Mohon tunggu...
Zema
Zema Mohon Tunggu... Penulis - orang biasa

Hidup ini sederhana, perasaan memperumitnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pelajaran Hidup Menjelang Usia Dua Lima

25 Juni 2020   22:25 Diperbarui: 27 Juni 2020   04:00 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halo selamat malam, mana nih suara generasi saya? Hehe. 

Tidak perlu menjawab "baik-baik saja", seperti judul drama korea baru-baru ini, katanya "it's ok to be not ok". Menurut ilmu psikologi sih menjelang usia dua puluh lima tahun biasanya seseorang mengalami masa krisis. 

Saya tidak menyangkalnya, setahun lagi saya menuju ke sana. Aih cepatnya waktu berlalu....baru kemarin jadi mahasiswi junior, pakai seragam hitam-putih, dibentak-bentak kakak tingkat, sekarang sudah sarjana ajaaa, ya walaupun masih revisian sih.

Tiba-tiba saja  adrenalin berpacu cepat, melebihi biasanya. Seperti takut, tapi tidak tahu apa yang ditakutkan. Seperti malu, tapi tidak tahu malu pada siapa. Seperti ragu, tapi tidak tahu ragu pada apa. Yah begitulah..

Akhir-akhir ini semua serba membingungkan, negeri kita diserang virus corona, sekolah-sekolah dirumahkan, ribuan karyawan di PHK, tempat-tempat usaha banyak yang gulung tikar bahkan profesi "dokter" yang dulu banyak dicita-citakan mendadak menjadi pekerjaan yang ditakutkan.

Mungkin juga karena di masyarakat kita usia dua lima sering dijadikan standar dalam pencapaian. Misalnya, usia dua lima dianggap usia yang sudah matang untuk memasuki pernikahan. 

Di usia ini juga kita akan dipertanyakan jika belum memiliki pekerjaan yang mapan, yah setidaknya bisa mencukupi kebutuhan sendiri. Terkadang keluarga tidak segan-segan membandingkan kita yang sedang berjuang ini dengan teman seusia yang keadaannya lebih baik. Rupanya begini rasanya menjadi dewasa.

Kok jadi melow ya.... huhuhuhu. Aku nulisnya sambil dengerin soundtrack drama korea lagiii...wkwkwkwwk.

Yah Memasuki usia ini banyak yang disesali tapi banyak juga yang disyukuri. Dipikir-pikir ada banyak juga pelajaran hidup yang menjadi bekal memasuki usia ini. Berikut di antaranya:

Menjelang Usia Dua Lima Kita Berhenti Bermain Drama
Dulu rasanya menyenangkan kalau kita punya "teman dekat" entah itu sahabat atau kekasih. Mengobrol berjam-jam, merasa tidak bisa hidup tanpanya, ingin selalu bersama dan sebagainya. Ihhhh. (apaan banget sih gue dulu).

Sekarang semua tampak nyata. Membuka hati menjadi tidak terlalu berarti termasuk rasa patah hati. Kenyataannya, waktu terus berjalan tidak peduli meskipun kita ngin berhenti. Jadi untuk apa terlalu mendramatisir apa yang terjadi? (Fiuh!!! Sok puitis sekalii).

Sekarang, kalau kita mendengar ada orang yang membicarakan hal buruk tentang kita, atau sesuatu tidak berjalan sesuai kemauan, ya mau bagaimana lagi. Paling ambil waktu sendiri, datang pada Tuhan, koreksi kesalahan lalu melanjutkan hidup kembali.

Ketika kita tahu telah membuat keputusan yang salah dan mampu memaafkan diri, ketika keadaan tidak berjalan baik dan kita tetap bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan, atau saat kita hanya mengandalkan Tuhan tanpa mencari pembelaan.  

Saat-saat seperti itulah menjadi dewasa terasa menyenangkan.

Menjelang Usia Dua Lima Jadi Sadar Bahwa Tidak Semua Yang Terjadi Tentang Kita
Mungkin karena  intovert sudah gitu melankolik, saya menjadi lebih perasa sekaligus sulit mengekspesikan rasa. Atau mungkin bukan hanya saya ya.

Misalnya, Kita merasa orang-orang membicarakan kita, atau orang-orang tertentu tidak suka dengan kita, mungkin juga kita merasa orang-orang tidak mau mengerti kita, atau dia membatalkan janji karena ada kita dan sebagainyaa..

Menjelang usia dua lima, perasaan seperti itu terasa memalukan. Setelah melalui berbagai persitiwa kita jadi sadar bahwa "tidak semua yang terjadi adalah tentang saya".

Mereka yang tertawa di sudut sana bisa saja sedang membiacarakan hal lucu, bukan menertawakan kita, mereka yang tiba-tiba diam bisa saja sedang ada masalah pribadi bukan karena benci pada kita, dan mereka yang mendadak pergi mungkin saja memang sedang ada urusan bukan sedang menghindari.

Berhenti merasa menjadi sangat penting. Kita semakin mengerti kalau semua orang sedang berjuang dengan hidupnya. ada yang sedang bersusah payah menyelesaikan kuliah, ada yang sedang berusaha melupakan seseorang, ada yang sedang pusing mencari pekerjaan, ada yang sedang kehilangan tujuan, dan sebagainya intinya semua orang sedang berjuang dengan hidupnya.

Kita yang hampir memasuki usia dua lima menjadi sadar bahwa kita tidak "sepenting itu" bagi orang lain, sehingga jika biasanya kita menuntut pengertian sekarang kita mencoba mengerti situasi orang lain.

Ada beberapa hal lagi sih yang menjadi pelajaran penting buat saya secara pribadi, tapi secara garis besar dua poin di atas sudah menggambarkan semuanya.

Oh ya, sadar atau tidak, dulu waktu kecil kita tidak punya pilihan hanya bisa ikut kata orang dewasa, sekarang rasanya terlalu banyak pilihan sampai-sampai kadang salah mengambil keputusan.

Bagaimanapun waktu tidak dapat diputar. Satu-persatu sahabat-sahabat di masa kuliah akan meninggalkan, entah karena wilayah atau memang sudah memutuskan untuk berkeluarga. 

Tak terasa beberapa hari lagi saya pun akan segera meninggalkan asrama dan tidak akan kembali untuk waktu yang sangat lama. Huh! Makin malam makin melow nih apalagi playlist saya lagi memutar soundtrack drama DOTS! Makin galau kannnn!   

Jadi ingat salah satu komika Indonesia yang menulis komik berjudul "Dipaksa Dewasa". Salah satu dialognya berkata, "Aku pengen lagi kayak umur tujuh. Nyoba ini itu, "iseng aja" jadi nama tengahku. Salah apa benar? dulu ya ngga tau. yang jelas pake keberanianku. Ya emang nakutin, tapi jadi kenal banyak baru. kalau nggak berhasil cara kesatu, ya coba cara kesepuluh. Kata siapa harus urutan kedua, lalu tiga dulu? Bisa tau upil rasanya asin aja nggak ada yang nyuruh..." (Adriandhy)

Masa kecil memang menyenangkan, kita gak punya tanggung jawab apa-apa, tinggal ngikutin alur yang ada. Tapi menjadi dewasa itu keharusan dan satu yang pasti kita gak bisa lari dari kenyataan, kita harus dewasa meskipun kita masih belum ingin menjalaninya dan kita harus belajar melihat realita bahwa sekalipun hidup tidak berjalan sesuai rencana tapi Dia yang Maha Kuasa masih bekerja.

Gimana? Aku aja yang berlebihan atau kamu merasakannya juga?

Salam Hangat
Cihanjuang
25 Juni 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun