pentingnya harmonisasi kebenaran. Perlu disadari bahwa baik apa yang dikatakan rakyat maupun keputusan para pemimpin masih merupakan kebenaran relatif. Tidak ada kebenaran yang sepenuhnya mutlak dan pasti berhasil di masa depan.

Sebagai contoh, keputusan ketua umum PSSI untuk mengganti pelatih mungkin dilandasi harapan agar timnas menjadi lebih baik. Di sisi lain, kritik rakyat yang menyebut pergantian pelatih di tengah perjuangan kualifikasi Piala Dunia 2026 sebagai blunder juga didasarkan pada logika tertentu. Namun, kedua kebenaran ini tidak bisa dianggap absolut.

Ketika kedua kubu bersikeras pada kebenaran masing-masing, gejolak akan terus muncul. Hubungan antara PSSI, timnas, dan suporter pun akan terganggu. Hal ini berlaku tidak hanya dalam lingkup olahraga, tetapi juga dalam lingkup kenegaraan. Pemerintah yang kukuh pada kebijakan tertentu tanpa membuka ruang dialog dengan rakyat, dan rakyat yang menolak kebijakan tanpa memahami latar belakangnya, hanya akan menciptakan konflik.

Karena itu, harmonisasi kebenaran sangat diperlukan. Dua kebenaran ini seharusnya tidak diadu, melainkan diselaraskan. Penting bagi kita untuk menyadari bahwa setiap kebenaran yang diungkapkan manusia bersifat relatif dan tidak mutlak. Harmonisasi ini dapat diwujudkan melalui dialog dan negosiasi antara pihak-pihak yang berbeda pandangan.

Sebagai contoh, ketika ketua umum PSSI hendak mengganti pelatih, dialog dengan perwakilan rakyat pecinta sepak bola bisa menjadi solusi. Asas keterbukaan adalah inti dari harmonisasi kebenaran. Jika para pengambil kebijakan membuat keputusan mengejutkan tanpa komunikasi sebelumnya, gejolak pasti akan terjadi. Dalam konteks ini, pertempuran antar kebenaran menjadi tidak terhindarkan.

Indonesia akan menjadi negara yang damai dan tenteram jika harmonisasi kebenaran diterapkan secara luas. Bayangkan, ketika terjadi demonstrasi mahasiswa, pihak yang bersangkutan bersedia menemui mereka untuk berdialog secara terbuka. Atau ketika pemilu berlangsung, dua kubu yang bertarung mengedepankan prinsip berlomba-lomba dalam kebaikan. Begitu pula ketika wakil rakyat benar-benar harmonis dengan suara rakyat. Alangkah indahnya Indonesia jika dikelola dengan prinsip harmonisasi kebenaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun