Cangkir-cangkir tak bertuan
Banyak bibir telah mengecupmu
Dari jemari ke jemari kau diadu
Berusaha menahan panas
Dalam tubuh sedingin porselen
Dasarmu hanya seberapa, kadang dibaluri sampah
Dan ampas dari para penjarah
Terkadang beradu akting di bawah guyuran wastafel.
Menunggu wajah remaja kembali.
Walau banyak yang menghirup aromamu
Tiada satu pun yang memiliki hatimu
Ragamu tercipta di atas api
Namun jiwamu telah lama mati
Rapuh...menunggu waktu untuk diabaikan oleh tangan-tangan pelayan
Wahai cangkir-cangkir tak bertuan
Ibarat wanita engkau mata air dangkal yang mudah lelah
Meski lesu harus mengulang rutinitas
Tak ada yang bisa kamu lakukan selain mengobral nikmat
Menunggu percakapan akan berakhir dan..
Kamu ditinggal pergi.
Yang tidak pernah kamu lupa.
Begitulah kamu adanya
Ah...gagangmu adalah langkah
Kepada siapa kini engkau bertaruh?
Bukankah kepada mereka yang membayar isi di dalammu?
Atau mereka yang sekedar bercengkrama dengan rasa persahabatan.