Mohon tunggu...
Jembar tahta
Jembar tahta Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

pejalan sunyi, penikmat karya tuhan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Banyak Bola, Banyak gawang : Narasi Indonesia dalam pertandingan tanpa aturan

18 Desember 2024   19:05 Diperbarui: 18 Desember 2024   19:05 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sepak bola adalah sesuatu yang paling dekat dengan hati rakyat Indonesia. Lebih dari sekadar hiburan, sepak bola adalah harga diri. Mulai dari turnamen antar-kampung (tarkam), liga lokal, hingga ajang bergengsi seperti Piala Asia, sepak bola selalu menjadi panggung emosi bersama. Dari klub desa, klub kota kebanggaan, hingga tim nasional, semua menjadi bukti betapa Indonesia adalah negeri yang gila bola.

Sepak bola, pada hakikatnya, adalah olahraga yang merakyat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pemain nasional yang berasal dari pelosok-pelosok negeri, mencerminkan bahwa sepak bola adalah milik semua lapisan masyarakat. Antusiasme suporter yang luar biasa juga menjadi gambaran semangat dan spirit kebersamaan yang lahir dari olahraga ini. Sepak bola, dengan kata lain, telah menjadi bagian dari hidup dan kebahagiaan rakyat Indonesia.

Lalu, apa hubungannya sepak bola dengan narasi Indonesia? Kita bisa saja memaknai semangat sepak bola sebagai simbol persatuan: rakyat dengan spirit yang sama, tujuan yang sama, dan semangat yang sama ketika tim nasional sedang berjuang. Namun, sayangnya, bukan makna itu yang menjadi cermin Indonesia hari ini.

Di sisi lain, kita juga mengenal istilah match fixing, judi bola, dan sepak bola gajah. Fenomena ini mirip dengan keadaan Indonesia sekarang---sebuah negara yang belum jelas arah tujuannya. Meski cita-cita luhur telah ditetapkan dalam Pembukaan UUD 1945, implementasinya masih jauh dari harapan. Tujuan yang mulia tanpa aksi yang nyata dan terarah hanya akan menjadi angan-angan belaka.

Bayangkan, Indonesia ini ibarat sedang bermain di stadion terbaik di dunia, dengan rumput berkualitas nomor satu. Namun, yang terjadi adalah permainan tanpa aturan dan strategi yang jelas. Job description antara pemain, wasit, dan suporter berantakan. Kiper maju terlalu jauh ke depan karena ingin mencetak gol, sementara striker malah sibuk menjual air mineral kepada penonton karena gajinya kurang.

Lebih parah lagi, wasit yang seharusnya bersikap netral dan adil justru mengenakan seragam salah satu klub. Mulutnya mungkin tetap berkata "Saya netral," tetapi tindakannya menunjukkan keberpihakan yang terang-terangan. Kondisi ini semakin relevan ketika kita melihat lembaga-lembaga negara saat ini, seperti KPK, yang seharusnya berdiri independen malah dilantik dan dikendalikan oleh pihak yang semestinya diawasi. Bukankah ini sangat mengkhawatirkan?

Jika pemerintah dan rakyat diibaratkan sebagai dua kesebelasan, nasib pertandingan semakin kacau. Setiap pemain membawa bola masing-masing dan seenaknya memasukkan bola ke gawang mana saja. Gawang pun bertebaran di segala arah, mencerminkan tujuan yang tidak jelas.

Lantas, bagaimana dengan suporternya, yang dalam hal ini adalah rakyat? Apakah kita hanya akan menonton, tertawa getir, dan kemudian bersikap apatis? Rakyat Indonesia sudah terbiasa berkata, "Halah, sudah diatur, itu mah biasa." Apakah kita benar-benar mau menganggap ini wajar? Tentu tidak. Sebagai suporter, rakyat punya hak untuk menuntut pertandingan yang adil. Pajak yang dibayarkan ibarat tiket pertandingan dan pembelian merchandise sebagai bentuk kontribusi kepada klub, atau dalam hal ini, kepada negara.

Sayangnya, rakyat seperti suporter yang kebingungan---melihat pertandingan yang kacau, pemain yang tidak strategis, dan wasit yang terang-terangan memihak. Lebih menyedihkan lagi, ketika rakyat ingin protes, mereka dihadang "beton hukum" seperti UU ITE yang membungkam suara-suara kritis. Pada akhirnya, rakyat pun menjadi apatis, lelah, dan enggan peduli terhadap permainan yang semakin awur-awuran.

Indonesia sesungguhnya sudah bermain di lapangan yang luar biasa---stadion terbaik dengan regulasi permainan tingkat internasional. Namun, jika akal para pemain masih kocar-kacir, wasit terang-terangan berpihak, dan suporter dipaksa untuk bungkam, maka jangan berharap pertandingan ini akan berjalan indah. Sebagus apa pun lapangannya, jika teknis permainan masih bermasalah, tujuan pertandingan tidak akan pernah tercapai.

Indonesia hari ini adalah pertandingan sepak bola yang kehilangan makna fair play. Permainan ini membutuhkan aturan yang ditegakkan, pemain yang fokus pada perannya, wasit yang benar-benar netral, dan suporter yang diberi ruang untuk menyuarakan protesnya. Jika tidak, kita hanya akan terus menyaksikan pertandingan kacau yang menyisakan kelelahan dan kekecewaan mendalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun