Changi, 3 November 2014
Salah satu pekerjaan mulia yang sangat saya respect adalah menjadi seorang Buruh Migran atau yang kerap disebut Tenaga Kerja Indonesia, banyak anggapan miring serta negatif masyarakat tentang pekerjaan tersebut (apalagi kalo liat kasus kasus yang pernah ada mengenai pekerjaan ini) seperti anggapan "ngopo ndadak kerjo neng luar negeri, indonesia wae wis angel" "ora iso ketemu keluargamu lho" sampe sampe yang paling parah  "kerjo luar negri ujung-ujunge pulang tinggal nama". Namun saya selalu salut kepada orang orang yang memutuskan kerja diluar Indonesia; terlepas dari aspek kelegalan maupun kompetensi; , orang orang ini merupakan orang yang berani keluar dari zona nyamannya dan yang paling penting mempunyai pemikiran yang lebih kedepan dibandingkan dengan orang orang di tempat tinggalnya (belom lagi adaptasi disana yang jauhh berbeda), Pantas sebutan bagi Tenaga Kerja Indonesia adalah Pahlawan Devisa dan saya sampai sekarang bercita-cita ingin bekerja di luar negeri, makanya saya sewaktu masih kecil mempunyai impian jadi Duta Besar.
Salah satu kesempatan yang langka bagi saya ialah dapat ngobrol bareng dengan seorang Buruh Migran, tepatnya di Bandara Changi pada saat menunggu pesawat dari Singapura balik ke Jogjakarta, saya lupa nama orang tersebut namun asal daerahnya serta kerja di daerah mana masih saya ingat, beliau berasal dari Brebes Jawa Tengah (Waktu Indonesia Ngapak) dan bekerja sebagai perawat atau nanny di daerah Geylang tepatnya di dekat Aljunied Road Singapura, saat mengobrol dengan beliau, memang masih berbahasa indonesia namun kadang terdapat kosakata yang tercampur entah itu dengan bahasa melayu maupun bahasa inggris, jadi memang terlihat sekali beliau sudah lama bekerja di Singapura.
Ada peristiwa yang saya ingat berbicara dengan beliau yaitu perkara kosakata "Pusing", beliau menjelaskan mengenai lokasi bekerjanya yang banyak pusingnya dari MRT Aljunied, entah pada saat itu saya nggak ngeh dengan apa yang dia katakan, setelah dia menjelaskan dengan bahasa inggris 'too many turn',  baru setelah itu saya sadar ia sedang menjelaskan tempat kerjanya dan istilah "pusing" ternyata Belok (dalam bahasa melayu Pusing artinya Belok dalam bahasa indonesia), sedangkan di bahasa indonesia "Pusing" artinya sakit kepala (headache). Sayapun berkelakar Pusingnya di Indonesia sama di Singapura sangat beda jauh.
Sesampainya di Bandara Jogja, ia minta tolong apakah dari bandara Adisutjipto bisa menyambung ke kampung halamannya di Brebes, sepengatuhan saya saat itu tidak ada layanan Bus Damri ke arah Brebes namun di kompleks Bandara dekat dengan Stasiun Maguwoharjo yang bisa mengantar ke Stasiun Lempuyangan atau Stasiun Tugu yang melayani rute kereta api jarak jauh yang pastinya ada jurusan ke kampungnya yaitu Brebes. Setelah percakapan tersebut selesai, sayapun berpisah dengan beliau yang melanjutkan perjalanan mudiknya ke kampung halaman Brebes. Meskipun hanya sebentar, namun bagi saya pengalaman mengobrol langsung dengan BMI/TKI merupakan pengalaman berharga, selain mendapat sudut pandang lain dari pekerja Buruh Migran langsung dari sumbernya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H