Mohon tunggu...
yolla pamela
yolla pamela Mohon Tunggu... Freelancer - Tempat cerita

Ingin punya banyak cerita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu, Maafkan Jika Anakmu Tak Sanggup Mengucap Cinta Padamu

22 Desember 2020   16:06 Diperbarui: 22 Desember 2020   16:21 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diolah dari pixabay

Selamat Hari Ibu, duhai Ibu-Ibu se-Indonesia. Tentu kita senang ya ada satu hari di setiap tahunnya yang diperingati sebagai hari untuk kita-kita, para ibu. Kita jadi punya satu waktu untuk mengesahkan keinginan kita untuk dihargai dan dicintai serta diperlakukan istimewa sebagai seorang ibu.Kita juga jadi punya momen untuk mengekspresikan dan menyatakan cinta kita pada ibu kita masing-masing. Bahagia sekali rasanya para ibu di tanggal 22 Desember menjadi ratu di keluarganya.  

Seperti mimpi rasanya sehari menjadi Cinderella. Tapi adakah yang bisa tetap bahagia jika keesokan harinya terbangun dari mimpi dan mendapati diri menjadi upik abu lagi? Tentu tidak yaaa.... Inginnya kita bisa dimanja-manja, disayang dan jadi yang spesial setiap harinya. Living like a fairy tale princess. 

Untuk sebagian ibu dan anak-anak yang sesungguhnya begitu mencintai ibu mereka, buaian romantisme Hari Ibu ini benar-benar sesuatu yang tidak bisa menjadi nyata bagi mereka. Bagaimana mungkin mau memberikan bunga untuk ibu jika setiap hari harus mumet berupaya agar esok hari ada uang sekedar agar ibunya, ayahnya, kakaknya, adiknya bisa tetap makan dan hidup.

Bagaimana mungkin mengucapkan "aku sayang Ibu" dengan perasaan yang ringan jika setiap hari dalam hatinya menangis karena belum bisa menjadi anak yang bisa membahagiakan ibunya. Setiap hari ia harus melihat ibunya bekerja keras dan tidak bisa santai-santai karena harus memenuhi kebutuhan hidup. Bukannya ia durhaka membiarkan ibunya bekerja keras. Tapi ia sendiri pun sudah bekerja keras dan hasilnya masih belum mencukupi kebutuhan keluarga, sehingga semua anggota keluarga lainpun harus tetap berjuang bersama demi hidup mereka.

Di sudut kota yang lain ada anak yang terjebak dalam pola hidup Sandwich Generation. Bayangkan betapa tidak mudah menjadi seorang anak yang selain harus memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, dia juga harus menopang biaya hidup orang tuanya, kakak adiknya dan kerabat lain secara bersamaan. 

Mungkin hanya sebagian orang dengan masalah ekonomi pelik yang bisa mengalami bahwa romantisme mahal harganya. Ungkapan cinta seringkali tak terbeli saat diri dan waktu yang kita punya tergadai untuk hanya berfokus pada bagaimana cara bertahan hidup dan menjadi baik-baik saja setiap harinya.

Ibu pun sama seperti ayah dan anak. Sama-sama manusia. Sama tidak sempurna. Terkadang seorang ibu mengharapkan ucapan cinta dari anaknya. Tapi ia lupa bahwa apa yang dilakukan anaknya sehari-hari adalah perwujudan cinta bagi ibunya. 

Anak kita mungkin tidak membelai-belai kita, tidak memuji dan memuja orang tuanya dengan kata cinta. Namun mereka selalu berusaha membuat orang tuanya bangga dan bahagia dengan semua upaya yang mereka lakukan. Terkadang dalam pemahaman anak, orang tua akan semakin mencintai anaknya jika anak bisa membuat orang tuanya bangga. 

Banyak hal dilakukan anak agar ayah dan ibunya mau berpaling menatap mereka, memberi perhatian pada mereka dan merasa bangga pada anak-anaknya. Sejak kecil anak-anak berusaha menjadi anak yang sehat, anak yang lucu, anak yang berbakat, berprestasi, pandai. Saat tumbuh beranjak dewasa mereka berusaha untuk meraih kesuksesan dengan caranya masing-masing. Semua dilakukan agar orang tuanya bangga dan semakin sayang pada mereka. Seolah anak-anak ingin mengatakan, "Lihatlah Ayah, Ibu, aku begitu sempurna. Tidakkah kalian bangga dan bahagia memiliki anak yang sempurna seperti aku?" 

Anak-anak seperti ini terbiasa dengan segala kewajiban memenuhi harapan dari orang tua dan orang-orang di sekitarnya. Tentu tidak aneh jika di saat orang-orang lain dengan ringan mengucap cinta pada ibunya, mereka justru terbebani dengan perasaan dan pertanyaan apakah dirinya sudah melakukan segala  hal sesuai ekspektasi orang tuanya sehingga pantas mengucap cinta pada ayah dan ibunya. 

Maka tentu tidak ada salahnya jika di Hari Ibu Indonesia ini, para ibu yang penuh kelembutan dan cinta kasih rela merangkul, memeluk dan berterima kasih pada putra-putrinya yang telah dikirim Tuhan untuk menjadi anak dari ibu-ibu semuanya. 

Biarkan anak-anak ibu merasakan cinta dari orang tuanya. Biarkan hati mereka yang mungkin mulai mengeras, luluh karena pelukan ibu. Maafkan anak-anakmu yang mencintaimu namun tidak bisa mengatakannya. Tak ada salahnya ibu yang mengucap cinta dan terima kasih pada anak-anaknya. Biar cinta itu mengaliri jiwa mereka dan semakin bertambah. 

Selamat Hari Ibu Indonesia. Selalu ada banyak cinta yang menguatkan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun