Halo selamat malam, mana nih suara generasi saya? Hehe.Â
Tidak perlu menjawab "baik-baik saja", seperti judul drama korea baru-baru ini, katanya "it's ok to be not ok". Menurut ilmu psikologi sih menjelang usia dua puluh lima tahun biasanya seseorang mengalami masa krisis.Â
Saya tidak menyangkalnya, setahun lagi saya menuju ke sana. Aih cepatnya waktu berlalu....baru kemarin jadi mahasiswi junior, pakai seragam hitam-putih, dibentak-bentak kakak tingkat, sekarang sudah sarjana ajaaa, ya walaupun masih revisian sih.
Tiba-tiba saja  adrenalin berpacu cepat, melebihi biasanya. Seperti takut, tapi tidak tahu apa yang ditakutkan. Seperti malu, tapi tidak tahu malu pada siapa. Seperti ragu, tapi tidak tahu ragu pada apa. Yah begitulah..
Akhir-akhir ini semua serba membingungkan, negeri kita diserang virus corona, sekolah-sekolah dirumahkan, ribuan karyawan di PHK, tempat-tempat usaha banyak yang gulung tikar bahkan profesi "dokter" yang dulu banyak dicita-citakan mendadak menjadi pekerjaan yang ditakutkan.
Mungkin juga karena di masyarakat kita usia dua lima sering dijadikan standar dalam pencapaian. Misalnya, usia dua lima dianggap usia yang sudah matang untuk memasuki pernikahan.Â
Di usia ini juga kita akan dipertanyakan jika belum memiliki pekerjaan yang mapan, yah setidaknya bisa mencukupi kebutuhan sendiri. Terkadang keluarga tidak segan-segan membandingkan kita yang sedang berjuang ini dengan teman seusia yang keadaannya lebih baik. Rupanya begini rasanya menjadi dewasa.
Kok jadi melow ya.... huhuhuhu. Aku nulisnya sambil dengerin soundtrack drama korea lagiii...wkwkwkwwk.
Yah Memasuki usia ini banyak yang disesali tapi banyak juga yang disyukuri. Dipikir-pikir ada banyak juga pelajaran hidup yang menjadi bekal memasuki usia ini. Berikut di antaranya:
Menjelang Usia Dua Lima Kita Berhenti Bermain Drama
Dulu rasanya menyenangkan kalau kita punya "teman dekat" entah itu sahabat atau kekasih. Mengobrol berjam-jam, merasa tidak bisa hidup tanpanya, ingin selalu bersama dan sebagainya. Ihhhh. (apaan banget sih gue dulu).
Sekarang semua tampak nyata. Membuka hati menjadi tidak terlalu berarti termasuk rasa patah hati. Kenyataannya, waktu terus berjalan tidak peduli meskipun kita ngin berhenti. Jadi untuk apa terlalu mendramatisir apa yang terjadi? (Fiuh!!! Sok puitis sekalii).